Terjemah Kitab Minhajul Abidin; Dorongan dan motivasi

 

Terjemah Kitab Minhajul Abidin

 

Tahapan Kelima

Dorongan dan motivasi

 

Selanjutnya hendaklah Anda terus melangkah bila jalan telah terbentang lurus, mudah ditempuh, berbagai rintangannya telah terangkat dan cobaan yang datang mendadak telah hilang.

Anda tidak akan bisa berjalan dengan lurus jika tidak memiliki rasa takut dan menaruh harapan kepada Allah, memenuhi hak-hak dan sesuai dengan batasan yang dimiliki keduanya.

 

A. Rasa Takut (Khauf) dan Harapan (Roja)

Keharusan merasa takut kepada Allah itu disebabkan dua hal:

Pertama, mencegah kemaksiatan. Sebab nafsu yang selalu memerintahkan berbuat buruk, cenderung mengajak ke arah keburukan, memandang perbuatan fitnah dan tidak mau berhenti kecuali setelah ditakut-takuti dengan sesuatu yang sangat dahsyat dan diancam dengan ancaman yang gawat karena nafsu tidak memiliki watak orang merdeka yang mementingkan kesetiaan dan kekerasan hatinya bisa dicegah dengan rasa malu.

Nafsu, seperti yang dikatakan oleh seorang penyair adalah:

(Nafsu) bagai seorang sahaya yang harus dipukul dengan tongkat, sedangkan seorang yang merdeka cukup menggunakan celaan.

Untuk mengatur nafsu selamanya Anda harus memukulnya dengan cemeti takhwif (membuatnya takut) yang berupa ucapan, tindakan dan pemikiran. Seperti yang diceritakan dari seorang saleh bahwa nafsunya mengajak berbuat maksiat. Ia segera pergi melepas pakaiannya dan menggulingkan diri di atas hamparan pasir panas lalu berkata pada nafsunya: “Rasakan! Neraka jahannam itu lebih panas dari ini, hai bangkai di malam hari dan pengangguran di siang hari.”

Kedua, agar tidak bangga dengan ketaatannya. Karena kebanggan itu bisa merusak. Bahkan hal itu harus dikalahkan dengan hinaan, celaan, cacat dan kekurangan yang ada di dalamnya seperti hal-hal buruk dan dosa-dosa yang kesemuannya mengandung bermacam kekhawatiran dan sebagainya.

Hal itu seperti yang diceritakan dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda:

Artinya: “Seandainya aku dan Nabi Isa a.s. disiksa karena sesuatu yang dikerjakan, tentu kami berdua akan disiksa dengan sesuatu yang belum pernah ditimpakan pada seorangpun di alam semesta ini.” Dan beliau memberi isyarat dengan dua jari beliau.

Diceritakan dari Al-Hasan. Beliau mengatakan: “Salah seorang di antara kita tidak akan merasa aman jika melakukan dosa lalu pintu ampunan tertutup untuknya. Dia pun beramal tidak pada tempatnya.

Diceritakan dari Abdullah Ibnul Mubarak yang mencela dirinya sendiri: “Wahai diriku! Kamu berkata menggunakan apan orang-orang yang zuhud. Kamu berbuat seperti perbuatan ng-orang yang munafik dan kamu mengharapkan surga. Hal teramat jauh bagimu. Surga sudah memiliki penduduk yang lain. Perbuatan mereka tidak sama dengan perbuatanmu.

Hal semacam inilah yang harus diperingatkan bagi seorang hamba kepada diri (nafsu)nya. Peringatan itu selalu diulang baginya agar tidak merasa bangga dengan ketaatannya atau terjerumus ke dalam kemaksiatan. Hanya Allah tempat memohon taufik.

 

Keharusan mengharap (raja’) ini disebabkan dua hal:

Pertama, mendorong berbuat taat. Sebab kebaikan adalah sesuatu yang berat. Setan melarang hal itu dan hawa nafsu selalu mengajak berbuat sebaliknya (keburukan). Orang awam yang lalai memiliki tabiat suka mengikuti nafsu secara terang-terangan. Pahala yang diharapkan melalui ketaatan tidak nampak oleh mata, sedangkan untuk mencapai pahala yang menjadi harapannya masih jauh.

Jika seperti itu keadaannya maka nafsu tidak akan terdorong berbuat kebaikan, mencintai dengan benar, dan menyukainya kecuali karena sesuatu yang sebanding dengan hal-hal yang menghalanginya atau bahkan yang melebihinya. Sesuatu tersebut adalah raja’ (harapan) yang kuat untuk mendapatkan rahmat Allah dan iming-iming yang menggiurkan berupa kebaikan pahala serta kebesaran imbalannya.

Guru kami berkata: “Kesedihan bisa menghilangkan nafsu makan, rasa takut bisa mencegah seseorang berbuat dosa, harapan bisa menguatkan seseorang beribadah, dan ingat mati bisa membuat orang menjauh dari kelebihan dunia.

 

Kedua, memudahkan Anda menanggung bermacam kesulitan,

Ketahuilah! Sesungguhnya orang yang sudah mengetahui apa yang dicari pasti mudah menyerahkan sesuatu. Orang yang telah merasakan manisnya sesuatu dan mencintainya dengan sungguh-sungguh pasti mau menanggung kesulitan dan tidak peduli dengan ongkos yang harus dikeluarkannya. Barangsiapa yang benar-benar mencintai seseorang pasti dengan senang hati menanggung (menghadapi) ujiannya, sampai-sampai dengan ujian tersebut dia merasakan berbagai macam kelezatan.

Apakah Anda tidak melihat bagaimana orang yang mengambil madu. Ia tidak peduli dengan sengatan lebah karena ingat manisnya madu. Seorang buruh tidak peduli bila harus menaiki tangga yang tinggi dengan beban berat sepanjang hari yang panas karena ingat akan mendapat dua dirham pada sore harinya. Seorang petani tidak memikirkan deritanya panas dan dingin serta menemui kemalangan sepanjang tahun karena mengingat hasil panen.

Begitu juga para hamba Allah. Mereka adalah orang yang ahli berjuang jika ingat pada surga dengan keindahan pemandangannya, berbagai macam kenikmatannya, bidadari-bidadarinya, istananya, makanannya, minumannya, perhiasannya dan semua yang dijanjikan Allah untuk para penghuninya. Mereka merasa ringan dengan beban yang harus ditanggung, seperti lelahnya beribadah atau apa yang hilang dari dunia mereka seperti kelezatan dan kenikmatan. Atau bahaya yang harus mereka hadapi seperti hinaan, siksaan dan penderitaan untuk mendapatkannya.

Telah diceritakan bahwa murid-murid Sufyan Ats-Tsauri membicarakan beliau tentang apa yang mereka lihat seperti ketakwaan, kesungguhan dan keadaan buruk beliau. Mereka berkata: Wahai ustadz! Seandainya Anda mengurangi semua iri insya Allah Anda tetap mendapatkan apa yang Anda inginkan.” Sufyan menjawab: “Bagaimana aku tidak bersungguh-sungguh, sementara aku telah mendengar bahwa para pemilik (penghuni) surga berada di tempat tinggal mereka, lalu tampak cahaya menerangi kedelapan surga. Mereka menyangka bahwa itu adalah cahaya dari sisi Tuhan. Mereka pun menyungkur seraya bersujud. Lalu mereka diperintahkan agar mengangkat kepala, karena yang kalian sangka Tuhan itu adalah cahaya seorang wanita penghuni Surga yang tersenyum di hadapan suaminya.”

Kemudian beliau (Sufyan Ats-Tsauri) bersyair:

Orang yang memiliki tempat tinggal di surga firdaus tidak merasa rugi

dengan beban yang ditanggungnya seperti kesengsaraan dan kekurangan harta. Kamu melihatnya berjalan menuju masjid dengan perasaan susah, khawatir dan takut. Ia berjalan dengan pakaian usang.

Hai nafsu! Kamu tidak akan tahan dengan api yang menyala-nyala.

Sudah saatnya menghadap surga setelah kamu membelakanginya.

Kalau begitu keadaannya, maka menurutku (Al-Ghazali) urusan ibadah itu berkisar pada dua hal, yaitu berbuat taat dan menjauhkan diri dari maksiat. Keduanya tidak akan sempurna dengan adanya nafsu yang selalu mengajak berbuat buruk di sisinya kecuali dengan targhiib (iming-iming) dan tarhiib (menakut-nakuti), memberi harapan dan memberi rasa takut. Sebab hewan tunggangan yang beringas membutuhkan seorang penuntun yang mengarahkannya dan seorang penggiring yang memberinya semangat. Jika ia nyaris masuk ke kadang ia harus dicambuk dengan cemeti di satu sisi dan di sisi lain diperlihatkan pada gandum sampai ia bangkit dan selamat dari apa yang akan menimpanya.

Anak kecil yang membandel tidak akan pergi ke sekolah kecuali dengan harapan yang diberikan oleh orang tuanya dan rasa takut yang diberikan oleh seorang guru. Begitu juga dengan nafsu. Ja adalah kendaraan beringas (nakal) yang hampir jatuh ke jurang dunia. Khauf (rasa takut) adalah cemeti dan penuntunnya sedangkan raja’ (harapan) adalah gandum dan penggiringnya.

Nafsu bagaikan anak kecil yang nakal, dibawa ke sekolah, ibadah dan takwa. Sedangkan menyebutkan neraka dan siksaan adalah untuk membuatnya takut dan menyebutkan surga beserta pahalanya adalah harapan dan iming-iming baginya.

Begitu juga seorang hamba yang ingin beribadah dan melatih diri harus merasakan dua hal pada nafsunya, yaitu khauf (rasa takut) dan raja’ (harapan). Jika tidak, maka jangan harap nafsu mau menolong ibadah Anda.

Dalam hal ini Al-Qur’an selalu mendatangkan dua hal yang berkumpul di satu tempat seperti janji yang menjadi satu dengan ancaman dan iming-iming yang menjadi satu dengan hal yang menakutkan. Allah mendatangkan keterangan yang berlebihan. Dia menggambarkan pahala dengan sesuatu yang setiap orang tidak sabar ingin meraihnya dan menggambarkan neraka dengan sesuatu yang setiap orang tidak mampu mengalaminya.

Kalau begitu keadaannya, maka hendaklah Anda selalu berpegang teguh pada dua hal (raja’ dan khauf) ini, niscaya akan Anda dapatkan keinginan untuk beribadah dan merasa ringan menanggung beban yang berat.

Hanya Allah yang menguasai taufik dengan anugerah dan rahmat-Nya.

Jika Anda berkata: “Apa hakekat raja’ dan khauf serta bagaimana hukum keduanya?”

Ketahuilah! Menurut ulama kita khauf dan raja’ ini kembali pada gerakan hati (khanthir). Sedangkan seorang hamba hanya mampu menguasai muqaddimah (tahapan awal)nya saja. Mereka berkata: “ Khauf adalah gemuruh di dalam hati yang muncul karena menyangka akan mengalami (mendapatkan) sesuatu yang tidak disukai.

Khasyyah (takut) juga hampir sama dengan khauf, akan tetapi perasaan ini menghendaki semacam pengagungan dan rasa kagum. Lawan kata “khauf” adalah “jara’ah” (berani), tapi bisa juga dengan kata “rasa aman” seperti orang yang mengatakan “penakut” sebagai lawan kata dari “orang yang merasa aman” atau “takut” dan “aman”. Sebab orang yang merasa aman adalah orang yang berani (menentang) kepada Allah. Jadi, yang benar lawan kata “khauf’ adalah “jara’ah” (keberanian).

 

Mukadimah (tahapan awal) dari khauf ada empat:

Mengingat banyaknya dosa yang telah lalu dan banyaknya musuh, yaitu orang-orang yang terus menerus berbuat zalim. Sedangkan Anda sudah tergadai dan tidak mungkin bisa terlepas setelah itu.

Mengingat pedihnya siksaan Allah Swt. yang tidak mampu Anda tanggung.

Mengingat kelemahan diri Anda saat harus menanggung siksaan.

Mengingat kekuasaan Allah terhadap diri Anda, kapan dan di mana Dia menghendaki.

Sedangkan raja’ adalah perasaan senang di dalam hati setelah mengetahui anugerah Allah dan mencari kesenangan pada keluasan rahmat-Nya. Dan raja’ semacam ini termasuk gerak hati yang tidak dikuasai seorang hamba.

Ada lagi raja’ yang mamnu dikuasai oleh seorang hamba, yakni mengingat anugerah Allah dan keluasan rahmat-Nya.

Mengharapkan sesuatu yang mengkhawatirkan dengan disertai pengecualian juga bisa dinamakan raja’.

Yang diinginkan dalam bab ini adalah yang pertama, yaitu ingatan yang sesuai dengan perasaan senang dan mengharapkan kesenangan.

 

Kebalikan (lawan) kata “raja” adalah “ya’s” (putus asa), yaitu mengingat hilangnya rahmat Allah dan anugerah-Nya serta memutuskan harapan di dalam hati. Putus asa ini termasuk kemaksiatan yang murni.

Raja’ menjadi wajib bila seorang hamba tidak memiliki jalan lain untuk mencegah keputusasaan. Jika ia memiliki jalan lain maka raja’ ini menjadi sunat baginya setelah meyakini anugerah dan keluasan rahmat Allah secara global.

 

Mukadimah raja’ ada empat:

Mengingat anugerah Allah yang diberikan kepada Anda semenjak dahulu tanpa adanya amal yang mendahului serta orang yang menolong.

2 Mengingat anugerah yang dijanjikan allah berupa pahala yang berlimpah dan kemuliaan yang agung, yang diukur dengan anugerah dan kemuliaan-Nya, tidak diukur dengan hak yang Anda miliki karena suatu amal. Sebab jika anugerah tersebut diukur sesuai amal, tentu anugerah itu sangat sedikit dan sangat kecil.Mengingat banyaknya kenikmatan Allah yang diberikan kepada Anda berupa urusan agama dan dunia dengan seketika seperti bermacam pertolongan dan kelembutan yang diberikan tanpa menuntut hak dan memintanya.

Mengingat keluasan rahmat Allah yang mengalahkan kemurkaan-Nya. Dan sesungguhnya Dia Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Kaya, Maha Mulia dan mengasihi hamba-hamba-Nya yang beriman.

Jika Anda senantiasa mengingat dua hal ini, maka ingatan tersebut akan membawa Anda pada perasaan raja’ dan khauf dalam segala keadaan.

Hanya Allah yang menguasai taufik dengan karunia dan anugerah-Nya.

 

Komentar atau pertanyaan, silakan tulis di sini

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama