Terjemah Kitab Minhajul Abidin; Qadha’ (Takdir) dan Berbagai Ragamnya

 

Terjemah Kitab Minhajul Abidin

 

Qadha’ (Takdir) dan Berbagai Ragamnya

Rintangan seperti ini cukup dihadapi dengan sikap rela. Oleh karena itu hendaklah Anda merasa rela dengan takdir yang diberikan Allah.

Sikap rela seperti ini harus dilakukan karena adanya dua hal:

Pertama, agar bisa beribadah dengan leluasa, sebab jika Anda tidak bisa menerima keputusan Allah tentu Anda merasa sedih, dan hati pun sibuk berpikir untuk selamanya. Ia berpikir mengapa ini yang terjadi dan mengapa bisa terjadi?

Jika hati telah sibuk memikirkan kesedihan seperti ini bagaimana mungkin ia leluasa beribadah? Sebab Anda tidak memiliki hati kecuali hanya satu dan telah Anda penuhi dengan kesedihan serta berpikir tentang apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi dalam masalah dunia.

Kemudian di mana tempat untuk berzikir kepada Allah, beribadah untuknya dan berpikir tentang akhirat? Benar sekali apa yang dikatakan Sagig rahimahullah: Sungguh, menyesali apa yang telah terjadi dan merancang apa yang akan terjadi benarbenar dapat menghilangkan keberkahan usiamu ini.

Kedua, kekhawatiran mendapat murka berupa siksa dari Allah. Dalam beberapa hadis telah kami ceritakan bahwa salah seorang di antara para nabi mengadukan kepada Allah tentang pengalamannya yang tidak menyenangkan. Lalu Allah menurunkan wahyu kepadanya: “Adakah kamu mengadukanKu, sedangkan Aku tidak pantas dicela dan diadukan? Begitulah. Kelihatan sekali pengetahuanmu tentang ilmu gaib. Lalu kenapa kamu tidak menyukai keputusan-Ku? Apakah kamu ingin agar Aku mengubah dunia untukmu, atau mengganti Lauh Mahfuzh karenamu, lalu Aku memutuskan apa yang kau inginkan berupa sesuatu yang tidak Ku-inginkan? Agar kesenanganmu bisa terwujud, dan bukan kesenangan-Ku? Aku bersumpah demi keagungan-Ku. Jika pikiran semacam ini terlintas dalam hatimu di kemudian hari, pasti Ku-tanggalkan pakaian kenabianmu dan Aku tak peduli. Pasti Aku akan memasukkanmu ke dalam neraka.

Menurut pendapatku, alangkah baiknya orang yang bertawakal memperhatikan kalimat diplomatis yang agung dan ancaman yang pedih dari Allah kepada nabi dan kekasih pilihanNya. Lalu bagaimana sikap-Nya terhadap orang lain?

Kemudian perhatikan firman Allah: Jika pikiran semacam jni terlintas lagi dalam hatimu di lain waktu…Ancaman ini ditujukan pada bisikan dan kemondar-mandiran hati. Lalu bagaimana dengan orang yang berteriak minta tolong, mengadu, mengumpat dengan suara lantang tentang Tuhannya yang mulia dan Berbuat baik, di hadapan orang, lalu menjadikan mereka sebagai penolong dan sahabat? Ini baru orang yang hanya satu kali merasa murka kepada Allah. Lalu bagaimana keadaan orang yang selama hidupnya selalu murka (tidak rela) kepada Allah?

Ancaman ini ditujukan pada orang yang mengadu kepadaNya. Lalu bagaimana dengan orang yang mengadu kepada selain Dia?

Kami memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan jiwa kami dan keburukan amal perbuatan kami. Kami juga memohon agar Dia mengampuni dosa-dosa kami dan memaafkan ketidaksopanan kami serta memperbaiki kita semua dengan pengawasan terbaik dari-Nya.

Sesungguhnya Dia paling Maha Pengasih kepada hamba-Nya.

Jika ditanyakan: “Apa yang dimaksud dengan rida terhadap qadha (takdir), hakekat dan hukumnya?

 

Ketahuilah! Sesungguhnya para ulama kita berkata: Yang dinamakan rida adalah membuang kebencian. Sedangkan kebencian yaitu mengatakan bahwa apa yang tidak ditakdirkan oleh Allah itu lebih utama dan lebih bagus baginya dalam masalah yang belum diyakini kerusakan dan kebaikannya. Jadi, membuang kebencian merupakan syarat menjadi orang yang rida.

Jika Anda bertanya: Bukankah keburukan dan maksiat juga takdir Allah dan di bawah kekuasaan-Nya? Lalu bagaimana mungkin Allah rida bila hamba-Nya berbuat buruk dan mewajibkan hal itu?

Ketahuilah! Sesungguhnya yang harus direlakan adalah takdirbukan perbuatannya. Takdir buruk tidak berarti perbuatan buruk. Yang buruk hanyalah sesuatu yang ditakdirkan, jadi hamba tersebut tidak rida dengan perbuatan buruk.

Para guru kami berkata: Hal-hal yang ditakdirkan itu ada empat macam, yaitu kenikmatan, kesulitan, kebaikan dan keburukan.

 

Kenikmatan.

Seorang hamba harusrela terhadap yang Mentakdirkan (Allah), takdir itu sendiri, dan hal yang ditakdirkan (kenikmatan). Ia juga harus bersyukur atas nikmat tersebut, karena hal itu adalah sebuah kenikmatan. Dan ia juga harus menampakkan kenikmatan tersebut dengan memperlihatkan hasilnya kepada Allah.

 

Kesulitan.

Dalam kesulitan, seorang hamba juga harus rela dengan yang Mentakdirkan (Allah), takdir itu sendiri, dan sesuatu yang ditakdirkan. Ia juga harus bersabar dalam menghadapi kesulitan yang menimpanya.

 

Kebaikan.

Seorang hamba harus rela dengan yang Mentakdirkan kebaikan (Allah), takdir itu sendiri, dan sesuatu yang ditakdirkan. Ia juga harus mengingat bahwa itu adalah anugerah, karena memang kebaikan tersebut telah ditunjukkan padanya.

 

Keburukan.

Seorang hamba harus rela dengan yang Mentakdirkan keburukan (Allah), takdir itu sendiri, dan sesuatu yang ditakdirkan, karena hal itu sudah menjadi takdirnya. Bukan karena hal itu perbuatan buruk.

 

Hal itu termasuk sesuatu yang ditakdirkan jika melihat pada takdir dan yang Mentakdirkan secara benar. Sama halnya dengan jika Anda rela terhadap mazhab lain yang Anda ketahui sebagai sebuah pengetahuan, tidak sebagai mazhab.

Pengetahuan tersebut kembali pada ilmu. Jadi, kerelaan dan kecintaan Anda sebenarnya kembali pada ilmu (pengetahuan) tentang mazhab tersebut, bukan pada mazhab itu sendiri. Begitu juga halnya rela dengan sesuatu yang ditakdirkan.

Jika ada yang bertanya: Apakah orang yang rela boleh meminta tambahan?

Jawabnya adalah boleh. Tapi dengan catatan hal itu mengandung kebaikan dan maslahat tanpa harus memastikannya. Hal itu tidak membuatnya terlepas dari sikap rela, bahkan hal itu menunjukkan bahwa ia merasa rela dan itu lebih baik. Sebab orang yang kagum terhadap sesuatu dan merasa rela tentu akan berusaha mencari tambahannya.

Apabila ada susu yang dihaturkan kepada Nabi Saw. maka beliau berdoa:

Artinya: “Ya Allah, berkatilah rezekiku ini dan berilah tambah untuk kami darinya.Dalam kesempatan lain beliau berdoa:

Artinya: Dan berilah tambahan untuk kami (susu) yang lebih baik darinya.

Tak satupun dari keduanya yang menunjukkan bahwa beliau tidak rela dengan apa yang telah ditakdirkan oleh Allah bagi beliau.

Jika Anda bertanya: “Kenapa Nabi tidak menyebut pengecualian dan syarat kebaikan serta kemaslahatan?

Ketahuilah! Sesungguhnya semua ini hubungannya adalah dengan hati, dan mengucapkannya hanya sebagai suatu Ungkapan. Jadi, beliau tetap mengatakan hal itu di dalam hati meski beliau tidak mengungkapkannya. Ketahuilah hal itu dan yakinlah.

 

Bermacam Bencana dan Musibah

Untuk menghadapinya Anda cukup dengan bersabar. Hendaklah Anda bersabar dalam segala sisi kehidupan karena dua hal:

Pertama, agar wushul dalam beribadah dan mencapai tujuan. Sebab semua bentuk ibadah dibangun di atas kesabaran dan kemampuan menanggung jerih payah.

Barangsiapa tidak bersabar, dia tidak akan pernah mencapai tujuan dengan benar. Karena orang yang bermaksud melaksanakan ibadah kepada Allah dan memfokuskan diri untuk itu, tentu akan dihadapkan pada berbagai kesulitan, cobaan dan musibah dari berbagai segi:

 

Kesukaran

Tidak ada ibadah yang tidak mengandung kesukaran. Karena itulah diberikan iming-iming dan janji pahala untuknya, sebab tidak mungkin seorang hamba dapat melaksanakan ibadah tanpa meredam keinginan dan mengalahkan nafsu yang selalu menghindar dari kebaikan. Tidak menuruti keinginan dan mengalahkan hawa nafsu adalah beban yang paling berat bagi seseorang.

 

2.Sikap berhati-hati

Seorang hamba yang merasa kesulitan dalam melakukan kebaikan harus berhati-hati agar ibadahnya tidak rusak. Sedangkan menjaga amal dari kerusakan itu lebih berat ketimbang melakukan amal itu sendiri.

 

Ujian

Dunia ini adalah tempat menguji. Siapa saja yang hidup di dalamnya mau tidak mau harus menghadapi berbagai kesulitan dan musibah. Ujian tersebut bermacam-macam. Ada yang berasal dari keluarga, kerabat dekat, saudara dan sahabat, seperti kematian, kehilangan dan perpisahan. Ada musibah yang menimpa diri seperti berbagai penyakit yang menjangkitinya. Ada musibah yang menyangkut harga diri seperti ancaman pembunuhan, usaha penjatuhan, gunjingan dan penipuan yang dilakukan orang lain terhadapnya. Ada musibah yang menyangkut harta benda seperti kehilangan dan sebagainya.

 

Masing-masing dari musibah ini terasa bagaikan menyengat dan membakar yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, semua membutuhkan kesabaran tersendiri. Sebab jika tidak, tentu ia tidak akan merasa tenang dalam beribadah, karena selalu mengeluh dan bersedih.

 

 

 

Cobaan

Orang yang ingin mendapatkan akhirat selamanya akan menghadapi cobaan dan ujian yang berat. Barangsiapa lebih dekat dengan Allah, tentu musibah dan cobaan yang dihadapinya lebih berat dan lebih banyak.

Tidakkah Anda mendengar sabda Nabi Saw.:

Artinya: “Orang yang paling keras mendapatkan ujian adalah para nabi, lalu para ulama, orang yang kedudukannya hampir sama dengan ulama dan seterusnya.”

Jadi, orang yang ingin berbuat baik dan memfokuskan diri untuk menempuh jalan menuju akhirat akan dihadapkan pada berbagai ujian. Orang yang tidak sabar menghadapinya dan tidak mau berpaling dari ujian tersebut, maka ia akan terputus di tengah jalan. Lalu ia menjadi sibuk dan jauh dari ibadah dan pada akhirnya ia tidak sedikitpun bisa sampai ke tempat tujuan.

Allah Swt. telah memberi pengertian agar kita selalu berhati-hati dalam menghadapi berbagai ujian, musibah dan cobaan yang menimpa kita. Dia menyatakan dan menguatkan pernyataan itu dengan firman-Nya:

Artinya: “Sungguh. Kamu akan diuji dengan hartamu dan diri kamu. Dan kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orangorang yang diberi kitab sebelum kamu, dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak nmenyakitkan hati.” (Q.S. Ali Imran: 186)

Kemudian Allah melanjutkan firman-Nya:

Artinya: “Dan jika kamu sekalian bersabar serta bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.” (Q.S. Ali Imran: 186)

Seakan dengan ayat itu Allah berfirman: “Kuatkan dirimu, karena sesungguhnya mau tidak mau kamu sekalian akan mendapat bermacam cobaan. Jika kamu sekalian bersabar, maka kamu semua adalah lelaki sejati, dan cita-cita kalian adalah citacita lelaki sejati.”

Dengan begitu, orang yang bercita-cita ingin beribadah kepada Allah mula-mula harus memiliki keinginan kuat untuk bersabar dalam jangka waktu yang cukup lama. Ia harus menguatkan diri untuk menanggung kesulitan-kesulitan besar yang datang silih berganti sampai mati. Jika tidak, berarti ia mencari sesuatu tanpa menggunakan alat dan mencarinya lewat jalan yang keliru. Telah diceritakan dari Fudhail bin Iyadh. Beliau berkata: “Barangsiapa ingin menempuh jalan akhirat, hendaklah ia menjadikan empat macam kematian dalam dirinya, yaitu mati putih, mati merah, mati hitam, dan mati hijau. Mati putih berarti yasa lapar. Mati hitam berarti celaan masyarakat. Mati merah berarti perselisihan dengan setan. Dan mati hijau berarti berbagai kejadian yang silih berganti.”

 

Kedua, kebaikan dunia dan akhirat yang ada di dalam kesabaran. Di antaranya adalah keselamatan dan keberhasilan.

Allah berfirman: :

Artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka Allah pasti

menjadikan untuknya jalan keluar (dari kesukaran), dan Dia akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Q.S. Ath-Thalaaq: 2-3)

Maksudnya: Barangsiapa bertakwa kepada Allah dengan penuh kesabaran, maka Dia akan membuatkan jalan keluar untuknya dari berbagai kesulitan.

 

Di antara kebaikan yang diperoleh dengan kesabaran adalah mengalahkan para musuh. Allah berfirman:

Artinya: “Maka bersabarlah. Sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Huud: 49)

Keuntungannya yang lain adalah mendapatkan apa yang diinginkan. Allah berfirman:

Artinya: “Dan telah sempurna perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka.” (Q.S, AI-A’raaf: 137)

Dikisahkan bahwa Nabi Yusuf a.s. menulis surat jawaban kepada Nabi Ya Qub a.s.: “Sesungguhnya nenek moyangmu adalah orang-orang yang bersabar dan mereka memperoleh apa yang mereka inginkan. Karena itu bersabarlah seperti mereka, niscaya akan kau dapatkan keinginanmu seperti mereka juga mendapatkan apa yang mereka inginkan.”

 

Hal ini juga sesuai dengan arti ungkapan sebuah syair:

 “Sungguh. Janganlah kamu berputus asa meski pencarian teramat panjang. Jika bersabar akan kau temukan jalan yang lebar.

Sudah sepantasnya orang yang bersabar diberi apa yang dibutuhkannya,

dan orang yang mengetuk pintu bisa masuk rumah.

 

Keuntungan yang lain adalah lebih maju dari orang lain dan menjadi seorang pemimpin. Allah berfirman:

Artinya: “Dan Kami jadikan mereka pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah dari Kami karena mereka bersabar.” (Q.S. As-Sajdah: 24)

Keuntungan yang lain adalah pujian (sanjungan) dari Allah. Allah Swt. berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang bersabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya).” (Q.S. Shaad: 44)

Keuntungan lain berupa kabar gembira dengan datangnya rahmat dari Allah. Dia berfirman:

Artinya: “Dan berikanlah kabar gembira untuk orang-orang yang bersabar.” (Q.S. al-Baqarah: 155)

sampai pada firman:

Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang mendapat keberkahan sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka.” (Q.S. al-Baqarah: 157)

Keuntungan lain berupa kecintaan Allah. Dia berfirman:

Artinya: “Dan Allah mencintai orang-orang yang bersabar.” (Q.S. Ali Imran: 146)

Keuntungan lain berupa derajat tinggi di surga. Allah berfirman:

Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (di dalam surga) karena kesabaran mereka.” (Q.S. Al Furqaan: 75)

Keuntungan lainnya adalah kemulian yang agung. Allah berfirman:

Artinya: “Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu.” (Q.S. Ar-Ra’d: 24)

Keuntungan lain berupa pahala tanpa batas dan tiada habisnya yang berada di luar jangkauan angan-angan, hitungan, dan apa yang dicapai oleh semua makhluk. Allah berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Q.S. Az-Zumar: 10)

Maha Suci Dzat, Tuhan, Tuan yang Maha Pemurah. Sungguh menakjubkan kemuliaan-Nya. Segala kemuliaan di dunia dan akhirat ini Dia berikan kepada hamba-Nya karena kesabaran yang hanya sesaat. Kemudian jelaslah bagi Anda bahwa kebaikan dunia dan akhirat terletak di dalam kesabaran.

Nabi Saw. bersabda:

Artinya: “Tak seorangpun diberi suatu pemberian yang lebih baik dan luas ketimbang kesabaran.”

Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. Beliau berkata: “Segala kebaikan orang-orang mukmin bersatu dalam kesabaran.”

 

Sungguh indah gubahan seorang penyair berikut ini:

Kesabaran adalah kunci semua harapan.

Dan segala kebaikan bisa terwujud karenanya.

Bersabarlah walau malam terlalu panjang.

Kuda yang beringaspun kadang menjadi jinak (karena kesabaran).

Kadang sesuatu yang dikatakan tak mungkin

terjadi bisa diperoleh dengan kesabaran.

 

 

Penyair lain berkata:

Aku telah bersabar dan itu bagian dari kepribadianku.

Dan cukuplah bagimu bahwa Allah menyanjung kesabaran.

Aku akan terus bersabar hingga Allah rhemberi kepastian antara kita,entah menuju kemudahan ataukah menuju kesukaran.

 

Oleh karenanya, hendaklah Anda berusaha mendapatkan Perilaku yang mulia dan terpuji ini serta mengerahkan seluruh kemampuan di dalamnya. Dengan begitu Anda termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung.

Hanya Allah yang menguasai taufik.

Jika Anda bertanya: “Apakah arti sabar yang sebenarnya dan bagaimana hukumnya?”

Ketahuilah bahwa kata “ash-shabru” dilihat dari scgi bahasa adalah menahan diri. Allah Swt. berfirman:

Artinya: “Dan bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru pada Tuhannya.” (Q.S. Al-Kahfi: 28)

Artinya tahanlah hidupmu bersama mereka.

Allah Swt. juga bersifat sabar. Artinya Dia menahan siksaan orang-orang yang berdosa. Karena itu Dia tidak tergesa-gesa memberikan siksaan kepada mereka.

Kemudian pekerjaan yang dilakukan oleh hati juga dinamakan sabar, karena iajuga menahan diri dari keluh-kesah.

Menurut pendapat para ulama, keluh-kesah adalah menyebutkan kegoncangan hati dalam menghadapi kesulitan.

Ada ulama yang berkata: “Keluh-kesah adalah keinginan untuk keluar dari kesulitan secara pasti. Sedangkan sabar adalah tidak menginginkan hal (keluar dari kesulitan) ini.

Benteng untuk menjaga kesabaran adalah mengingat sampai sejauh mana kesulitan tersebut dan seberapa lamanya. Kesulitan tersebut tidak akan bertambah, berkurang, maju ataupun mundur. Dan tidak ada gunanya mengeluh. Bahkan hal itu berbahaya dan sangat mengkhawatirkan.

Yang melindungi benteng ini adalah mengingat kebaikan yang akan diberikan oleh Allah sebagai gantinya. Juga simpanan pahala besar yang ada di sisi-Nya sebagai imbalan.

Pahami dan camkanlah hal ini.

 

 

Tahapan yang sulit dan menjadi penghalang ini suhah seharusnya Anda lalui dengan menyingkirkan rintangan yang empat macam (rezeki, kekhawatiran, qada, dan bencana) sekaligus membersihkan penyakitnya. Karena bila tidak, rintangan tersebut tidak akan membiarkan Anda untuk mengingat tujuan beribadah dan memikirkannya, apalagi sampai melaksanakan dan bisa berhasil (satu hal yang tidak mungkin). Karena masing-masing rintangan memiliki sesuatu yang menyibukkan baik di masa sekarang ataupun di masa mendatang.

Kemudian, di antara keempat rintangan tersebut yang paling berat dan sulit adalah urusan rezeki dan pengaturannya. Urusan rezeki adalah ujian yang besar sekali bagi kebanyakan orang. Ujian yang melelahkan diri mereka, menyibukkan hati, menambah kesedihan, menyita waktu, memperbesar kesalahan dan dosa mereka. Membuat mereka berpindah dari pintu Allah dan melayani-Nya menuju pengabdian kepada dunia dan makhluk lain. Lalu mereka hidup di dunia dalam keadaan lalai, gelap, payah, sulit, terhina dan tercela. Dan mereka datang ke akhirat dalam keadaan bangkrut, dihadapkan pada perhitungan dan siksaan, jika tidak mendapatkan rahmat dari Allah dengan anugerah-Nya.

Lihatlah! Berapa banyak ayat yamng diturunkan oleh Allah dalam hal ini. Berapa kali Allah mengungkapkan janji, jaminan, dan pembagian masalah rezeki ini. Tiada hentinya para nabi dan para ulama memberikan petuah kepada manusia, memberi penerangan tentang jalan mereka, menyusun berbagai macam kitab, membuat berbagai perumpamaan dan menakut-nakuti mereka dengan siksa dari Allah. Walaupun begitu mereka tetap tidak menerima petunjuk, tidak bertakwa, dan tidak merasa tenang. Bahkan mereka selalu tersiksa oleh hal itu. Tiada hentinya mereka khawatir kehilangan makan pagi dan sore yang kesemuanya berasal dari minimnya perenungan terhadap ayat-ayat Allah Swt. Minimnya berpikir tentang ciptaan Allah dan tidak mengingat sabda Rasul Saw., tidak merenungkan ucapan orang-orang saleh, membiarkan bisikan-bisikan setan, mendengar omongan orang-orang bodoh dan tertipu oleh kebiasaan orang-orang yang lalai. Setan menguasai mereka, dan kebiasaan (orang yang lalai) tertanam kuat dalam hati mereka dan hal itu menyebabkan hati menjadi lemah dan tipis keyakinannya.

Adapun orang orang terpilih yang memiliki kewaspadaan, kesungguhan dan bersunppuh sunppuh tentu akan melihat jalan langit sehinppa mereka tidak menghiraukan penyebab-penyebab yang ada di bumi. Mereka berpegang tepuh pada tali Allah, tidak peduli dengan berbagai ketergantungan terhadap para makhluk, merasa yakin pada tanda-tanda Allah dan memperhatikan jalanNya. Mereka juga tidak menoleh terhadap godaan setan, orang lain dan diri sendiri. Jika ada godaan dari setan, orang lain, ataupun diri sendiri (nafsu), maka ia tetap berdiri tegak, menentang, mengusir dan menyimpang sehingga orang lain yang menggoda akan berpaling. Para setan akan pergi memisahkan diri. Nafsu mau menurut (jinak), danjalan lurus menuju ibadah terbuka lebar. Begitulah. Seperti diceritakan dari Ibrahim bin Adham rahimahullah. Pada saat beliau berniat pergi ke pedalaman (hutan), setan datang menakut-nakuti bahwa hutan ini sangat berbahaya. Sedangkan kamu tidak membawa bekal dan alat yang lain. Kemudian beliau tetap bertekad memasukinya dan tidak akan berhenti melakukan salat seribu rakaat setiap kali menempuh jarak satu mil. Ternyata beliau berhasil menjalani apa yang diinginkan dan tinggal di hutan selama dua belas tahun, hingga suatu ketika Harun Al-Rasyid menunaikan ibadah haji pada tahun-tahun itu dan menemukannya sedang melaksanakan salat di bawah penunjuk jarak. Lalu ada yang berkata: “Ini adalah Ibrahim bin adham yang sedang salat.” Kemudian Harun Al-Rasyid mendatangi beliau dan bertanya: “Apa yang terjadi padamu hai Abu Ishaq?” Ibrahim menjawabnya dengan bersyair:

 “Kutambal duniaku dengan merobek agamaku

dan tiada yang tersisa dari agamaku serta apa yang kutambal (duniaku).

Beruntung sekali seorang hamba yang memilih Allah sebagai Tuhannya

dan bermurah hati dengan hartanya untuk sesuatu yang akan terjadi.

 

Diceritakan bahwa ada orang saleh yang tinggal di daerah pedalaman. Lalu setan datang menggoda dengan mengatakan bahwa di sini Anda tidak mempunyai apa-apa sedangkan tempat ini berbahaya. Tidak ada kehidupan dan orang lain di dalamnya. Beliau tetap bersikeras untuk membiarkan dirinya tanpa memiliki bekal. Beliau menghindari jalan umum agar tidak meminta-minta pada orang lain dan tidak memakan sesuatu sampai ada samin dan madu yang diletakkan di mulutnya. Beliau berpindah dari jalan umum dan mengembara. Aku berjalan sesuai kehendak Allah dan tiba-tiba ada rombongan yang tersesat dari jalan. Mereka terus berjalan, dan saat aku melihat mereka, kulemparkan tubuhku ke tanah agar mereka tidak melihatku. Lalu Allah menjalankan mereka hingga semuanya berhenti di hadapanku. Aku memejamkan mata, lalu merekapun mendekat. Mereka berkata: “Orang ini terpisah dari rombongan dan pingsan karena lapar dan dahaga. Tolong ambilkan samin dan madu, biar kuletakkan di mulutnya. Siapa tahu ia bisa siuman.” Mereka datang membawa samin dan madu. Lalu kukatupkan mulut dan gigiku. Mereka mengambil pisau untuk merobek mulutku hingga terbuka. Aku tertawa dan membuka mulut. Melihat itu mereka bertanya padaku: “Apa kamu gila?” Aku menjawab: “Tidak. Segala puji bagi Allah.” Kemudian kuceritakan kepada mereka sebagian dari apa yang terjadi antara aku dan setan dan mereka kagum akan hal itu,

Diceritakan dari salah seorang guru kami. Beliau berkata: “Pada suatu ketika aku pergi untuk mengajar ke sebuah masjid yang jauh dari orang banyak. Aku tidak membawa bekal, seperti kebiasaan yang dilakukan oleh para wali kita. Lalu setan datang menggoda bahwa masjid ini jauh dari pemukiman orang banyak, Jika kamu mau berjalan ke masjid yang ada di tengah orang banyak, tentu penduduknya akan melihatmu dan memberikan kebutuhanmu. Aku berkata: “Aku tidak akan menginap selain di tempat ini. Aku berjanji tidak mau makan apapun selain manisan.

 

Dan aku tidak akan memakannya sampai manisan itu dimasukkan ke dalam mulutku sesuap demi sesuap.” Lalu aku melakukan salat Isya dan mengunci semua pintu. Setelah lewat tengah malam aku dikejutkan seseorang yang mengetuk pintu dan membawa pelita. Setelah berulangkali mengetuk aku pun membuka pintu. Ternyata aku bertemu dengan seorang nenek tua bersama seorang pemuda. Nenek itu masuk dan meletakkan nampan berisi makanan di hadapanku dan berkata: “Pemuda ini adalah anakku. Aku membuatkan makan ini untuknya. Lalu terjadi pembicaraan antara kami dan dia bersumpah tidak mau makan kecuali bersama dengan lelaki asing. Atu nenek tadi berkata “Orang asing yang ada di dalam masjid. Oleh karena itu makanlah. Semoga Allah memberikan rahmat padamu.” Kemudian nenek tadi mulai meletakkan sesuap makanan di mulutku dan sesuap yang lain di mulut anaknya sampai kami berdua merasa cukup. Lalu keduanya pergi dan ia menutupkan pintu untukku sambil merasa heran dengan apa yang terjadi.

Semua ini adalah contoh perjuangan orang-orang saleh dan perlawanan mereka terhadap setan.

Dari semua itu Anda bisa mengambil tiga hal yang bermanfaat:

Anda harus tahu bahwa rezeki itu apapun yang terjadi tidak akan lenyap dari orang yang ditakdirkan menerimanya.

Anda harus tahu bahwa urusan rezeki dan tawakal amatlah penting. Dan sesungguhnya setan selalu menggoda dan membuat kebimbangan, sampai-sampai orang yang zuhud seperti itu tidak bisa terhindar dari godaannya. Setan-setan itu tidak akan berputus asa dari mereka setelah melatihnya dalam waktu yang cukup lama dan perjuangan gigih yang dilakukan sejak dulu. Hingga untuk mengusirnya mereka memerlukan perlawanan semacam ini. Sungguh. Aku bersumpah demi umurku. Seseorang yang telah melatih diri selam tujuh puluh tahun tidak akan terbebas dari godaan setan dan hawa nafsu. Seperti mereka juga menggoda para pemula dalam beribadah. Apalagi orang berakal yang sedikitpun tidak pernah melatih diri. Jika kedapatan oleh setan dan hawa nafsu, maka keduanya akan memperlakukan dan merusak mereka seperti kerusakan orang orang yang lalai dan tertipu. Ini merupakan sebuah pelajaran bagi orang yang waspada,

 

3, Anda juga harus tahu bahwa segala sesuatu tidak akan sempurna tanpa usaha dan perjuangan maksimal. Mereka (orang-orang saleh) juga mempunyai daging, darah, tubuh dan nyawa. Bahkan keadaan tubuh mereka lebih kurus, anggota badan mereka lebih rapuh dan tulang mereka lebih kecil dari Anda. Akan tetapi mereka memiliki kekuatan ilmu, cahaya keyakinan, dan cita-cita tinggi dalam urusan agama. Sehingga mereka mampu melakukan mujahadah (perjuangan melawan nafsu) dan tetap menempati kedudukan tersebut. Oleh karena itu, lihatlah diri Anda. Semoga Allah memberikan rahmat pada kita semua. Obatilah diri Anda dari penyakit yang sulit disembuhkan ini. Semoga Anda beruntung.

Setelah mengutarakan semua ini kami akan menerangkan hal penting yang bisa bersemayam dalam hati, jika Anda mau mengingat dan mencukupi ongkos yang diperlukannya. Di samping itu Anda juga akan melihat jalan kebenaran yang nyata jika mau merenung dan beramal dengannya.

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua.

 

 

 

Pertama, sebaiknya Anda mengetahui bahwa Allah Swt. telah menjamin semua rezeki bagi hamba-Nya di dalam Lauh Mahfuzh. Allah telah menjamin rezeki dan menanggungnya bagi Anda. Apa yang akan Anda katakan jika ada seorang penguasa di dunia yang akan menjamu Anda malam ini dan ia sudah mengundang Anda untuk makan. Sedangkan Anda berprasangka baik bahwa ia adalah orang yang jujur, tak pernah bohong dan ingkar janji. Bahkan seandainya ada seorang pedagang pasar yang menjanjikan hal itu, atau mungkin orang Yahudi, Nasrani atau bahkan Majusi yang belum Anda ketahui dengan pasti serta masih perlu berhati-hati dengan ucapannya, Bukankah Anda percaya pada janjinya dan merasa tenang dengan ucapannya. Lalu Anda tak lagi memperdulikan urusan makanan, karena sepenuhnya percaya sepenuhnya kepada orang tersebut di malam itu.

Kemudian apa yang terjadi dengan Anda? Bukankah Allah telah berjanji akan menjamin rezeki Anda dan menanggung hal itu bagi Anda? Bahkan Dia telah bersumpah berulangkali. Kenapa Anda tidak merasa tenteram dengan janji-Nya dan tidak merasa tenang dengan firman dan janiman-Nya? Anda tidak melihat bagaimana Dia membagi rezeki. Bahkan hati Anda berguncang dan merasa sedih. Alangkah malunyajika Anda melihat kenyataan sebenarnya. Alangkah besarnya musibah ini jika Anda mengetahui keadaan yang sebenarnya.

Diceritakan dari sahabat Ali bin Abu Thalib. Beliau berkata:

Adakah kau mencari rezeki Allah dari orang lain

dan merasa aman dari kesudahan yang menakutkan.

Apakah kau rela dengan penukar uang yang akan menjaminmu walau dia seorang musyrik

dan tidak rela dengan jaminan yang diberikan Tuhanmu? Seakan-akan kau tidak membaca apa yang tertulis dalam kitab-Nya sehingga pagi-pagi sudah berpindah keyakinan secara terang-terangan.

Jika melihat makna semua ini, jelaslah bahwa urusan rezeki Japat menyeret seseorang ke arah kebimbangan dan syubhat (hal meragukan) yang mengkhawatirkan pemiliknya kehilangan makrifat dan agama.

 

 

Karena makna seperti ini pula, Allah Swt. befirman:

Artinya: “Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Q.S. Al-Maaidah: 23)

Dia juga berfirman:

Artinya: “Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin itu bertawakal.” (Q.S. At-Taubah: 51)

Cukuplah kiranya satu keterangan singkat ini bagi seorang mukmin yang mementingkan urusan agamanya.

Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Luhur lagi Maha Agung.

Kedua, hendaknya Anda mengetahui bahwa rezeki itu telah dibagi. Hal itu sudah jelas disebutksn dalam Al-Qur’an dan berbagai hadis Rasul Saw.

Anda juga harus tahu bahwa rezeki tersebut tidak dapat diganti dan diubah. Jika Anda mengingkari pembagian tersebut dan menganggap mungkin bisa berkurang, berarti Anda telah mengetuk pintu kekufuran. Naudzubillah. Jika Anda tahu bahwa hal itu benar-benar tidak dapat diubah, untuk apa mementingkan dan mencari (rezeki). Tidak ada yang diperoleh selain kehinaan dan kenistaan di dunia serta kesulitan dan kerugian di akhirat.

Karena itulah Rasul Saw. Bersabda:

Artinya: “Telah tertulis di atas punggung ikan dan sapi, rezeki untuk si fulan. Jadi orang yang rakus tidak akan mendapat tambahan selain kepayahan.”

Dalam hal ini guru kami berkata: “Sesungguhnya apa yang telah ditakdirkan menjadi kunyahanmu tidak akan dikunyah orang lain. Karena itu, makanlah rezekimu dengan kemuliaan dan jangan memakannya’dengan kehinaan.

Ini adalah keterangan ringkas yang memuaskan bagi orang-orang yang jantan.

Ketiga, apa yang kudengar dari guru kami Imam Haramain yang menceritakan Al-Ustadz Abu Ishaq rahimahullah. Beliau berkata: “Sebenarnya di antara hal yang membuat diriku puas dalam urusan rezeki adalah karena aku mengingat dan berkata dalam hati. Bukankah rezeki ini diperuntukkan bagi makhluk yang masih hidup. Sedangkan orang yang telah mati tidak mendapatkan rezeki.” Jika kehidupan seorang hamba berada di dalam gudang Allah dan di bawah kekuasaan-Nya, berarti seperti itu pula urusan rezeki. Bila Dia menghendaki tentu Dia memberiku rezeki. Sedangkan hal itu belum jelas bagiku. Kuserahkan hal itu kepada Allah yang akan mengaturnya sesuai apa yang Ia kehendaki. Aku akan merasa tenang dalam masalah ini.

Keterangan singkat ini lembut sekali dan memuaskan para ahli tahqiq.

Sesungguhnya Allah menjamin rezeki seluruh hamba dan yang Dia jamin adalah rezeki madhmun, berupa bahan penguat dan pendidikan. Rezeki madmun inilah yang menjadi penguat dan bahan persiapan untuk taat.

Adapun mengenai bermacam penyebab seperti makanan dan rainuman, maka jika seorang hamba menfokuskan diri untuk beribadah kepada Allah dan menyerahkan diri (bertawakal) kepada-Nya, bisa saja penyebab-penyebab tersebut tertahan darinya.

Dia tidak perlu mempersiapkan hal itu dan merasa jemu, karena ja tahu benar bahwa jaminan mendapat penguat tubuh dan tawakal kepada Allah hanya berhubungan dengan tegaknya tubuh, tidak ada hubungannya dengan yang lain. Hal yang ditunggu-tunggu dari Allah hanya itu. Sesungguhnya Allah pasti memberinya kekuatan agar ia bisa memenuhi hak-hak ibadah dan pengabdian selama umur serta tuntutan beribadah masih ada padanya. Bantuan semacam inilah yang menjadi tujuan. Dan Allah Maha kuasa terhadap apa yang Ia kehendaki. Jika menghendaki, Dia akan memberi penguat tubuh hamba-Nya dengan perantara makanan dan minuman. Atau dengan tanah liat dan debu. Atau dengan tasbih dan tahlil seperti halnya para malaikat. Dan jika menghendaki, Dia akan memberi penguat tanpa perantara semua itu. Yang dicari seorang hamba tidak lain hanyalah penguat tubuh dan kekuatan untuk beribadah, bukan makan dan minum, syahwat dan keinginan yang menggebu serta merasakan kenikmatan. Jadi, semua penyebab itu di luar perhitungannya. Oleh karena itu, orang-orang yang tekun beribadah dan berzuhud mampu menempuh berbagai perjalanan serta melipat malam dan siang. Di antara mereka ada yang tidak makan selama sepuluh hari. Ada yang tidak makan selama satu atau dua bulan dan mereka tetap kuat seperti biasa.

Di antara mereka ada yang menelan pasir, lalu Allah menjadikannya sebagai bahan penguat, seperti cerita tentang Sufyan Ats-Tsauri. Beliau kehabisan bekal di Mekkah dan hidup dengan memakan pasir selama lima belas hari.

Abu Mu’awiyah Al-Aswad berkata: “Aku melihat Ibrahim bin Adham memakan tanah liat selama dua puluh hari.”

Diceritakan dari Al-A’masy, beliau berkata: “Ibrahim At-Taimi berkata kepadaku, ‘Aku belum makan selama satu bulan’” Aku bertanya: “Satu bulan?” Ibrahim menjawab: “Tidak. Sebenarnya malah dua bulan, hanya saja seseorang bersumpah demi Allah agar aku memakan setangkai anggur, lalu aku memakannya dan perutku terasa sakit,”

Menurutku Anda tidak perlu heran terhadap hal semacam ini. Sesungguhnya Allah mampu mewujudkan apa yang Dia hendaki seperti halnya orang yang sedang sakit. Ia tidak makan Selama sebulan dan terlihat masih hidup. Apapun yang terjadi

orang yang sedang sakit tentu lebih lemah keadaannya dan lebih lembek ketimbang orang yang sehat.

Adapun orang yang mati kelaparan, itu adalah ajal yang mendatanginya, sama halnya dengan orang yang mati kekenyangan.

Aku pernah mendengar bahwa Abu Sa’id Al-Kharraz rahimahullah berkata: “Seperti biasanya, Allah memberiku makan tiga hari sekali. Lalu aku masuk ke pedalaman. Sudah lebih dari tiga hari aku tidak makan. Pada hari keempat aku merasa lemas dan duduk di tempatku berada saat itu. Tiba-tiba terdengar hatif (Suara tanpa rupa): “Hai Abu Said! Apa yang lebih kamu sukai, penyebab atau kekuatan?” Aku menjawab: “Tidak. Aku tidak butuh selain kekuatan.” Lalu aku berdiri perlahan-lahan dan bisa mengangkat tubuh. Akupun tinggal selama dua belas hari tanpa makan, dan aku tidak merasa sakit karenanya.”

Sedangkan bila seorang hamba melihat penyebab yang tertahan untuknya dan mengetahui ada perasaan tawakal dalam dirinya, maka yakinlah bahwa Allah akan memberinya kekuatan. Jangan merasa bosan dengan hal semacam itu, tapi sudah seharusnya ia bersyukur kepada Allah dalam hal ini dengan syukur yang sebanyak mungkin. Karena sesungguhnya ia mendapat anugerah dan perlakuan yang halus tanpa mengeluarkan biaya tapi mendapat pertolongan. Dia berhasil mendapatkan inti dan tujuan, terhindar dari hal berat dan perantara, terlepas dari ketergantungan pada kebiasaan.

Allah memperlihatkan jalan kekuasaan dan menyamakan keadaannya dengan para malaikat. Allah mengangkatnya dari tingkatan hewan dan orang lain pada umumnya dengan kemuliaan tersebut.

Renungkanlah inti yang penting ini niscaya insya Allah Anda memperoleh keuntungan yang banyak dan agung.

Aku (Al-Ghazali) menambahkan: “Mungkin Anda akan berkata bahwa dalam membahas masalah rezeki ini terlalu berlebihan sehingga melenceng dari tujuan utama kitab ini.”

Menurutku, demi Sifat Hayat Allah, apa yang Anda katakan terlalu berlebihan ini sangatlah sedikit dibanding kebutuhan segi kebutuhannya. Sebab masalah ini sangat diperlukan dalam beribadah, bahkan menjadi pusat urusan dunia dan peribadatan. Siapa saja yang menganggap penting masalah ibadah hendaklah berpegang teguh dengan keterangan ini serta memelihara hakhaknya. Jika tidak, tentu ia semakin menjauh dari tujuan.

Termasuk hal yang menunjukkan kewaspadaan para ulama akhirat yang telah mencapai kedudukan makrifat billah adalah bahwasanya mereka membangun urusan di atas rasa tawakal kepada Allah, meluangkan waktu khusus untuk beribadah kepada Allah dan menyingkirkan semua rintangan. Banyak di antara mereka yang menyusun kitab dan tidak sedikit pula yang meninggalkan wasiat. Lalu Allah mengirim beberapa pembantu berupa pemimpin-pemimpin dan para sahabat sehingga kebaikan yang murni mengalir begitu saja bagi mereka, yaitu melakukan kegiatan yang tidak bisa dilakukan oleh sekelompok imam yang zahid dari aliran Kiramiyah, karena mereka membangun mazhab di atas dasar yang tidak lurus.

Kemuliaan kita takkan hilang selama masih berpijak pada jalan para imam yang keluar (telah lulus) dari tempat-tempat ibadah dan madrasah kita. Di antara mereka ada yang menjadi pemuka di bidang pengetahuan seperti Al-Ustadz Abu Ishaq, Abu Hamid, Abu Ath-Thayyib, Ibnu Faurak, guru kita Abu Bakr AlWarraq, dan pemuka-pemuka yang lain. Ada ulama yang tekun beribadah seperti Abu Ishag Asy-Syairazi, Abu Sa’id Ash-Shuffi, Naser Al-Muqaddasi dan imam-imam lain yang lebih unggul dalam ilmu dan kezuhudannya hingga sampai pada orang-orang berhati lemah dan berlumur ketergantungan seperti kita, yang bahayanya lebih banyak ketimbang manfaat yang ditimbulkannya.

Akhirnya urusan agama semakin mundur, cita-cita menjadi Pupus, keberkahan pergi melayang, rasa lezat dan manisnya ibadah hilang musnah, dan seseorang nyaris tidak memiliki ibadah yang bersih atau berhasil mendapatkan ilmu dan hakekat.

Seberkas sinar yang nampak pada diri kami saat ini tak lain berasal dari orang yang masih berpijak pada jalan ulama-ulama salaf dan guru-guru kami terdahulu seperti Harts Alk-Muhaasibi, Muhammad bin Idris Asy-Syafi ‘i, Imam Muzani, Harmalah, dan pemuka-pemuka agama yang lain rahimahumullah.

 

Seperti dikatakan seorang penyair, mereka (para ulama) adalah:

Mereka tidak bersahabat dengan hari kecuali tetap menjaga diri dan tidak dapat menjauh dari kecintaan Tuhan mereka.

Mereka adalah orang-orang yang mulia, terpercaya dan banyak mendapat petunjuk.

Mereka menjadikan Tuan segala tuan (Tuhan) sebagai tujuan.

Ikatan kesabaran akan terurai bagi orang yang bersabar.

Dan tak satupun ikatan hari-hari mereka yang terurai.

 

Pada awalnya kita menjadi raja, lalu berubah menjadi rakyat. Mula-mula kita penunggang kuda, lalu berubah menjadi pejalan kaki. Semoga saja kita sama sekali tidak terputus dari jalan Allah.

Hanya Allah tempat memohon pertolongan, dalam menghadapi berbagai musibah. Dia-lah tempat meminta. Semoga Dia tidak mencabut sisa ilmu ini. Ssungguhnya Dia Maha Pemurah, Maha Mulia, Maha Pemberi anugerah, dan Maha Pengasih. Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan

Allah yang Maha Luhur dan Maha Agung.

 

 

Adapun tafwidh (penyerahan diri), maka renungkanlah dua hal penting di dalamnya.

Pertama, Anda harus tahu bahwa memilih itu tidak layak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang sudah mengetahui sebuah perkara dari segala sisi, baik lahir maupun batin, keadaan ataupun akibatnya. Jika tidak, tentu dia tidak tahu bahwa dirinya telah memilih kerusakan dan kehancuran serta meninggalkan hal yang berisi kebaikan dan kemaslahatan.

Apakah Anda tidak melihat bagaimana seandainya diri Anda berkata kepada seorang penduduk desa atau penggembala kambing: “Tolong pilihkan dirham-dirham ini dan bedakan antara yang baik dan buruk untukku!” Orang tersebut pasti tidak bisa membedakannya. Kalaupun Anda mengatakan hal itu kepada seorang pedagang pasar yang tidak terbiasa menukar uang, terkadang ia pun kesulitan membedakannya. Kalau begitu Anda tidak merasa tenteram selain menyerahkan pekerjaan itu kepada penukar uang yang tahu benar dengan emas dan perak serta ciri masing-masing.

Pengetahuan yang lebih mencakup semua hal dari segala segi seperti ini tidak pantas dimiliki oleh selain Penguasa alam semesta.. Jadi, tak seorangpun berhak memilihkan dan mengatur selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya.

Oleh karena itu Allah berfirman:

Artinya: “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihkannya. sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka.” (Q.S. Al-Qashash: 69) Kemudian Dia melanjutkan:

Artinya: “Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (di dalam) dada mereka dan apa yang mereka nyatakan.” (Q.S. Al-Qashash: 69)

Dikisahkan bahwa seorang saleh menerima ilham dari Allah: “Mintalah! Pasti kamu diberi.” Dania termasuk orang yang mendapat taufik. Oleh karena itu dia berkata. “Sesungguhnya Dzat yang lebih mengetahui segalanya berfirman kepada orang yang tidak tahu apa-apa.” Allah berfirman: “Mintalah! Pasti kamu diberi.” ia menjawab: “Aku tidak tahu apa yang baik agar kupmta, tapi pilihkanlah hal itu untukku.”

Camkan hal ini baik-baik.

Kedua, apa yang Anda katakan bila ada seorang lelaki yang berkata pada Anda: “Aku akan menyelesaikan semua urusanmy dan mengatur kebaikan-kebaikan yang kamu butuhkan. Karena itu serahkanlah semua urusanmu kepadaku dan sibukkan dirimu dengan sesuatu yang dapat menolongmu.” Lelaki tersebut adalah orang yang terpandai di antara orang banyak pada zaman Anda, paling bijaksana, paling kuat, paling belas kasih, paling terjaga, paling benar (terpercaya) dan paling setia (memenuhi janji) di antara mereka. Apakah Anda tidak mengambil kesempatan itu dan menganggapnya sebagai kenikmatan paling agung, sebagai sebuah anugerah terbesar dan mengucapkan terimakasih yang setimpal serta menyanjungnya dengan pujian terbaik?

Kemudian, jika ia memilihkan sesuatu yang Anda lihat tidak ada baiknya, Anda tidak merasa jemu bahkan lebih percaya dan lebih mantap pada pengaturannya. Anda pun tahu bahwa ia tidak akan memilihkan sesuatu kecuali yang terbaik dan tidak akan melihat selain kebaikan pada diri Anda. Apa yang terjadi setelah semua urusan Anda serahkan kepadanya dan ia mau menjamin hal itu?

Lalu kenapa Anda tidak menyerahkan segala urusan kepada Allah Penguasa alam semesta. Sedangkan Dia adalah Dzat yang mengatur segala urusan dari langit sampai bumi. Dia terpandai di antara para ilmuan, paling mampu di antara orang-orang yang mampu, lebih kasih sayang di antara para pengasih, dan terkaya di antara orang-orang kaya, agar Dia memilihkan untuk Anda dengan kelembutan ilmu-Nya dan kebaikan (kerapian) cara pengaturnya, sesuatu yang tidak tersentuh oleh pengetahuan Anda dan tidak terlintas dalam pikiran Anda. Setelah itu sibukkanlah diri Anda dengan pekerjaan yang dapat menolong Anda di hari esok.

Jika Dia memilihkan untuk Anda sesuatu yang belum Anda ketahui rahasianya, hendaknya Anda merelakan hal itu dan merasa tenang kepadanya apapun yang terjadi, sebab pilihan Allah tentu yang terbaik. Karena itu, renungkanlah! Semoga Anda mendapat petunjuk. Hanya Allah tempat memohon taufik.

 

 

Rela dengan Takdir

Cobalah Anda renungkan dua hal pokok yang bisa memuaskan ini.

Pertama, faedah kerelaan yang didapat dengan seketika dan yang akan diperoleh di kemudian hari.

Faedah yang diperoleh dengan seketika adalah kosongnya hati dan berkurangnya keprihatinan yang tiada guna. Karena itulah sebagian besar orang zuhud berkata: “Jika takdir Allah telah nyata, niscaya keprihatinan itu tiada guna.” Dasar ungkapan ini adalah hadis Nabi Saw. Beliau berkata kepada Ibnu Mas’ud r.a.:

Artinya: “Kurangi keprihatinanmu. Apa yang telah ditakdirkan pasti terjadi, dan apa yang tidak ditakdirkan pasti tidak akan datang padamu.”

Ini adalah ucapan kenabian yang bersifat umum tapi cukup memadai, ringkas dan padat.

Adapun faedah yang akan diperoleh di kemudian hari adalah pahala dan kerelaan Allah. Allah Swt. berfirman:

Artinya: “Allah meridai mereka, dan mereka pun rida kepada-Nya.” (Q.S. At-Taubah: 100)

Kebencian terhadap takdir akan menimbulkan keprihatinan, kesedihan dan rasa jemu dengan seketika serta dosa dan siksaan di kemudian hari yang tiada berguna, Sebab takdir Allah pasti berlaku dan tidak mungkin berpaling karena keprihatinan dan kebencian Anda, seperti dikatakan seorang penyair:

Wahai nafsu! Bersabarlah dari apa yang telah ditakdirkan,

niscaya kamu terbebas dari sesuatu yang tidak ditakdirkan.

Lihatlah kenyataan! Sesungguhnya hal yang telah ditakdirkan

pasti terwujud untukmu baik kamu bersabar atau tidak.

 

Orang yang memiliki akal tentu tidak akan memilih keprihatinan yang tidak berguna, mendapatkan dosa dan siksaan, meninggalkan hati yang nyaman dan pahala di dalam surga.

Kedua, kekhawatiran yang terdapat di dalam kebencian, bahaya, kekufuran dan kemunafikan di dalamnya jika tidak diikuti oleh rahmat dari Allah.

Renungkan juga firman Allah di bawah ini:

Artinya: “Maka demi Tuhanmu. Mereka (Pada hakekatnya) tidak beriman sampai mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (Q.S. An-Nisaa’: 65)

Dalam ayat ini keimanan ditiadakan dan Allah bersumpah bahwasanya orang yang membenci dan merasa keberatan terhadap keputusan Rasulullah Saw. tidak memiliki rasa iman. Lalu bagaimana dengan orang yang membenci keputusan (takdir) Allah?

Telah kami ceritakan bahwa Allah Swt. berfirman (dalam hadis qudsi):

Artinya: “Barangsiapa tidak rela dengan keputusan-Ku, tidak bersabar atas cobaan-Ku dan tidak bersyukur atas nikmat-nikmatKu hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku.”

Ada yang mengatakan bahwa seakan-akan Allah berfirman: “Orang ini tidak merelakan Aku menjadi Tuhannya ketika dia marah, karena itu hendaklah ia membuat tuhan lain yang ia relakan.”

Ayat ini merupakan sebuah ancaman yang sangat tajam dan menakutkan bagi orang yang berakal.

Benar sekali apa yang dikatakan oleh seorang ulama salaf saat beliau ditanya: “Apa yang dinamakan pengabdian dan ketuhanan itu?” Beliau menjawab: “Tuhan itu berhak memutuskan dan seorang hamba berhak merelakannya.” Jika Tuhan memutuskan dan hamba itu tidak merelakannya, maka tidak ada pengabdian dan tidak ada ketuhanan. Karena itu, renungkanlah hal penting ini dan lihatlah diri Anda sendiri, semoga Anda selamat dengan pertolongan Allah dan taufik-Nya.

Kesabaran adalah obat yang pahit dan minuman yang tidak menyenangkan namun mengandung berkah, mendatangkan banyak kegunaan dan menolak setiap bahaya dari Anda. Karena itu, jika ada obat yang ciri-cirinya semacam ini, tentu orang yang berakal akan memaksakan diri untuk meminum dan menelannya, menahan rasa pahit dan bau yang menyengat darinya kemudian berkata: “Kepahitan sesaat berarti rasa nyaman setahun.”

 

Manfaat yang Diperoleh dengan Kesabaran

Ketahuilah bahwa sabar itu ada empat macam:

– Sabar menjalankan ketaatan

– Sabar menjauhi maksiat

– Sabar menjauhi kelebihan dunia

 – Sabar menghadapi ujian dan berbagai musibah.

 

Jika sesorang telah mampu menahan pahitnya kesabaran dan ia bersabar di dalam empat tempat ini, berarti ia telah berhasil mendapatkan ketaatan dan berbagai macam tingkatannya seperti istiqamah dan menerima pahala yang agung di hari kemudian. Ia tidak akan terjerumus dalam kemaksiatan dan berbagai bencananya di dunia serta imbasnya kelak di akhirat. Ia tidak diuji dengan mencari keduniaan, tidak disibukkan di dunia dan tuntutan di akhirat karenanya. Pahala sesuatu yang diujikan kepadanya dan apa yang ia tinggalkan tidak akan terhapus. Dengan begitu, karena kesabarannya tadi ia bisa mendapatkan ketaatan, berbagai tingkatan yang mulia, pahala, ketakwaan, kezuhudan, pengganti dan pahala yang agung dari Allah.

Rincian keterangan di atas adalah sesuatu yang hanya diketahui oleh Allah.

Bahaya yang Ditolak oleh Kesabaran

Mula-mula ia akan terbebas dari berkeluh-kesah dan penderitaannya di dunia, kemudian terbebas dari dosa dan siksaannya di akhirat.

Adapun orang yang tidak mampu bersabar dan memilih jalan berkeluh-kesah, maka ia akan kehilangan semua manfaat dan menemui berbagai bahaya. Sebab ia tidak bersabar menjalankan beratnya ketaatan, lalu ia tidak menjalankannya. Ia tidak bersabar memelihara taatnya, lalu ia meleburnya. Atau ia tidak sabar melangsungkan ketaatannya sehingga tidak sampai pada kedudukan tertinggi, yakni istiqamah. Atau ia tidak sabar menjauhi maksiat lalu terjerumus di dalamnya. Atau tidak mampu menjauhi kelebihan dunia lalu ia sbuk mencarinya. Atau ia tidak sabar menghadapi musibah dan terrhalang dari pahala kesabaran.

Kadang-kadang ia banyak mengeluh sehingga kehilangan pengganti karenanya. Ia pun mendapatkan dua musibah, yakni kehilangan sesuatu dan kehilangan pahala, pengganti, menerima hal yang tidak menyenangkan dan terhalang dari kesabaran.

Ada yang mengatakan: “Kehilangan kesabaran menghadapi musibah lebih berat daripada musibah itu sendiri.”

Lalu apa gunanya sesuatu yang dapat menghilangkan apa yang sudah ada dan tidak dapat mengembalikan sesuatu yang telah hilang? Karena itu usahakan jika Anda kehilangan salah satunya jangan sampai kehilangan yang satunya lagi.

Di antara ungkapan yang mencakup hal ini adalah apa yang kami riwayatkan dari sahabat Ali bin Abu Thalib k.w. bahwa beliau menjenguk seorang laki-laki dan berkata: “Jika kamu bersabar maka takdir Allah akan terjadi padamu dan kamu diberi pahala. Jika kamu mengeluh maka takdir Allah akan terjadi padamu dan kamu menanggung dosa.”

Kesimpulannya adalah: Sesungguhnya memutuskan hati dari berbagai ketergantungan yang sudah lazim akan mencegah nafsu dari kebiasaan yang sudah tertanam kuat dengan kemurnian tawakkal kepada Allah yang Maha Agung Asma-Nya, tidak merancang segala sesuatu dan menyerahkannya kepada Allah tanpa mengetahui rahasia yang tersimpan di dalamnya, menahan nafsu dari kebencian dan keluhan yang selalu diburunya, memaksa nafsu dengan kendali “rela” dan menelan pahitnya kesabaran yang selalu dijauhinya adalah hal yang pahit, pengobatan yang sangat keras dan sebuah beban berat, tapi juga aturan yang benar dan sebuah jalan yang lurus. Akibatnya juga terpuji dan mengalami keadaan yang menguntungkan.

 

Apa yang Anda katakan jika ada orang tua yang penuh kasih Sayang dan kaya mencegah anaknya tercinta dari makan kurma atau apel karena ia sedang menderita sakit mata? Kemudian ia menyerahkannya kepada seorang guru yang keras, yang mendidik dan menahannya sepanjang hari di hadapan beliau sampai ia bosan lalu membawanya ke tukang canduk sampai ia merasa kesakitan dan gelisah? Apakah orang tua tersebut mencegahnya karena pelit? Bagaimana mungkin, sementara ia memberi orang lain dan melapangkan mereka. Atau mungkinkah, karena ia berlaku keras kepada anaknya? Padahal ia menyimpan apa yang dimiliki untuk anaknya.

 

Atau mungkinkah orang tua tersebut bermaksud menyakiti anaknya karena marah? Bagaimana mungkin, sedangkan anak itu adalah penyejuk mata dan buah hatinya yang seandainya ditiup angin saja ia akan merasa sangat kasihan?

Tidak. Orang tua itu melakukan semua ini karena ia melihat itulah yang terbaik untuk anaknya. Dengan sedikit jerih payah ini anak itu akan memperoleh banyak kebaikan dan mendapatkan manfaat yang sangat besar.

Apa yang Anda katakan jika ada seorang dokter ahli yang memberi nasehat dan mencintai pasiennya, lalu ia melarang pasien tersebut minum air, sementara ia sangat dahaga dan kerongkongannya seperti terbakar dan malah memberinya obat pahit yang sangat dibencinya dan membuat diri (pasiennya) mengeluh? Adakah dokter itu melakukannya karena ia memusuhi dan ingin menyakitinya? Tidak. Tapi ia bermaksud memberi nasehat dan berbuat baik, karena ia tahu pasti bahwa jika ia memberikan keinginan pasiennya berarti itulah saat kehancurannya dan ia memberikan kebinasaan kepadanya. Dan dengan mencegahnya berarti itulah obat dan kelangsungan hidupnya.

Renungkanlah wahai orang yang jantan. Apabila Allah menahan sepotong roti atau satu dirham dari Anda, sementara Anda tahu dengan nyata bahwa Dia memiliki apa yang Anda inginkan dan mampu menentukannya untuk Anda. Dia juga memiliki kemurahan, anugerah dan mengetahui keadaan Anda sehingga tidak ada sesuatupun yang samar dari-Nya.

Allah tidak miskin, tidak lemah dan tidak ada yang tersembunyi dari semua itu. Maha Suci Allah. Dia lebih kaya dari prang-orang kaya, lebih mampu dari orang-orang yang mampu, febih pandai dari para ulama dan lebih pemurah dari para pemurah.

Maka dengan semua itu Anda benar bahwa sesungguhnya Dia tidak akan mencegah Anda kecuali karena hal itu baik dan menjadi pilihan-Nya. Bagaimana tidak jika Dia telah berfirman:

Artinya: “Dia menciptakan untukmu semua yang ada di bumi.” (Q.S. al-Baqarah: 29)

Bagaimana tidak jika Dia bermurah hati dengan memberi kemakrifatan pada Anda, sesuatu yang dapat merusak dunia dengan berbagai rahasianya?

Dalam sebuah hadis diterangkan:

Artinya: “Sesungguhnya Allah berfirman, “Sungguh Aku melindungi kekasih-kekasih-Ku dari kenikmatan dunia seperti halnya penggembala yang penuh kasih melindungi ontanya dari tempat kurap berkembang biak.”

Tika Dia menguji Anda dengan sebuah kesulitan maka Yakinlah bahwa Dia tidak memerlukan ujian dan cobaan Anda. Dia Maha Tahu keadaan Anda, Maha Melihat kelemahan Anda dan Dia lebih mengasihi Anda. Apakah Anda tidak mendengar Nabi Saw. pernah bersabda:

Artinya: “Sesungguhnya Allah lebih mengasihi hamba-Nya yang beriman dibanding dari seorang ibu yang penuh kasih terhadap anaknya.”

Jika telah mengetahui maka Anda pasti mengerti bahwa Dia tidak menurunkan sesuatu yang tidak menyenangkan ini kecuali karena adanya kebaikan, akan tetapi Anda tidak mengetahui kebaikan tersebut sedangkan Dia tahu akan hal itu. Karenanya Anda melihat Dia sering memperbanyak.ujian untuk kekasih pilihan-Nya, yakni hamba-Nya yang paling mulia. Sampai-sampai Nabi Saw. bersabda:

Artinya: “Apabila Allah mencintai suatu kaum tentu Dia menguji mereka.”

Beliau juga bersabda:

Artinya: “Sesungguhnya manusia yang paling banyak menerima cobaan adalah para nabi, lalu para rasul, kemudian orang yang sederajat dengan mereka, dan seterusnya.”

Jika Anda melihat Allah menahan dunia dari Anda atau memperbanyak kesulitan dan cobaan kepada Anda, maka ketahuilah bahwa Anda sungguh mulia di hadapan-Nya dan menempati kedudukan tinggi di sisi-Nya. Dia menempatkan Anda pada jalan yang dilalui para kekasih-Nya. Dia Melihat Anda dan tidak membutuhkan semua itu.

Apakah Anda tidak mendengar firman-Nya:

Artinya: “Dan bersabarlah menunggu keputusan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami.” (Q.S. AthThuur: 48)

Lihatlah anugerah yang diberikan-Nya kepada Anda dan kebaikan yang dipelihara-Nya untuk Anda. Dia juga memperbanyak pahala dan menempatkan Anda pada derajat orang-orang baik dan mulia di hadapan-Nya. Anda pun melihat kesudahan yang terpuji dan pemberian yang agung.

Hanya Allah yang menguasai taufik dengan anugerah-Nya.

Secara singkat, jika Anda sudah tahu dan merasa yakin bahwa Allah-lah Dzat yang secara penuh menjamin rezeki yang mau tidak mau Anda perlukan untuk kelestarian hidup Anda dan pelaksanaan ibadah kepada-Nya. Dia mampu melakukan apa yang Dia kehendaki apapun yang diinginkan-Nya. Dia Maha Melihat kebutuhan Anda, keadaan demi keadaan dan waktu demi waktu. Maka Anda pun percaya dengan jaminan-Nya yang nyata, pada janji-Nya yang tepat dan hati Anda pun tenang karenanya. Anda juga berpaling, tidak mengingat berbagai ketergantungan dan penyebab serta ketergantungan hati kepada berbagai penyebab. Karena ketergantungan tersebut tidak bisa mencukupi Anda tanpa adanya Allah Swt., karena Dia-lah yang dah kita memakan dan meminumnya. Kemudin Allah jualah yang membuatnya terasa enak dan membuat nyaman. Dia juga Dzat yang mempertemukan Anda dengan kekuatan dan tannya, menolak keberatan dan bahaya-Nya. Dia-lah yang memperkaya dan mencukupi Anda dengannya jika Dia menghendaki. Dengan demikian segala sesuatu kembali kepadaNya, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu, bertawakallah kepada-Nya, jangan bertawakal kepada yang lain.

Di samping itu Anda juga tidak usah merancang semua urusan Anda. Serahkan semuanya kepada Allah, Dzat yang mengatur langit dan bumi. Kosongkan diri Anda dari sesuatu yanp tidak terjangkau pengetahuan dan pikiran Anda, yakni urusan yang terjadi esok pagi. Juga dari pemikiran tentang sesuatu yang akan ditemui atau tidak di keesokan hari, dan bagaimana hal itu akan terjadi.

Hendaknya mencukupkan diri, tidak berangan-angan dan berandai-andai, karena hal itu hanya membuat hati Anda sibuk dan menyia-nyiakan waktu yang mulia di dalamnya. Boleh jadi Anda menemukan sesuatu yang sama sekali tidak terbersit dalam benak Anda. Maka apa yang telah Anda pikirkan, Anda rancang, waktu Anda yang mahal terbuang percuma di dalamnya sama sekali tidak berguna, tidak bermanfaat, bahkan menjadi suatu kerugian yang akan Anda sesali. Anda juga rugi karena telah menyibukkan hati dan menyia-nyiakan umur di dalamnya.

Seorang ulama yang zuhud bersyair sehubungan dengan arti seperti di atas:

Telah terdahulu keputusan dan kepastian dari Allah. Istirahatkan (kosongkan) hatimu dari kata ‘kalau’ dan kata ‘seandainya.’

Ulama yang lain berkata:

Apa yang sudah ditetapkan akan terjadi pada waktunya.

Orang-orang bodoh bersusah payah dan bersedih hati.

Mungkin sesuatu yang kamu takutkan tidak terjadi dan mungkin

Juga apa yang kamu harapkan tidak terwujud.”

Lalu dengan cepat Anda berkata pada diri sendiri: “Wahai diriku! Tidak mungkin ada sesuatu yang menimpa kita selain apa yang telah ditakdirkan Allah untuk kita. Dia-lah Tuhan kita. Dia yang mencukupi kita dan Dia-lah sebaikbaik Dzat untuk memasrahkan diri, karena Dia Maha Kuasa dan kekuasaan-Nya tidak terbatas. Dia Maha Bijaksana dan kebijaksanaan-Nya tidak terbatas, dan Maha Pengasih yang tiada batasnya.

Orang yang mempunyai sifat-sifat seperti di atas benar-benar telah bertawakal kepada Allah dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Oleh karena itu, hendaklah Anda selalu berserah diri.

Begitu pula Anda seharusnya memantapkan hati bahwa apa yang telah diputuskan oleh Allah itulah yang paling cocok dan terbaik walaupun hal itu tidak terjangkau pemikiran kita, bagaimana caranya dan apa rahasianya. Lalu Anda berkata pada diri sendiri: “Wahai diriku! Apa yang telah ditakdirkan pasti terjadi. Karena itu tiada gunanya merasa benci. Pilihan tetap jatuh pada apa yang dibuat Allah dan tiada jalan untuk membencinya. Bukankah kamu pernah berkata: ‘Aku rela Allah menjadi Tuhanku. Kenapa kamu tidak rela dengan keputusan (takdir)Nya? Padahal takdir termasuk urusan ketuhanan dan.itu adalah hak ketuhanan (Allah). Karena itu relakanlah.”

Begitu juga jika Anda tertimpa musibah dan mengalami hal yang tidak menyenangkan sebaiknya Anda menahan nafsu dan membatasi hati agar tidak sampai mengeluh. Jangan menampakkan pengaduan dan kesedihan apalagi saat pertama kali mengalaminya. Karena segala sesuatu tergantung pada saat semuanya dimulai, sementara pada saat itu nafsu selalu tergesa-gesa dengan kebiasaannya mengeluh.

Kemudian Anda berkata pada diri sendiri: “Wahai diriku! Semua ini telah terjadi. Tidak ada upaya yang bisa mencegahnya, Allah telah mencegah bahaya yang lebih besar darinya, karena sesungguhnya bentuk cobaan yang berada dalam gudang simpanan-Nya lebih banyak. Semua ini akan berakhir, tiada abadi, la bagai mendung yang akan terkuak, karena itu bertahanlah. Hai diriku! Sedikit musibah yang kau alami akan membuahkan kebahagiaan panjang dan pahala yang agung setelah kamu tidak menemukan tempat untuk mencegahnya.”

Tiada gunanya mengeluh. Sebenarnya tidak ada bencana (musibah) jika ia dihadapi dengan hati yang puas dan kesabaran. Kemudian mulut Anda sibuk dengan istirja’ dan hati Anda sibuk mengingat pahala yang diterima dari Allah. Lalu Anda mengingat bagaimana sabarnya para nabi yang tabah menerima musibahmusibah besar dan para wali (kekasih) yang mulia di hadapan Allah.

Jika pada suatu saat Anda tertahan dari dunia, katakanlah pada diri Anda sendiri: “Wahai diriku! Dia lebih tahu keadaanmu, lebih mengasihimu dan lebih Mulia. Dia-lah Dzat yang memberi makan pada anjing yang hina dan memberi makan orang kafir yang memusuhi-Nya. Sedangkan aku adalah hamba-Nya, mengenal-Nya dan mengesakan-Nya. Apakah aku tidak pantas ditukar dengan sepotong roti? Suatu hal yang mustahil. Karena itu, ketahuilah bahwa Dia tidak akan menahan hal itu kecuali karena ada manfaat yang lebih besar. Dan Allah akan menjadikan kemudahan setelah adanya kesulitan. Oleh karena itu, bersabarlah sebentar pasti kau akan melihat keajaiban dari kelembutan ciptaanNya. Adakah kau tidak mendengar seorang penyair berkata:

Nantikanlah apa yang diperbuat Tuhanmu, nanti akan datang apa yang kamu inginkan berupa jalan keluar (dari-kesulitan) yang dekat.

Jangan berputus asa jika menemui suatu musibah,

karena banyak kejadian alam gaib yang ajaib dan menakjubkan.

Ungkapan penyair lain yang hampir sama sebagai berikut:

Ingatlah wahai orang yang direpotkan sebuah keprihatinan.

 

Jika kesulitan itu telah memuncak menimpamu maka pikirkanlah surah “Alam Nasyrah.”

Satu kesengsaraan di antara dua kesenangan.

Jika kamu mau mengulangnya pasti akan gembira.

Jika Anda telah menjalankan perintah-perintah ini dan semisalnya, kemudian dengan berkesinambungan Anda mengulang dan melatih diri, maka sungguh hal itu akan mempermudah diri Anda dalam waktu yang singkatjika memang memiliki keinginan kuat dan kesungguhan dalam hati. Dengan begitu Anda benar-benar telah mencegah empat macam rintangan ini dari diri Anda dan menyingkirkan bahayanya. Di hadapan Allah Anda termasuk orang-orang yang bertawakal, berserah diri, rela dengan takdir-Nya dan sabar menerima cobaan-Nya. Anda juga berhasil mendapatkan kenyamanan hati dan badan di dunia, mendapatkan keagungan pahala dan simpanan di akhirat. Mendapatkan derajat mulia dan kecintaan di hadapan Allah Penguasa alam semesta. Lalu Anda pun mengumpulkan dua kebaikan, yakni dunia dan akhirat.

Jalan ibadah Anda terbentang lurus karena tidak ada lagi rintangan dan kesibukan. Saat itulah Anda berhasil melewati satu tahapan yang sulit.

Hanya Allah tempat meminta. Semoga Dia berkenan membantu Anda dan kita semua dengan kebaikan taufik-Nya, karena segala sesuatu berada di bawah kekuasaan-Nya. Dia Maha Pengasih di antara para pengasih. Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Luhur dan Maha Agung.

 

 

Komentar atau pertanyaan, silakan tulis di sini

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama