Terjemah Kitab Minhajul Abidin
Qadha’ (Takdir) dan Berbagai Ragamnya
Rintangan seperti ini cukup dihadapi
dengan sikap rela. Oleh karena itu hendaklah Anda merasa rela dengan takdir
yang diberikan Allah.
Sikap rela seperti ini harus dilakukan
karena adanya dua hal:
Pertama, agar bisa beribadah dengan
leluasa, sebab jika Anda tidak bisa menerima keputusan Allah tentu Anda merasa
sedih, dan hati pun sibuk berpikir untuk selamanya. Ia berpikir mengapa ini
yang terjadi dan mengapa bisa terjadi?
Jika hati telah sibuk memikirkan
kesedihan seperti ini bagaimana mungkin ia leluasa beribadah? Sebab Anda tidak
memiliki hati kecuali hanya satu dan telah Anda penuhi dengan kesedihan serta
berpikir tentang apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi dalam masalah
dunia.
Kemudian di mana tempat untuk berzikir
kepada Allah, beribadah untuknya dan berpikir tentang akhirat? Benar sekali apa
yang dikatakan Sagig rahimahullah: Sungguh, menyesali apa yang telah terjadi
dan merancang apa yang akan terjadi benarbenar dapat menghilangkan keberkahan
usiamu ini.
Kedua, kekhawatiran mendapat murka berupa
siksa dari Allah. Dalam beberapa hadis telah kami ceritakan bahwa salah seorang
di antara para nabi mengadukan kepada Allah tentang pengalamannya yang tidak
menyenangkan. Lalu Allah menurunkan wahyu kepadanya: “Adakah kamu mengadukanKu,
sedangkan Aku tidak pantas dicela dan diadukan? Begitulah. Kelihatan sekali
pengetahuanmu tentang ilmu gaib. Lalu kenapa kamu tidak menyukai keputusan-Ku?
Apakah kamu ingin agar Aku mengubah dunia untukmu, atau mengganti Lauh Mahfuzh
karenamu, lalu Aku memutuskan apa yang kau inginkan berupa sesuatu yang tidak
Ku-inginkan? Agar kesenanganmu bisa terwujud, dan bukan kesenangan-Ku? Aku
bersumpah demi keagungan-Ku. Jika pikiran semacam ini terlintas dalam hatimu di
kemudian hari, pasti Ku-tanggalkan pakaian kenabianmu dan Aku tak peduli. Pasti
Aku akan memasukkanmu ke dalam neraka.
Menurut pendapatku, alangkah baiknya
orang yang bertawakal memperhatikan kalimat diplomatis yang agung dan ancaman
yang pedih dari Allah kepada nabi dan kekasih pilihanNya. Lalu bagaimana
sikap-Nya terhadap orang lain?
Kemudian perhatikan firman Allah: Jika
pikiran semacam jni terlintas lagi dalam hatimu di lain waktu…Ancaman ini
ditujukan pada bisikan dan kemondar-mandiran hati. Lalu bagaimana dengan orang
yang berteriak minta tolong, mengadu, mengumpat dengan suara lantang tentang
Tuhannya yang mulia dan Berbuat baik, di hadapan orang, lalu menjadikan mereka
sebagai penolong dan sahabat? Ini baru orang yang hanya satu kali merasa murka
kepada Allah. Lalu bagaimana keadaan orang yang selama hidupnya selalu murka
(tidak rela) kepada Allah?
Ancaman ini ditujukan pada orang yang
mengadu kepadaNya. Lalu bagaimana dengan orang yang mengadu kepada selain Dia?
Kami memohon perlindungan kepada Allah
dari keburukan jiwa kami dan keburukan amal perbuatan kami. Kami juga memohon
agar Dia mengampuni dosa-dosa kami dan memaafkan ketidaksopanan kami serta
memperbaiki kita semua dengan pengawasan terbaik dari-Nya.
Sesungguhnya Dia paling Maha Pengasih
kepada hamba-Nya.
Jika ditanyakan: “Apa yang dimaksud
dengan rida terhadap qadha (takdir), hakekat dan hukumnya?
Ketahuilah! Sesungguhnya para ulama kita
berkata: Yang dinamakan rida adalah membuang kebencian. Sedangkan kebencian
yaitu mengatakan bahwa apa yang tidak ditakdirkan oleh Allah itu lebih utama
dan lebih bagus baginya dalam masalah yang belum diyakini kerusakan dan
kebaikannya. Jadi, membuang kebencian merupakan syarat menjadi orang yang rida.
Jika Anda bertanya: Bukankah keburukan
dan maksiat juga takdir Allah dan di bawah kekuasaan-Nya? Lalu bagaimana
mungkin Allah rida bila hamba-Nya berbuat buruk dan mewajibkan hal itu?
Ketahuilah! Sesungguhnya yang harus
direlakan adalah takdirbukan perbuatannya. Takdir buruk tidak berarti perbuatan
buruk. Yang buruk hanyalah sesuatu yang ditakdirkan, jadi hamba tersebut tidak
rida dengan perbuatan buruk.
Para guru kami berkata: Hal-hal yang
ditakdirkan itu ada empat macam, yaitu kenikmatan, kesulitan, kebaikan dan
keburukan.
Kenikmatan.
Seorang hamba harusrela terhadap yang Mentakdirkan
(Allah), takdir itu sendiri, dan hal yang ditakdirkan (kenikmatan). Ia juga
harus bersyukur atas nikmat tersebut, karena hal itu adalah sebuah kenikmatan.
Dan ia juga harus menampakkan kenikmatan tersebut dengan memperlihatkan
hasilnya kepada Allah.
Kesulitan.
Dalam kesulitan, seorang hamba juga harus
rela dengan yang Mentakdirkan (Allah), takdir itu sendiri, dan sesuatu yang
ditakdirkan. Ia juga harus bersabar dalam menghadapi kesulitan yang menimpanya.
Kebaikan.
Seorang hamba harus rela dengan yang
Mentakdirkan kebaikan (Allah), takdir itu sendiri, dan sesuatu yang
ditakdirkan. Ia juga harus mengingat bahwa itu adalah anugerah, karena memang
kebaikan tersebut telah ditunjukkan padanya.
Keburukan.
Seorang hamba harus rela dengan yang Mentakdirkan
keburukan (Allah), takdir itu sendiri, dan sesuatu yang ditakdirkan, karena hal
itu sudah menjadi takdirnya. Bukan karena hal itu perbuatan buruk.
Hal itu termasuk sesuatu yang ditakdirkan
jika melihat pada takdir dan yang Mentakdirkan secara benar. Sama halnya dengan
jika Anda rela terhadap mazhab lain yang Anda ketahui sebagai sebuah
pengetahuan, tidak sebagai mazhab.
Pengetahuan tersebut kembali pada ilmu.
Jadi, kerelaan dan kecintaan Anda sebenarnya kembali pada ilmu (pengetahuan)
tentang mazhab tersebut, bukan pada mazhab itu sendiri. Begitu juga halnya rela
dengan sesuatu yang ditakdirkan.
Jika ada yang bertanya: Apakah orang yang
rela boleh meminta tambahan?
Jawabnya adalah boleh. Tapi dengan
catatan hal itu mengandung kebaikan dan maslahat tanpa harus memastikannya. Hal
itu tidak membuatnya terlepas dari sikap rela, bahkan hal itu menunjukkan bahwa
ia merasa rela dan itu lebih baik. Sebab orang yang kagum terhadap sesuatu dan
merasa rela tentu akan berusaha mencari tambahannya.
Apabila ada susu yang dihaturkan kepada
Nabi Saw. maka beliau berdoa:
Artinya: “Ya Allah, berkatilah rezekiku
ini dan berilah tambah untuk kami darinya.Dalam kesempatan lain beliau berdoa:
Artinya: Dan berilah tambahan untuk kami
(susu) yang lebih baik darinya.
Tak satupun dari keduanya yang
menunjukkan bahwa beliau tidak rela dengan apa yang telah ditakdirkan oleh
Allah bagi beliau.
Jika Anda bertanya: “Kenapa Nabi tidak
menyebut pengecualian dan syarat kebaikan serta kemaslahatan?
Ketahuilah! Sesungguhnya semua ini
hubungannya adalah dengan hati, dan mengucapkannya hanya sebagai suatu
Ungkapan. Jadi, beliau tetap mengatakan hal itu di dalam hati meski beliau
tidak mengungkapkannya. Ketahuilah hal itu dan yakinlah.
Bermacam Bencana dan Musibah
Untuk menghadapinya Anda cukup dengan
bersabar. Hendaklah Anda bersabar dalam segala sisi kehidupan karena dua hal:
Pertama, agar wushul dalam beribadah dan
mencapai tujuan. Sebab semua bentuk ibadah dibangun di atas kesabaran dan
kemampuan menanggung jerih payah.
Barangsiapa tidak bersabar, dia tidak
akan pernah mencapai tujuan dengan benar. Karena orang yang bermaksud
melaksanakan ibadah kepada Allah dan memfokuskan diri untuk itu, tentu akan
dihadapkan pada berbagai kesulitan, cobaan dan musibah dari berbagai segi:
Kesukaran
Tidak ada ibadah yang tidak mengandung
kesukaran. Karena itulah diberikan iming-iming dan janji pahala untuknya, sebab
tidak mungkin seorang hamba dapat melaksanakan ibadah tanpa meredam keinginan
dan mengalahkan nafsu yang selalu menghindar dari kebaikan. Tidak menuruti
keinginan dan mengalahkan hawa nafsu adalah beban yang paling berat bagi
seseorang.
2.Sikap berhati-hati
Seorang hamba yang merasa kesulitan dalam
melakukan kebaikan harus berhati-hati agar ibadahnya tidak rusak. Sedangkan
menjaga amal dari kerusakan itu lebih berat ketimbang melakukan amal itu
sendiri.
Ujian
Dunia ini adalah tempat menguji. Siapa
saja yang hidup di dalamnya mau tidak mau harus menghadapi berbagai kesulitan
dan musibah. Ujian tersebut bermacam-macam. Ada yang berasal dari keluarga,
kerabat dekat, saudara dan sahabat, seperti kematian, kehilangan dan
perpisahan. Ada musibah yang menimpa diri seperti berbagai penyakit yang
menjangkitinya. Ada musibah yang menyangkut harga diri seperti ancaman
pembunuhan, usaha penjatuhan, gunjingan dan penipuan yang dilakukan orang lain
terhadapnya. Ada musibah yang menyangkut harta benda seperti kehilangan dan
sebagainya.
Masing-masing dari musibah ini terasa
bagaikan menyengat dan membakar yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, semua
membutuhkan kesabaran tersendiri. Sebab jika tidak, tentu ia tidak akan merasa
tenang dalam beribadah, karena selalu mengeluh dan bersedih.
Cobaan
Orang yang ingin mendapatkan akhirat
selamanya akan menghadapi cobaan dan ujian yang berat. Barangsiapa lebih dekat
dengan Allah, tentu musibah dan cobaan yang dihadapinya lebih berat dan lebih
banyak.
Tidakkah Anda mendengar sabda Nabi Saw.:
Artinya: “Orang yang paling keras
mendapatkan ujian adalah para nabi, lalu para ulama, orang yang kedudukannya hampir
sama dengan ulama dan seterusnya.”
Jadi, orang yang ingin berbuat baik dan
memfokuskan diri untuk menempuh jalan menuju akhirat akan dihadapkan pada
berbagai ujian. Orang yang tidak sabar menghadapinya dan tidak mau berpaling
dari ujian tersebut, maka ia akan terputus di tengah jalan. Lalu ia menjadi
sibuk dan jauh dari ibadah dan pada akhirnya ia tidak sedikitpun bisa sampai ke
tempat tujuan.
Allah Swt. telah memberi pengertian agar
kita selalu berhati-hati dalam menghadapi berbagai ujian, musibah dan cobaan
yang menimpa kita. Dia menyatakan dan menguatkan pernyataan itu dengan
firman-Nya:
Artinya: “Sungguh. Kamu akan diuji dengan
hartamu dan diri kamu. Dan kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orangorang
yang diberi kitab sebelum kamu, dan dari orang-orang yang mempersekutukan
Allah, gangguan yang banyak nmenyakitkan hati.” (Q.S. Ali Imran: 186)
Kemudian Allah melanjutkan firman-Nya:
Artinya: “Dan jika kamu sekalian bersabar
serta bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut
diutamakan.” (Q.S. Ali Imran: 186)
Seakan dengan ayat itu Allah berfirman:
“Kuatkan dirimu, karena sesungguhnya mau tidak mau kamu sekalian akan mendapat
bermacam cobaan. Jika kamu sekalian bersabar, maka kamu semua adalah lelaki
sejati, dan cita-cita kalian adalah citacita lelaki sejati.”
Dengan begitu, orang yang bercita-cita
ingin beribadah kepada Allah mula-mula harus memiliki keinginan kuat untuk
bersabar dalam jangka waktu yang cukup lama. Ia harus menguatkan diri untuk
menanggung kesulitan-kesulitan besar yang datang silih berganti sampai mati.
Jika tidak, berarti ia mencari sesuatu tanpa menggunakan alat dan mencarinya
lewat jalan yang keliru. Telah diceritakan dari Fudhail bin Iyadh. Beliau
berkata: “Barangsiapa ingin menempuh jalan akhirat, hendaklah ia menjadikan
empat macam kematian dalam dirinya, yaitu mati putih, mati merah, mati hitam,
dan mati hijau. Mati putih berarti yasa lapar. Mati hitam berarti celaan
masyarakat. Mati merah berarti perselisihan dengan setan. Dan mati hijau
berarti berbagai kejadian yang silih berganti.”
Kedua, kebaikan dunia dan akhirat yang
ada di dalam kesabaran. Di antaranya adalah keselamatan dan keberhasilan.
Allah berfirman: :
Artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada
Allah, maka Allah pasti
menjadikan untuknya jalan keluar (dari
kesukaran), dan Dia akan memberinya rezeki dari arah yang tidak
disangka-sangka.” (Q.S. Ath-Thalaaq: 2-3)
Maksudnya: Barangsiapa bertakwa kepada
Allah dengan penuh kesabaran, maka Dia akan membuatkan jalan keluar untuknya
dari berbagai kesulitan.
Di antara kebaikan yang diperoleh dengan
kesabaran adalah mengalahkan para musuh. Allah berfirman:
Artinya: “Maka bersabarlah. Sesungguhnya
kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Huud: 49)
Keuntungannya yang lain adalah mendapatkan
apa yang diinginkan. Allah berfirman:
Artinya: “Dan telah sempurna perkataan
Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran
mereka.” (Q.S, AI-A’raaf: 137)
Dikisahkan bahwa Nabi Yusuf a.s. menulis
surat jawaban kepada Nabi Ya Qub a.s.: “Sesungguhnya nenek moyangmu adalah
orang-orang yang bersabar dan mereka memperoleh apa yang mereka inginkan.
Karena itu bersabarlah seperti mereka, niscaya akan kau dapatkan keinginanmu
seperti mereka juga mendapatkan apa yang mereka inginkan.”
Hal ini juga sesuai dengan arti ungkapan
sebuah syair:
“Sungguh. Janganlah kamu berputus asa meski
pencarian teramat panjang. Jika bersabar akan kau temukan jalan yang lebar.
Sudah sepantasnya orang yang bersabar
diberi apa yang dibutuhkannya,
dan orang yang mengetuk pintu bisa masuk
rumah.
Keuntungan yang lain adalah lebih maju
dari orang lain dan menjadi seorang pemimpin. Allah berfirman:
Artinya: “Dan Kami jadikan mereka
pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah dari Kami karena mereka bersabar.”
(Q.S. As-Sajdah: 24)
Keuntungan yang lain adalah pujian
(sanjungan) dari Allah. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Kami dapati dia
(Ayyub) seorang yang bersabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat
taat (kepada Tuhannya).” (Q.S. Shaad: 44)
Keuntungan lain berupa kabar gembira
dengan datangnya rahmat dari Allah. Dia berfirman:
Artinya: “Dan berikanlah kabar gembira
untuk orang-orang yang bersabar.” (Q.S. al-Baqarah: 155)
sampai pada firman:
Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang
mendapat keberkahan sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka.” (Q.S. al-Baqarah:
157)
Keuntungan lain berupa kecintaan Allah.
Dia berfirman:
Artinya: “Dan Allah mencintai orang-orang
yang bersabar.” (Q.S. Ali Imran: 146)
Keuntungan lain berupa derajat tinggi di
surga. Allah berfirman:
Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang
dibalasi dengan martabat yang tinggi (di dalam surga) karena kesabaran mereka.”
(Q.S. Al Furqaan: 75)
Keuntungan lainnya adalah kemulian yang
agung. Allah berfirman:
Artinya: “Keselamatan atasmu berkat
kesabaranmu.” (Q.S. Ar-Ra’d: 24)
Keuntungan lain berupa pahala tanpa batas
dan tiada habisnya yang berada di luar jangkauan angan-angan, hitungan, dan apa
yang dicapai oleh semua makhluk. Allah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang
bersabar akan dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Q.S. Az-Zumar: 10)
Maha Suci Dzat, Tuhan, Tuan yang Maha
Pemurah. Sungguh menakjubkan kemuliaan-Nya. Segala kemuliaan di dunia dan
akhirat ini Dia berikan kepada hamba-Nya karena kesabaran yang hanya sesaat.
Kemudian jelaslah bagi Anda bahwa kebaikan dunia dan akhirat terletak di dalam
kesabaran.
Nabi Saw. bersabda:
Artinya: “Tak seorangpun diberi suatu
pemberian yang lebih baik dan luas ketimbang kesabaran.”
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. Beliau
berkata: “Segala kebaikan orang-orang mukmin bersatu dalam kesabaran.”
Sungguh indah gubahan seorang penyair
berikut ini:
Kesabaran adalah kunci semua harapan.
Dan segala kebaikan bisa terwujud
karenanya.
Bersabarlah walau malam terlalu panjang.
Kuda yang beringaspun kadang menjadi
jinak (karena kesabaran).
Kadang sesuatu yang dikatakan tak mungkin
terjadi bisa diperoleh dengan kesabaran.
Penyair lain berkata:
Aku telah bersabar dan itu bagian dari
kepribadianku.
Dan cukuplah bagimu bahwa Allah menyanjung
kesabaran.
Aku akan terus bersabar hingga Allah
rhemberi kepastian antara kita,entah menuju kemudahan ataukah menuju kesukaran.
Oleh karenanya, hendaklah Anda berusaha
mendapatkan Perilaku yang mulia dan terpuji ini serta mengerahkan seluruh
kemampuan di dalamnya. Dengan begitu Anda termasuk dalam golongan orang-orang
yang beruntung.
Hanya Allah yang menguasai taufik.
Jika Anda bertanya: “Apakah arti sabar
yang sebenarnya dan bagaimana hukumnya?”
Ketahuilah bahwa kata “ash-shabru”
dilihat dari scgi bahasa adalah menahan diri. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Dan bersabarlah kamu bersama
orang-orang yang menyeru pada Tuhannya.” (Q.S. Al-Kahfi: 28)
Artinya tahanlah hidupmu bersama mereka.
Allah Swt. juga bersifat sabar. Artinya
Dia menahan siksaan orang-orang yang berdosa. Karena itu Dia tidak tergesa-gesa
memberikan siksaan kepada mereka.
Kemudian pekerjaan yang dilakukan oleh
hati juga dinamakan sabar, karena iajuga menahan diri dari keluh-kesah.
Menurut pendapat para ulama, keluh-kesah
adalah menyebutkan kegoncangan hati dalam menghadapi kesulitan.
Ada ulama yang berkata: “Keluh-kesah
adalah keinginan untuk keluar dari kesulitan secara pasti. Sedangkan sabar
adalah tidak menginginkan hal (keluar dari kesulitan) ini.
Benteng untuk menjaga kesabaran adalah
mengingat sampai sejauh mana kesulitan tersebut dan seberapa lamanya. Kesulitan
tersebut tidak akan bertambah, berkurang, maju ataupun mundur. Dan tidak ada
gunanya mengeluh. Bahkan hal itu berbahaya dan sangat mengkhawatirkan.
Yang melindungi benteng ini adalah
mengingat kebaikan yang akan diberikan oleh Allah sebagai gantinya. Juga
simpanan pahala besar yang ada di sisi-Nya sebagai imbalan.
Pahami dan camkanlah hal ini.
Tahapan yang sulit dan menjadi penghalang
ini suhah seharusnya Anda lalui dengan menyingkirkan rintangan yang empat macam
(rezeki, kekhawatiran, qada, dan bencana) sekaligus membersihkan penyakitnya.
Karena bila tidak, rintangan tersebut tidak akan membiarkan Anda untuk
mengingat tujuan beribadah dan memikirkannya, apalagi sampai melaksanakan dan
bisa berhasil (satu hal yang tidak mungkin). Karena masing-masing rintangan
memiliki sesuatu yang menyibukkan baik di masa sekarang ataupun di masa
mendatang.
Kemudian, di antara keempat rintangan
tersebut yang paling berat dan sulit adalah urusan rezeki dan pengaturannya.
Urusan rezeki adalah ujian yang besar sekali bagi kebanyakan orang. Ujian yang
melelahkan diri mereka, menyibukkan hati, menambah kesedihan, menyita waktu,
memperbesar kesalahan dan dosa mereka. Membuat mereka berpindah dari pintu
Allah dan melayani-Nya menuju pengabdian kepada dunia dan makhluk lain. Lalu
mereka hidup di dunia dalam keadaan lalai, gelap, payah, sulit, terhina dan
tercela. Dan mereka datang ke akhirat dalam keadaan bangkrut, dihadapkan pada
perhitungan dan siksaan, jika tidak mendapatkan rahmat dari Allah dengan
anugerah-Nya.
Lihatlah! Berapa banyak ayat yamng
diturunkan oleh Allah dalam hal ini. Berapa kali Allah mengungkapkan janji,
jaminan, dan pembagian masalah rezeki ini. Tiada hentinya para nabi dan para
ulama memberikan petuah kepada manusia, memberi penerangan tentang jalan
mereka, menyusun berbagai macam kitab, membuat berbagai perumpamaan dan
menakut-nakuti mereka dengan siksa dari Allah. Walaupun begitu mereka tetap
tidak menerima petunjuk, tidak bertakwa, dan tidak merasa tenang. Bahkan mereka
selalu tersiksa oleh hal itu. Tiada hentinya mereka khawatir kehilangan makan
pagi dan sore yang kesemuanya berasal dari minimnya perenungan terhadap
ayat-ayat Allah Swt. Minimnya berpikir tentang ciptaan Allah dan tidak
mengingat sabda Rasul Saw., tidak merenungkan ucapan orang-orang saleh,
membiarkan bisikan-bisikan setan, mendengar omongan orang-orang bodoh dan
tertipu oleh kebiasaan orang-orang yang lalai. Setan menguasai mereka, dan
kebiasaan (orang yang lalai) tertanam kuat dalam hati mereka dan hal itu
menyebabkan hati menjadi lemah dan tipis keyakinannya.
Adapun orang orang terpilih yang memiliki
kewaspadaan, kesungguhan dan bersunppuh sunppuh tentu akan melihat jalan langit
sehinppa mereka tidak menghiraukan penyebab-penyebab yang ada di bumi. Mereka
berpegang tepuh pada tali Allah, tidak peduli dengan berbagai ketergantungan
terhadap para makhluk, merasa yakin pada tanda-tanda Allah dan memperhatikan
jalanNya. Mereka juga tidak menoleh terhadap godaan setan, orang lain dan diri
sendiri. Jika ada godaan dari setan, orang lain, ataupun diri sendiri (nafsu),
maka ia tetap berdiri tegak, menentang, mengusir dan menyimpang sehingga orang
lain yang menggoda akan berpaling. Para setan akan pergi memisahkan diri. Nafsu
mau menurut (jinak), danjalan lurus menuju ibadah terbuka lebar. Begitulah.
Seperti diceritakan dari Ibrahim bin Adham rahimahullah. Pada saat beliau
berniat pergi ke pedalaman (hutan), setan datang menakut-nakuti bahwa hutan ini
sangat berbahaya. Sedangkan kamu tidak membawa bekal dan alat yang lain.
Kemudian beliau tetap bertekad memasukinya dan tidak akan berhenti melakukan
salat seribu rakaat setiap kali menempuh jarak satu mil. Ternyata beliau
berhasil menjalani apa yang diinginkan dan tinggal di hutan selama dua belas
tahun, hingga suatu ketika Harun Al-Rasyid menunaikan ibadah haji pada
tahun-tahun itu dan menemukannya sedang melaksanakan salat di bawah penunjuk
jarak. Lalu ada yang berkata: “Ini adalah Ibrahim bin adham yang sedang salat.”
Kemudian Harun Al-Rasyid mendatangi beliau dan bertanya: “Apa yang terjadi
padamu hai Abu Ishaq?” Ibrahim menjawabnya dengan bersyair:
“Kutambal duniaku dengan merobek agamaku
dan tiada yang tersisa dari agamaku serta
apa yang kutambal (duniaku).
Beruntung sekali seorang hamba yang
memilih Allah sebagai Tuhannya
dan bermurah hati dengan hartanya untuk
sesuatu yang akan terjadi.
Diceritakan bahwa ada orang saleh yang
tinggal di daerah pedalaman. Lalu setan datang menggoda dengan mengatakan bahwa
di sini Anda tidak mempunyai apa-apa sedangkan tempat ini berbahaya. Tidak ada
kehidupan dan orang lain di dalamnya. Beliau tetap bersikeras untuk membiarkan
dirinya tanpa memiliki bekal. Beliau menghindari jalan umum agar tidak
meminta-minta pada orang lain dan tidak memakan sesuatu sampai ada samin dan
madu yang diletakkan di mulutnya. Beliau berpindah dari jalan umum dan
mengembara. Aku berjalan sesuai kehendak Allah dan tiba-tiba ada rombongan yang
tersesat dari jalan. Mereka terus berjalan, dan saat aku melihat mereka,
kulemparkan tubuhku ke tanah agar mereka tidak melihatku. Lalu Allah
menjalankan mereka hingga semuanya berhenti di hadapanku. Aku memejamkan mata,
lalu merekapun mendekat. Mereka berkata: “Orang ini terpisah dari rombongan dan
pingsan karena lapar dan dahaga. Tolong ambilkan samin dan madu, biar
kuletakkan di mulutnya. Siapa tahu ia bisa siuman.” Mereka datang membawa samin
dan madu. Lalu kukatupkan mulut dan gigiku. Mereka mengambil pisau untuk
merobek mulutku hingga terbuka. Aku tertawa dan membuka mulut. Melihat itu
mereka bertanya padaku: “Apa kamu gila?” Aku menjawab: “Tidak. Segala puji bagi
Allah.” Kemudian kuceritakan kepada mereka sebagian dari apa yang terjadi
antara aku dan setan dan mereka kagum akan hal itu,
Diceritakan dari salah seorang guru kami.
Beliau berkata: “Pada suatu ketika aku pergi untuk mengajar ke sebuah masjid
yang jauh dari orang banyak. Aku tidak membawa bekal, seperti kebiasaan yang
dilakukan oleh para wali kita. Lalu setan datang menggoda bahwa masjid ini jauh
dari pemukiman orang banyak, Jika kamu mau berjalan ke masjid yang ada di
tengah orang banyak, tentu penduduknya akan melihatmu dan memberikan
kebutuhanmu. Aku berkata: “Aku tidak akan menginap selain di tempat ini. Aku
berjanji tidak mau makan apapun selain manisan.
Dan aku tidak akan memakannya sampai
manisan itu dimasukkan ke dalam mulutku sesuap demi sesuap.” Lalu aku melakukan
salat Isya dan mengunci semua pintu. Setelah lewat tengah malam aku dikejutkan
seseorang yang mengetuk pintu dan membawa pelita. Setelah berulangkali mengetuk
aku pun membuka pintu. Ternyata aku bertemu dengan seorang nenek tua bersama
seorang pemuda. Nenek itu masuk dan meletakkan nampan berisi makanan di
hadapanku dan berkata: “Pemuda ini adalah anakku. Aku membuatkan makan ini
untuknya. Lalu terjadi pembicaraan antara kami dan dia bersumpah tidak mau
makan kecuali bersama dengan lelaki asing. Atu nenek tadi berkata “Orang asing
yang ada di dalam masjid. Oleh karena itu makanlah. Semoga Allah memberikan
rahmat padamu.” Kemudian nenek tadi mulai meletakkan sesuap makanan di mulutku
dan sesuap yang lain di mulut anaknya sampai kami berdua merasa cukup. Lalu
keduanya pergi dan ia menutupkan pintu untukku sambil merasa heran dengan apa
yang terjadi.
Semua ini adalah contoh perjuangan
orang-orang saleh dan perlawanan mereka terhadap setan.
Dari semua itu Anda bisa mengambil tiga
hal yang bermanfaat:
Anda harus tahu bahwa rezeki itu apapun
yang terjadi tidak akan lenyap dari orang yang ditakdirkan menerimanya.
Anda harus tahu bahwa urusan rezeki dan
tawakal amatlah penting. Dan sesungguhnya setan selalu menggoda dan membuat
kebimbangan, sampai-sampai orang yang zuhud seperti itu tidak bisa terhindar
dari godaannya. Setan-setan itu tidak akan berputus asa dari mereka setelah
melatihnya dalam waktu yang cukup lama dan perjuangan gigih yang dilakukan
sejak dulu. Hingga untuk mengusirnya mereka memerlukan perlawanan semacam ini.
Sungguh. Aku bersumpah demi umurku. Seseorang yang telah melatih diri selam
tujuh puluh tahun tidak akan terbebas dari godaan setan dan hawa nafsu. Seperti
mereka juga menggoda para pemula dalam beribadah. Apalagi orang berakal yang
sedikitpun tidak pernah melatih diri. Jika kedapatan oleh setan dan hawa nafsu,
maka keduanya akan memperlakukan dan merusak mereka seperti kerusakan orang
orang yang lalai dan tertipu. Ini merupakan sebuah pelajaran bagi orang yang
waspada,
3, Anda juga harus tahu bahwa segala
sesuatu tidak akan sempurna tanpa usaha dan perjuangan maksimal. Mereka
(orang-orang saleh) juga mempunyai daging, darah, tubuh dan nyawa. Bahkan
keadaan tubuh mereka lebih kurus, anggota badan mereka lebih rapuh dan tulang
mereka lebih kecil dari Anda. Akan tetapi mereka memiliki kekuatan ilmu, cahaya
keyakinan, dan cita-cita tinggi dalam urusan agama. Sehingga mereka mampu melakukan
mujahadah (perjuangan melawan nafsu) dan tetap menempati kedudukan tersebut.
Oleh karena itu, lihatlah diri Anda. Semoga Allah memberikan rahmat pada kita
semua. Obatilah diri Anda dari penyakit yang sulit disembuhkan ini. Semoga Anda
beruntung.
Setelah mengutarakan semua ini kami akan
menerangkan hal penting yang bisa bersemayam dalam hati, jika Anda mau
mengingat dan mencukupi ongkos yang diperlukannya. Di samping itu Anda juga
akan melihat jalan kebenaran yang nyata jika mau merenung dan beramal dengannya.
Semoga Allah memberikan taufik kepada
kita semua.
Pertama, sebaiknya Anda mengetahui bahwa Allah Swt.
telah menjamin semua rezeki bagi hamba-Nya di dalam Lauh Mahfuzh. Allah telah
menjamin rezeki dan menanggungnya bagi Anda. Apa yang akan Anda katakan jika
ada seorang penguasa di dunia yang akan menjamu Anda malam ini dan ia sudah
mengundang Anda untuk makan. Sedangkan Anda berprasangka baik bahwa ia adalah
orang yang jujur, tak pernah bohong dan ingkar janji. Bahkan seandainya ada
seorang pedagang pasar yang menjanjikan hal itu, atau mungkin orang Yahudi,
Nasrani atau bahkan Majusi yang belum Anda ketahui dengan pasti serta masih
perlu berhati-hati dengan ucapannya, Bukankah Anda percaya pada janjinya dan
merasa tenang dengan ucapannya. Lalu Anda tak lagi memperdulikan urusan
makanan, karena sepenuhnya percaya sepenuhnya kepada orang tersebut di malam
itu.
Kemudian apa yang terjadi dengan Anda?
Bukankah Allah telah berjanji akan menjamin rezeki Anda dan menanggung hal itu
bagi Anda? Bahkan Dia telah bersumpah berulangkali. Kenapa Anda tidak merasa
tenteram dengan janji-Nya dan tidak merasa tenang dengan firman dan
janiman-Nya? Anda tidak melihat bagaimana Dia membagi rezeki. Bahkan hati Anda
berguncang dan merasa sedih. Alangkah malunyajika Anda melihat kenyataan
sebenarnya. Alangkah besarnya musibah ini jika Anda mengetahui keadaan yang
sebenarnya.
Diceritakan dari sahabat Ali bin Abu
Thalib. Beliau berkata:
Adakah kau mencari rezeki Allah dari
orang lain
dan merasa aman dari kesudahan yang menakutkan.
Apakah kau rela dengan penukar uang yang
akan menjaminmu walau dia seorang musyrik
dan tidak rela dengan jaminan yang
diberikan Tuhanmu? Seakan-akan kau tidak membaca apa yang tertulis dalam
kitab-Nya sehingga pagi-pagi sudah berpindah keyakinan secara terang-terangan.
Jika melihat makna semua ini, jelaslah
bahwa urusan rezeki Japat menyeret seseorang ke arah kebimbangan dan syubhat
(hal meragukan) yang mengkhawatirkan pemiliknya kehilangan makrifat dan agama.
Karena makna seperti ini pula, Allah Swt.
befirman:
Artinya: “Dan hanya kepada Allah
hendaknya kamu bertawakal jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Q.S.
Al-Maaidah: 23)
Dia juga berfirman:
Artinya: “Dan hanya kepada Allah sajalah
hendaknya orang-orang mukmin itu bertawakal.” (Q.S. At-Taubah: 51)
Cukuplah kiranya satu keterangan singkat
ini bagi seorang mukmin yang mementingkan urusan agamanya.
Tiada daya dan upaya melainkan dengan
pertolongan Allah yang Maha Luhur lagi Maha Agung.
Kedua, hendaknya Anda mengetahui bahwa rezeki itu
telah dibagi. Hal itu sudah jelas disebutksn dalam Al-Qur’an dan berbagai hadis
Rasul Saw.
Anda juga harus tahu bahwa rezeki
tersebut tidak dapat diganti dan diubah. Jika Anda mengingkari pembagian
tersebut dan menganggap mungkin bisa berkurang, berarti Anda telah mengetuk
pintu kekufuran. Naudzubillah. Jika Anda tahu bahwa hal itu benar-benar tidak
dapat diubah, untuk apa mementingkan dan mencari (rezeki). Tidak ada yang
diperoleh selain kehinaan dan kenistaan di dunia serta kesulitan dan kerugian
di akhirat.
Karena itulah Rasul Saw. Bersabda:
Artinya: “Telah tertulis di atas punggung
ikan dan sapi, rezeki untuk si fulan. Jadi orang yang rakus tidak akan mendapat
tambahan selain kepayahan.”
Dalam hal ini guru kami berkata:
“Sesungguhnya apa yang telah ditakdirkan menjadi kunyahanmu tidak akan dikunyah
orang lain. Karena itu, makanlah rezekimu dengan kemuliaan dan jangan
memakannya’dengan kehinaan.
Ini adalah keterangan ringkas yang
memuaskan bagi orang-orang yang jantan.
Ketiga, apa yang kudengar dari guru kami Imam
Haramain yang menceritakan Al-Ustadz Abu Ishaq rahimahullah. Beliau berkata:
“Sebenarnya di antara hal yang membuat diriku puas dalam urusan rezeki adalah
karena aku mengingat dan berkata dalam hati. Bukankah rezeki ini diperuntukkan
bagi makhluk yang masih hidup. Sedangkan orang yang telah mati tidak
mendapatkan rezeki.” Jika kehidupan seorang hamba berada di dalam gudang Allah
dan di bawah kekuasaan-Nya, berarti seperti itu pula urusan rezeki. Bila Dia
menghendaki tentu Dia memberiku rezeki. Sedangkan hal itu belum jelas bagiku.
Kuserahkan hal itu kepada Allah yang akan mengaturnya sesuai apa yang Ia
kehendaki. Aku akan merasa tenang dalam masalah ini.
Keterangan singkat ini lembut sekali dan
memuaskan para ahli tahqiq.
Sesungguhnya Allah menjamin rezeki
seluruh hamba dan yang Dia jamin adalah rezeki madhmun, berupa bahan penguat
dan pendidikan. Rezeki madmun inilah yang menjadi penguat dan bahan persiapan
untuk taat.
Adapun mengenai bermacam penyebab seperti
makanan dan rainuman, maka jika seorang hamba menfokuskan diri untuk beribadah
kepada Allah dan menyerahkan diri (bertawakal) kepada-Nya, bisa saja
penyebab-penyebab tersebut tertahan darinya.
Dia tidak perlu mempersiapkan hal itu dan
merasa jemu, karena ja tahu benar bahwa jaminan mendapat penguat tubuh dan
tawakal kepada Allah hanya berhubungan dengan tegaknya tubuh, tidak ada
hubungannya dengan yang lain. Hal yang ditunggu-tunggu dari Allah hanya itu.
Sesungguhnya Allah pasti memberinya kekuatan agar ia bisa memenuhi hak-hak
ibadah dan pengabdian selama umur serta tuntutan beribadah masih ada padanya.
Bantuan semacam inilah yang menjadi tujuan. Dan Allah Maha kuasa terhadap apa
yang Ia kehendaki. Jika menghendaki, Dia akan memberi penguat tubuh hamba-Nya
dengan perantara makanan dan minuman. Atau dengan tanah liat dan debu. Atau
dengan tasbih dan tahlil seperti halnya para malaikat. Dan jika menghendaki,
Dia akan memberi penguat tanpa perantara semua itu. Yang dicari seorang hamba
tidak lain hanyalah penguat tubuh dan kekuatan untuk beribadah, bukan makan dan
minum, syahwat dan keinginan yang menggebu serta merasakan kenikmatan. Jadi,
semua penyebab itu di luar perhitungannya. Oleh karena itu, orang-orang yang
tekun beribadah dan berzuhud mampu menempuh berbagai perjalanan serta melipat
malam dan siang. Di antara mereka ada yang tidak makan selama sepuluh hari. Ada
yang tidak makan selama satu atau dua bulan dan mereka tetap kuat seperti
biasa.
Di antara mereka ada yang menelan pasir,
lalu Allah menjadikannya sebagai bahan penguat, seperti cerita tentang Sufyan
Ats-Tsauri. Beliau kehabisan bekal di Mekkah dan hidup dengan memakan pasir
selama lima belas hari.
Abu Mu’awiyah Al-Aswad berkata: “Aku
melihat Ibrahim bin Adham memakan tanah liat selama dua puluh hari.”
Diceritakan dari Al-A’masy, beliau berkata:
“Ibrahim At-Taimi berkata kepadaku, ‘Aku belum makan selama satu bulan’” Aku
bertanya: “Satu bulan?” Ibrahim menjawab: “Tidak. Sebenarnya malah dua bulan,
hanya saja seseorang bersumpah demi Allah agar aku memakan setangkai anggur,
lalu aku memakannya dan perutku terasa sakit,”
Menurutku Anda tidak perlu heran terhadap
hal semacam ini. Sesungguhnya Allah mampu mewujudkan apa yang Dia hendaki
seperti halnya orang yang sedang sakit. Ia tidak makan Selama sebulan dan
terlihat masih hidup. Apapun yang terjadi
orang yang sedang sakit tentu lebih lemah
keadaannya dan lebih lembek ketimbang orang yang sehat.
Adapun orang yang mati kelaparan, itu
adalah ajal yang mendatanginya, sama halnya dengan orang yang mati kekenyangan.
Aku pernah mendengar bahwa Abu Sa’id
Al-Kharraz rahimahullah berkata: “Seperti biasanya, Allah memberiku makan tiga
hari sekali. Lalu aku masuk ke pedalaman. Sudah lebih dari tiga hari aku tidak
makan. Pada hari keempat aku merasa lemas dan duduk di tempatku berada saat
itu. Tiba-tiba terdengar hatif (Suara tanpa rupa): “Hai Abu Said! Apa yang
lebih kamu sukai, penyebab atau kekuatan?” Aku menjawab: “Tidak. Aku tidak
butuh selain kekuatan.” Lalu aku berdiri perlahan-lahan dan bisa mengangkat
tubuh. Akupun tinggal selama dua belas hari tanpa makan, dan aku tidak merasa
sakit karenanya.”
Sedangkan bila seorang hamba melihat
penyebab yang tertahan untuknya dan mengetahui ada perasaan tawakal dalam
dirinya, maka yakinlah bahwa Allah akan memberinya kekuatan. Jangan merasa
bosan dengan hal semacam itu, tapi sudah seharusnya ia bersyukur kepada Allah
dalam hal ini dengan syukur yang sebanyak mungkin. Karena sesungguhnya ia
mendapat anugerah dan perlakuan yang halus tanpa mengeluarkan biaya tapi
mendapat pertolongan. Dia berhasil mendapatkan inti dan tujuan, terhindar dari
hal berat dan perantara, terlepas dari ketergantungan pada kebiasaan.
Allah memperlihatkan jalan kekuasaan dan
menyamakan keadaannya dengan para malaikat. Allah mengangkatnya dari tingkatan
hewan dan orang lain pada umumnya dengan kemuliaan tersebut.
Renungkanlah inti yang penting ini
niscaya insya Allah Anda memperoleh keuntungan yang banyak dan agung.
Aku (Al-Ghazali) menambahkan: “Mungkin
Anda akan berkata bahwa dalam membahas masalah rezeki ini terlalu berlebihan
sehingga melenceng dari tujuan utama kitab ini.”
Menurutku, demi Sifat Hayat Allah, apa
yang Anda katakan terlalu berlebihan ini sangatlah sedikit dibanding kebutuhan
segi kebutuhannya. Sebab masalah ini sangat diperlukan dalam beribadah, bahkan
menjadi pusat urusan dunia dan peribadatan. Siapa saja yang menganggap penting
masalah ibadah hendaklah berpegang teguh dengan keterangan ini serta memelihara
hakhaknya. Jika tidak, tentu ia semakin menjauh dari tujuan.
Termasuk hal yang menunjukkan kewaspadaan
para ulama akhirat yang telah mencapai kedudukan makrifat billah adalah
bahwasanya mereka membangun urusan di atas rasa tawakal kepada Allah,
meluangkan waktu khusus untuk beribadah kepada Allah dan menyingkirkan semua
rintangan. Banyak di antara mereka yang menyusun kitab dan tidak sedikit pula
yang meninggalkan wasiat. Lalu Allah mengirim beberapa pembantu berupa
pemimpin-pemimpin dan para sahabat sehingga kebaikan yang murni mengalir begitu
saja bagi mereka, yaitu melakukan kegiatan yang tidak bisa dilakukan oleh sekelompok
imam yang zahid dari aliran Kiramiyah, karena mereka membangun mazhab di atas
dasar yang tidak lurus.
Kemuliaan kita takkan hilang selama masih
berpijak pada jalan para imam yang keluar (telah lulus) dari tempat-tempat
ibadah dan madrasah kita. Di antara mereka ada yang menjadi pemuka di bidang
pengetahuan seperti Al-Ustadz Abu Ishaq, Abu Hamid, Abu Ath-Thayyib, Ibnu
Faurak, guru kita Abu Bakr AlWarraq, dan pemuka-pemuka yang lain. Ada ulama
yang tekun beribadah seperti Abu Ishag Asy-Syairazi, Abu Sa’id Ash-Shuffi,
Naser Al-Muqaddasi dan imam-imam lain yang lebih unggul dalam ilmu dan
kezuhudannya hingga sampai pada orang-orang berhati lemah dan berlumur
ketergantungan seperti kita, yang bahayanya lebih banyak ketimbang manfaat yang
ditimbulkannya.
Akhirnya urusan agama semakin mundur,
cita-cita menjadi Pupus, keberkahan pergi melayang, rasa lezat dan manisnya
ibadah hilang musnah, dan seseorang nyaris tidak memiliki ibadah yang bersih
atau berhasil mendapatkan ilmu dan hakekat.
Seberkas sinar yang nampak pada diri kami
saat ini tak lain berasal dari orang yang masih berpijak pada jalan ulama-ulama
salaf dan guru-guru kami terdahulu seperti Harts Alk-Muhaasibi, Muhammad bin
Idris Asy-Syafi ‘i, Imam Muzani, Harmalah, dan pemuka-pemuka agama yang lain
rahimahumullah.
Seperti dikatakan seorang penyair, mereka
(para ulama) adalah:
Mereka tidak bersahabat dengan hari
kecuali tetap menjaga diri dan tidak dapat menjauh dari kecintaan Tuhan mereka.
Mereka adalah orang-orang yang mulia,
terpercaya dan banyak mendapat petunjuk.
Mereka menjadikan Tuan segala tuan
(Tuhan) sebagai tujuan.
Ikatan kesabaran akan terurai bagi orang
yang bersabar.
Dan tak satupun ikatan hari-hari mereka
yang terurai.
Pada awalnya kita menjadi raja, lalu
berubah menjadi rakyat. Mula-mula kita penunggang kuda, lalu berubah menjadi
pejalan kaki. Semoga saja kita sama sekali tidak terputus dari jalan Allah.
Hanya Allah tempat memohon pertolongan,
dalam menghadapi berbagai musibah. Dia-lah tempat meminta. Semoga Dia tidak
mencabut sisa ilmu ini. Ssungguhnya Dia Maha Pemurah, Maha Mulia, Maha Pemberi
anugerah, dan Maha Pengasih. Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan
Allah yang Maha Luhur dan Maha Agung.
Adapun tafwidh (penyerahan diri), maka
renungkanlah dua hal penting di dalamnya.
Pertama, Anda harus tahu bahwa memilih itu tidak layak
dilakukan kecuali oleh orang-orang yang sudah mengetahui sebuah perkara dari
segala sisi, baik lahir maupun batin, keadaan ataupun akibatnya. Jika tidak,
tentu dia tidak tahu bahwa dirinya telah memilih kerusakan dan kehancuran serta
meninggalkan hal yang berisi kebaikan dan kemaslahatan.
Apakah Anda tidak melihat bagaimana
seandainya diri Anda berkata kepada seorang penduduk desa atau penggembala
kambing: “Tolong pilihkan dirham-dirham ini dan bedakan antara yang baik dan
buruk untukku!” Orang tersebut pasti tidak bisa membedakannya. Kalaupun Anda
mengatakan hal itu kepada seorang pedagang pasar yang tidak terbiasa menukar
uang, terkadang ia pun kesulitan membedakannya. Kalau begitu Anda tidak merasa
tenteram selain menyerahkan pekerjaan itu kepada penukar uang yang tahu benar
dengan emas dan perak serta ciri masing-masing.
Pengetahuan yang lebih mencakup semua hal
dari segala segi seperti ini tidak pantas dimiliki oleh selain Penguasa alam
semesta.. Jadi, tak seorangpun berhak memilihkan dan mengatur selain Allah yang
Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya.
Oleh karena itu Allah berfirman:
Artinya: “Dan Tuhanmu menciptakan apa
yang Dia kehendaki dan memilihkannya. sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka.”
(Q.S. Al-Qashash: 69) Kemudian Dia melanjutkan:
Artinya: “Dan Tuhanmu mengetahui apa yang
disembunyikan (di dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan.” (Q.S.
Al-Qashash: 69)
Dikisahkan bahwa seorang saleh menerima
ilham dari Allah: “Mintalah! Pasti kamu diberi.” Dania termasuk orang yang
mendapat taufik. Oleh karena itu dia berkata. “Sesungguhnya Dzat yang lebih
mengetahui segalanya berfirman kepada orang yang tidak tahu apa-apa.” Allah
berfirman: “Mintalah! Pasti kamu diberi.” ia menjawab: “Aku tidak tahu apa yang
baik agar kupmta, tapi pilihkanlah hal itu untukku.”
Camkan hal ini baik-baik.
Kedua, apa yang Anda katakan bila ada seorang lelaki
yang berkata pada Anda: “Aku akan menyelesaikan semua urusanmy dan mengatur
kebaikan-kebaikan yang kamu butuhkan. Karena itu serahkanlah semua urusanmu
kepadaku dan sibukkan dirimu dengan sesuatu yang dapat menolongmu.” Lelaki
tersebut adalah orang yang terpandai di antara orang banyak pada zaman Anda,
paling bijaksana, paling kuat, paling belas kasih, paling terjaga, paling benar
(terpercaya) dan paling setia (memenuhi janji) di antara mereka. Apakah Anda
tidak mengambil kesempatan itu dan menganggapnya sebagai kenikmatan paling
agung, sebagai sebuah anugerah terbesar dan mengucapkan terimakasih yang setimpal
serta menyanjungnya dengan pujian terbaik?
Kemudian, jika ia memilihkan sesuatu yang
Anda lihat tidak ada baiknya, Anda tidak merasa jemu bahkan lebih percaya dan
lebih mantap pada pengaturannya. Anda pun tahu bahwa ia tidak akan memilihkan
sesuatu kecuali yang terbaik dan tidak akan melihat selain kebaikan pada diri
Anda. Apa yang terjadi setelah semua urusan Anda serahkan kepadanya dan ia mau
menjamin hal itu?
Lalu kenapa Anda tidak menyerahkan segala
urusan kepada Allah Penguasa alam semesta. Sedangkan Dia adalah Dzat yang
mengatur segala urusan dari langit sampai bumi. Dia terpandai di antara para
ilmuan, paling mampu di antara orang-orang yang mampu, lebih kasih sayang di
antara para pengasih, dan terkaya di antara orang-orang kaya, agar Dia memilihkan
untuk Anda dengan kelembutan ilmu-Nya dan kebaikan (kerapian) cara pengaturnya,
sesuatu yang tidak tersentuh oleh pengetahuan Anda dan tidak terlintas dalam
pikiran Anda. Setelah itu sibukkanlah diri Anda dengan pekerjaan yang dapat
menolong Anda di hari esok.
Jika Dia memilihkan untuk Anda sesuatu
yang belum Anda ketahui rahasianya, hendaknya Anda merelakan hal itu dan merasa
tenang kepadanya apapun yang terjadi, sebab pilihan Allah tentu yang terbaik.
Karena itu, renungkanlah! Semoga Anda mendapat petunjuk. Hanya Allah tempat
memohon taufik.
Rela dengan Takdir
Cobalah Anda renungkan dua hal pokok yang
bisa memuaskan ini.
Pertama, faedah kerelaan yang didapat dengan seketika
dan yang akan diperoleh di kemudian hari.
Faedah yang diperoleh dengan seketika
adalah kosongnya hati dan berkurangnya keprihatinan yang tiada guna. Karena
itulah sebagian besar orang zuhud berkata: “Jika takdir Allah telah nyata,
niscaya keprihatinan itu tiada guna.” Dasar ungkapan ini adalah hadis Nabi Saw.
Beliau berkata kepada Ibnu Mas’ud r.a.:
Artinya: “Kurangi keprihatinanmu. Apa
yang telah ditakdirkan pasti terjadi, dan apa yang tidak ditakdirkan pasti
tidak akan datang padamu.”
Ini adalah ucapan kenabian yang bersifat
umum tapi cukup memadai, ringkas dan padat.
Adapun faedah yang akan diperoleh di
kemudian hari adalah pahala dan kerelaan Allah. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Allah meridai mereka, dan
mereka pun rida kepada-Nya.” (Q.S. At-Taubah: 100)
Kebencian terhadap takdir akan
menimbulkan keprihatinan, kesedihan dan rasa jemu dengan seketika serta dosa
dan siksaan di kemudian hari yang tiada berguna, Sebab takdir Allah pasti
berlaku dan tidak mungkin berpaling karena keprihatinan dan kebencian Anda,
seperti dikatakan seorang penyair:
Wahai nafsu! Bersabarlah dari apa yang
telah ditakdirkan,
niscaya kamu terbebas dari sesuatu yang
tidak ditakdirkan.
Lihatlah kenyataan! Sesungguhnya hal yang
telah ditakdirkan
pasti terwujud untukmu baik kamu bersabar
atau tidak.
Orang yang memiliki akal tentu tidak akan
memilih keprihatinan yang tidak berguna, mendapatkan dosa dan siksaan,
meninggalkan hati yang nyaman dan pahala di dalam surga.
Kedua, kekhawatiran yang terdapat di
dalam kebencian, bahaya, kekufuran dan kemunafikan di dalamnya jika tidak
diikuti oleh rahmat dari Allah.
Renungkan juga firman Allah di bawah ini:
Artinya: “Maka demi Tuhanmu. Mereka (Pada
hakekatnya) tidak beriman sampai mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara
yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.” (Q.S. An-Nisaa’: 65)
Dalam ayat ini keimanan ditiadakan dan
Allah bersumpah bahwasanya orang yang membenci dan merasa keberatan terhadap
keputusan Rasulullah Saw. tidak memiliki rasa iman. Lalu bagaimana dengan orang
yang membenci keputusan (takdir) Allah?
Telah kami ceritakan bahwa Allah Swt.
berfirman (dalam hadis qudsi):
Artinya: “Barangsiapa tidak rela dengan
keputusan-Ku, tidak bersabar atas cobaan-Ku dan tidak bersyukur atas nikmat-nikmatKu
hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku.”
Ada yang mengatakan bahwa seakan-akan
Allah berfirman: “Orang ini tidak merelakan Aku menjadi Tuhannya ketika dia
marah, karena itu hendaklah ia membuat tuhan lain yang ia relakan.”
Ayat ini merupakan sebuah ancaman yang
sangat tajam dan menakutkan bagi orang yang berakal.
Benar sekali apa yang dikatakan oleh
seorang ulama salaf saat beliau ditanya: “Apa yang dinamakan pengabdian dan
ketuhanan itu?” Beliau menjawab: “Tuhan itu berhak memutuskan dan seorang hamba
berhak merelakannya.” Jika Tuhan memutuskan dan hamba itu tidak merelakannya,
maka tidak ada pengabdian dan tidak ada ketuhanan. Karena itu, renungkanlah hal
penting ini dan lihatlah diri Anda sendiri, semoga Anda selamat dengan
pertolongan Allah dan taufik-Nya.
Kesabaran adalah obat yang pahit dan
minuman yang tidak menyenangkan namun mengandung berkah, mendatangkan banyak
kegunaan dan menolak setiap bahaya dari Anda. Karena itu, jika ada obat yang
ciri-cirinya semacam ini, tentu orang yang berakal akan memaksakan diri untuk
meminum dan menelannya, menahan rasa pahit dan bau yang menyengat darinya
kemudian berkata: “Kepahitan sesaat berarti rasa nyaman setahun.”
Manfaat yang Diperoleh dengan Kesabaran
Ketahuilah bahwa sabar itu ada empat
macam:
– Sabar menjalankan ketaatan
– Sabar menjauhi maksiat
– Sabar menjauhi kelebihan dunia
–
Sabar menghadapi ujian dan berbagai musibah.
Jika sesorang telah mampu menahan
pahitnya kesabaran dan ia bersabar di dalam empat tempat ini, berarti ia telah
berhasil mendapatkan ketaatan dan berbagai macam tingkatannya seperti istiqamah
dan menerima pahala yang agung di hari kemudian. Ia tidak akan terjerumus dalam
kemaksiatan dan berbagai bencananya di dunia serta imbasnya kelak di akhirat.
Ia tidak diuji dengan mencari keduniaan, tidak disibukkan di dunia dan tuntutan
di akhirat karenanya. Pahala sesuatu yang diujikan kepadanya dan apa yang ia
tinggalkan tidak akan terhapus. Dengan begitu, karena kesabarannya tadi ia bisa
mendapatkan ketaatan, berbagai tingkatan yang mulia, pahala, ketakwaan,
kezuhudan, pengganti dan pahala yang agung dari Allah.
Rincian keterangan di atas adalah sesuatu
yang hanya diketahui oleh Allah.
Bahaya yang Ditolak oleh Kesabaran
Mula-mula ia akan terbebas dari
berkeluh-kesah dan penderitaannya di dunia, kemudian terbebas dari dosa dan
siksaannya di akhirat.
Adapun orang yang tidak mampu bersabar
dan memilih jalan berkeluh-kesah, maka ia akan kehilangan semua manfaat dan
menemui berbagai bahaya. Sebab ia tidak bersabar menjalankan beratnya ketaatan,
lalu ia tidak menjalankannya. Ia tidak bersabar memelihara taatnya, lalu ia
meleburnya. Atau ia tidak sabar melangsungkan ketaatannya sehingga tidak sampai
pada kedudukan tertinggi, yakni istiqamah. Atau ia tidak sabar menjauhi maksiat
lalu terjerumus di dalamnya. Atau tidak mampu menjauhi kelebihan dunia lalu ia
sbuk mencarinya. Atau ia tidak sabar menghadapi musibah dan terrhalang dari
pahala kesabaran.
Kadang-kadang ia banyak mengeluh sehingga
kehilangan pengganti karenanya. Ia pun mendapatkan dua musibah, yakni
kehilangan sesuatu dan kehilangan pahala, pengganti, menerima hal yang tidak
menyenangkan dan terhalang dari kesabaran.
Ada yang mengatakan: “Kehilangan
kesabaran menghadapi musibah lebih berat daripada musibah itu sendiri.”
Lalu apa gunanya sesuatu yang dapat
menghilangkan apa yang sudah ada dan tidak dapat mengembalikan sesuatu yang
telah hilang? Karena itu usahakan jika Anda kehilangan salah satunya jangan
sampai kehilangan yang satunya lagi.
Di antara ungkapan yang mencakup hal ini
adalah apa yang kami riwayatkan dari sahabat Ali bin Abu Thalib k.w. bahwa
beliau menjenguk seorang laki-laki dan berkata: “Jika kamu bersabar maka takdir
Allah akan terjadi padamu dan kamu diberi pahala. Jika kamu mengeluh maka
takdir Allah akan terjadi padamu dan kamu menanggung dosa.”
Kesimpulannya adalah: Sesungguhnya memutuskan hati
dari berbagai ketergantungan yang sudah lazim akan mencegah nafsu dari
kebiasaan yang sudah tertanam kuat dengan kemurnian tawakkal kepada Allah yang
Maha Agung Asma-Nya, tidak merancang segala sesuatu dan menyerahkannya kepada
Allah tanpa mengetahui rahasia yang tersimpan di dalamnya, menahan nafsu dari
kebencian dan keluhan yang selalu diburunya, memaksa nafsu dengan kendali
“rela” dan menelan pahitnya kesabaran yang selalu dijauhinya adalah hal yang
pahit, pengobatan yang sangat keras dan sebuah beban berat, tapi juga aturan
yang benar dan sebuah jalan yang lurus. Akibatnya juga terpuji dan mengalami
keadaan yang menguntungkan.
Apa yang Anda katakan jika ada orang tua
yang penuh kasih Sayang dan kaya mencegah anaknya tercinta dari makan kurma
atau apel karena ia sedang menderita sakit mata? Kemudian ia menyerahkannya
kepada seorang guru yang keras, yang mendidik dan menahannya sepanjang hari di
hadapan beliau sampai ia bosan lalu membawanya ke tukang canduk sampai ia
merasa kesakitan dan gelisah? Apakah orang tua tersebut mencegahnya karena
pelit? Bagaimana mungkin, sementara ia memberi orang lain dan melapangkan
mereka. Atau mungkinkah, karena ia berlaku keras kepada anaknya? Padahal ia menyimpan
apa yang dimiliki untuk anaknya.
Atau mungkinkah orang tua tersebut
bermaksud menyakiti anaknya karena marah? Bagaimana mungkin, sedangkan anak itu
adalah penyejuk mata dan buah hatinya yang seandainya ditiup angin saja ia akan
merasa sangat kasihan?
Tidak. Orang tua itu melakukan semua ini
karena ia melihat itulah yang terbaik untuk anaknya. Dengan sedikit jerih payah
ini anak itu akan memperoleh banyak kebaikan dan mendapatkan manfaat yang
sangat besar.
Apa yang Anda katakan jika ada seorang
dokter ahli yang memberi nasehat dan mencintai pasiennya, lalu ia melarang
pasien tersebut minum air, sementara ia sangat dahaga dan kerongkongannya
seperti terbakar dan malah memberinya obat pahit yang sangat dibencinya dan
membuat diri (pasiennya) mengeluh? Adakah dokter itu melakukannya karena ia
memusuhi dan ingin menyakitinya? Tidak. Tapi ia bermaksud memberi nasehat dan
berbuat baik, karena ia tahu pasti bahwa jika ia memberikan keinginan pasiennya
berarti itulah saat kehancurannya dan ia memberikan kebinasaan kepadanya. Dan
dengan mencegahnya berarti itulah obat dan kelangsungan hidupnya.
Renungkanlah wahai orang yang jantan.
Apabila Allah menahan sepotong roti atau satu dirham dari Anda, sementara Anda
tahu dengan nyata bahwa Dia memiliki apa yang Anda inginkan dan mampu
menentukannya untuk Anda. Dia juga memiliki kemurahan, anugerah dan mengetahui
keadaan Anda sehingga tidak ada sesuatupun yang samar dari-Nya.
Allah tidak miskin, tidak lemah dan tidak
ada yang tersembunyi dari semua itu. Maha Suci Allah. Dia lebih kaya dari
prang-orang kaya, lebih mampu dari orang-orang yang mampu, febih pandai dari
para ulama dan lebih pemurah dari para pemurah.
Maka dengan semua itu Anda benar bahwa
sesungguhnya Dia tidak akan mencegah Anda kecuali karena hal itu baik dan
menjadi pilihan-Nya. Bagaimana tidak jika Dia telah berfirman:
Artinya: “Dia menciptakan untukmu semua
yang ada di bumi.” (Q.S. al-Baqarah: 29)
Bagaimana tidak jika Dia bermurah hati
dengan memberi kemakrifatan pada Anda, sesuatu yang dapat merusak dunia dengan
berbagai rahasianya?
Dalam sebuah hadis diterangkan:
Artinya: “Sesungguhnya Allah berfirman,
“Sungguh Aku melindungi kekasih-kekasih-Ku dari kenikmatan dunia seperti halnya
penggembala yang penuh kasih melindungi ontanya dari tempat kurap berkembang
biak.”
Tika Dia menguji Anda dengan sebuah
kesulitan maka Yakinlah bahwa Dia tidak memerlukan ujian dan cobaan Anda. Dia
Maha Tahu keadaan Anda, Maha Melihat kelemahan Anda dan Dia lebih mengasihi
Anda. Apakah Anda tidak mendengar Nabi Saw. pernah bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya Allah lebih
mengasihi hamba-Nya yang beriman dibanding dari seorang ibu yang penuh kasih
terhadap anaknya.”
Jika telah mengetahui maka Anda pasti
mengerti bahwa Dia tidak menurunkan sesuatu yang tidak menyenangkan ini kecuali
karena adanya kebaikan, akan tetapi Anda tidak mengetahui kebaikan tersebut
sedangkan Dia tahu akan hal itu. Karenanya Anda melihat Dia sering
memperbanyak.ujian untuk kekasih pilihan-Nya, yakni hamba-Nya yang paling
mulia. Sampai-sampai Nabi Saw. bersabda:
Artinya: “Apabila Allah mencintai suatu
kaum tentu Dia menguji mereka.”
Beliau juga bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya manusia yang
paling banyak menerima cobaan adalah para nabi, lalu para rasul, kemudian orang
yang sederajat dengan mereka, dan seterusnya.”
Jika Anda melihat Allah menahan dunia
dari Anda atau memperbanyak kesulitan dan cobaan kepada Anda, maka ketahuilah
bahwa Anda sungguh mulia di hadapan-Nya dan menempati kedudukan tinggi di
sisi-Nya. Dia menempatkan Anda pada jalan yang dilalui para kekasih-Nya. Dia
Melihat Anda dan tidak membutuhkan semua itu.
Apakah Anda tidak mendengar firman-Nya:
Artinya: “Dan bersabarlah menunggu
keputusan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami.” (Q.S.
AthThuur: 48)
Lihatlah anugerah yang diberikan-Nya
kepada Anda dan kebaikan yang dipelihara-Nya untuk Anda. Dia juga memperbanyak
pahala dan menempatkan Anda pada derajat orang-orang baik dan mulia di
hadapan-Nya. Anda pun melihat kesudahan yang terpuji dan pemberian yang agung.
Hanya Allah yang menguasai taufik dengan
anugerah-Nya.
Secara singkat, jika Anda sudah tahu dan
merasa yakin bahwa Allah-lah Dzat yang secara penuh menjamin rezeki yang mau
tidak mau Anda perlukan untuk kelestarian hidup Anda dan pelaksanaan ibadah
kepada-Nya. Dia mampu melakukan apa yang Dia kehendaki apapun yang
diinginkan-Nya. Dia Maha Melihat kebutuhan Anda, keadaan demi keadaan dan waktu
demi waktu. Maka Anda pun percaya dengan jaminan-Nya yang nyata, pada janji-Nya
yang tepat dan hati Anda pun tenang karenanya. Anda juga berpaling, tidak
mengingat berbagai ketergantungan dan penyebab serta ketergantungan hati kepada
berbagai penyebab. Karena ketergantungan tersebut tidak bisa mencukupi Anda
tanpa adanya Allah Swt., karena Dia-lah yang dah kita memakan dan meminumnya.
Kemudin Allah jualah yang membuatnya terasa enak dan membuat nyaman. Dia juga
Dzat yang mempertemukan Anda dengan kekuatan dan tannya, menolak keberatan dan
bahaya-Nya. Dia-lah yang memperkaya dan mencukupi Anda dengannya jika Dia
menghendaki. Dengan demikian segala sesuatu kembali kepadaNya, Yang Maha Esa
dan tiada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu, bertawakallah kepada-Nya, jangan
bertawakal kepada yang lain.
Di samping itu Anda juga tidak usah
merancang semua urusan Anda. Serahkan semuanya kepada Allah, Dzat yang mengatur
langit dan bumi. Kosongkan diri Anda dari sesuatu yanp tidak terjangkau
pengetahuan dan pikiran Anda, yakni urusan yang terjadi esok pagi. Juga dari
pemikiran tentang sesuatu yang akan ditemui atau tidak di keesokan hari, dan
bagaimana hal itu akan terjadi.
Hendaknya mencukupkan diri, tidak
berangan-angan dan berandai-andai, karena hal itu hanya membuat hati Anda sibuk
dan menyia-nyiakan waktu yang mulia di dalamnya. Boleh jadi Anda menemukan
sesuatu yang sama sekali tidak terbersit dalam benak Anda. Maka apa yang telah
Anda pikirkan, Anda rancang, waktu Anda yang mahal terbuang percuma di dalamnya
sama sekali tidak berguna, tidak bermanfaat, bahkan menjadi suatu kerugian yang
akan Anda sesali. Anda juga rugi karena telah menyibukkan hati dan
menyia-nyiakan umur di dalamnya.
Seorang ulama yang zuhud bersyair
sehubungan dengan arti seperti di atas:
Telah terdahulu keputusan dan kepastian
dari Allah. Istirahatkan (kosongkan) hatimu dari kata ‘kalau’ dan kata
‘seandainya.’
Ulama yang lain berkata:
Apa yang sudah ditetapkan akan terjadi
pada waktunya.
Orang-orang bodoh bersusah payah dan
bersedih hati.
Mungkin sesuatu yang kamu takutkan tidak
terjadi dan mungkin
Juga apa yang kamu harapkan tidak
terwujud.”
Lalu dengan cepat Anda berkata pada diri
sendiri: “Wahai diriku! Tidak mungkin ada sesuatu yang menimpa kita selain apa
yang telah ditakdirkan Allah untuk kita. Dia-lah Tuhan kita. Dia yang mencukupi
kita dan Dia-lah sebaikbaik Dzat untuk memasrahkan diri, karena Dia Maha Kuasa
dan kekuasaan-Nya tidak terbatas. Dia Maha Bijaksana dan kebijaksanaan-Nya
tidak terbatas, dan Maha Pengasih yang tiada batasnya.
Orang yang mempunyai sifat-sifat seperti
di atas benar-benar telah bertawakal kepada Allah dan menyerahkan segala urusan
kepada-Nya. Oleh karena itu, hendaklah Anda selalu berserah diri.
Begitu pula Anda seharusnya memantapkan
hati bahwa apa yang telah diputuskan oleh Allah itulah yang paling cocok dan
terbaik walaupun hal itu tidak terjangkau pemikiran kita, bagaimana caranya dan
apa rahasianya. Lalu Anda berkata pada diri sendiri: “Wahai diriku! Apa yang
telah ditakdirkan pasti terjadi. Karena itu tiada gunanya merasa benci. Pilihan
tetap jatuh pada apa yang dibuat Allah dan tiada jalan untuk membencinya.
Bukankah kamu pernah berkata: ‘Aku rela Allah menjadi Tuhanku. Kenapa kamu
tidak rela dengan keputusan (takdir)Nya? Padahal takdir termasuk urusan
ketuhanan dan.itu adalah hak ketuhanan (Allah). Karena itu relakanlah.”
Begitu juga jika Anda tertimpa musibah
dan mengalami hal yang tidak menyenangkan sebaiknya Anda menahan nafsu dan
membatasi hati agar tidak sampai mengeluh. Jangan menampakkan pengaduan dan
kesedihan apalagi saat pertama kali mengalaminya. Karena segala sesuatu
tergantung pada saat semuanya dimulai, sementara pada saat itu nafsu selalu
tergesa-gesa dengan kebiasaannya mengeluh.
Kemudian Anda berkata pada diri sendiri:
“Wahai diriku! Semua ini telah terjadi. Tidak ada upaya yang bisa mencegahnya,
Allah telah mencegah bahaya yang lebih besar darinya, karena sesungguhnya
bentuk cobaan yang berada dalam gudang simpanan-Nya lebih banyak. Semua ini
akan berakhir, tiada abadi, la bagai mendung yang akan terkuak, karena itu
bertahanlah. Hai diriku! Sedikit musibah yang kau alami akan membuahkan
kebahagiaan panjang dan pahala yang agung setelah kamu tidak menemukan tempat
untuk mencegahnya.”
Tiada gunanya mengeluh. Sebenarnya tidak
ada bencana (musibah) jika ia dihadapi dengan hati yang puas dan kesabaran.
Kemudian mulut Anda sibuk dengan istirja’ dan hati Anda sibuk mengingat pahala
yang diterima dari Allah. Lalu Anda mengingat bagaimana sabarnya para nabi yang
tabah menerima musibahmusibah besar dan para wali (kekasih) yang mulia di
hadapan Allah.
Jika pada suatu saat Anda tertahan dari
dunia, katakanlah pada diri Anda sendiri: “Wahai diriku! Dia lebih tahu
keadaanmu, lebih mengasihimu dan lebih Mulia. Dia-lah Dzat yang memberi makan
pada anjing yang hina dan memberi makan orang kafir yang memusuhi-Nya.
Sedangkan aku adalah hamba-Nya, mengenal-Nya dan mengesakan-Nya. Apakah aku
tidak pantas ditukar dengan sepotong roti? Suatu hal yang mustahil. Karena itu,
ketahuilah bahwa Dia tidak akan menahan hal itu kecuali karena ada manfaat yang
lebih besar. Dan Allah akan menjadikan kemudahan setelah adanya kesulitan. Oleh
karena itu, bersabarlah sebentar pasti kau akan melihat keajaiban dari
kelembutan ciptaanNya. Adakah kau tidak mendengar seorang penyair berkata:
Nantikanlah apa yang diperbuat Tuhanmu,
nanti akan datang apa yang kamu inginkan berupa jalan keluar (dari-kesulitan)
yang dekat.
Jangan berputus asa jika menemui suatu
musibah,
karena banyak kejadian alam gaib yang
ajaib dan menakjubkan.
Ungkapan penyair lain yang hampir sama
sebagai berikut:
Ingatlah wahai orang yang direpotkan
sebuah keprihatinan.
Jika kesulitan itu telah memuncak menimpamu
maka pikirkanlah surah “Alam Nasyrah.”
Satu kesengsaraan di antara dua
kesenangan.
Jika kamu mau mengulangnya pasti akan
gembira.
Jika Anda telah menjalankan
perintah-perintah ini dan semisalnya, kemudian dengan berkesinambungan Anda
mengulang dan melatih diri, maka sungguh hal itu akan mempermudah diri Anda
dalam waktu yang singkatjika memang memiliki keinginan kuat dan kesungguhan
dalam hati. Dengan begitu Anda benar-benar telah mencegah empat macam rintangan
ini dari diri Anda dan menyingkirkan bahayanya. Di hadapan Allah Anda termasuk
orang-orang yang bertawakal, berserah diri, rela dengan takdir-Nya dan sabar
menerima cobaan-Nya. Anda juga berhasil mendapatkan kenyamanan hati dan badan
di dunia, mendapatkan keagungan pahala dan simpanan di akhirat. Mendapatkan
derajat mulia dan kecintaan di hadapan Allah Penguasa alam semesta. Lalu Anda
pun mengumpulkan dua kebaikan, yakni dunia dan akhirat.
Jalan ibadah Anda terbentang lurus karena
tidak ada lagi rintangan dan kesibukan. Saat itulah Anda berhasil melewati satu
tahapan yang sulit.
Hanya Allah tempat meminta. Semoga Dia
berkenan membantu Anda dan kita semua dengan kebaikan taufik-Nya, karena segala
sesuatu berada di bawah kekuasaan-Nya. Dia Maha Pengasih di antara para
pengasih. Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha
Luhur dan Maha Agung.