Terjemah Kitab Minhajul Abidin
C. Cermin kebutuhan hamba yang lemah
Ketahuilah kebenaran yang ada dalam bab
ini.
Sebenarnya jalan ini panjang dan
pendeknya tidak sama dengan perjalanan yang ada, seperti yang sering dilakukan
oleh orang-orang dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki, dan cara
menyelesaikannya diukur dengan kekuatan dan kelemahan tubuh. Akan tetapi jalan
ini adalah jalan rohani yang dilewati oleh hati dan ditempuh dengan akal
pikiran, sesuai dengan keyakinan dan penglihatan mata hati. Jalan itu berasal
dari cahaya langit dan pandangan ketuhanan yang jatuh ke dalam hati seorang
hamba, Setelah itu ia merenung sejenak dan dengan perenungan tersebut ia bisa
melihat urusan dunia dan akhirat dengan benar. Cahaya semacam ini terkadang
dicari oleh seorang hamba selama seratus tahun tapi ia tidak bisa menemukannya,
dan pengaruhnya juga tidak nampak. Hal ini terjadi karena ia salah dalam
mencari, minimnya kesungguhan dan karena ketidaktahuannya padajalan (yang
dicariya) ini.
Hamba yang lain bisa menemukannya dalam
waktu 50 tahun. ada lagi yang menemukannya dalam waktu 10 tahun. Dan ada lagi
yang menemukannya dalam waktu satu jam atau sekejap dengan mendapat pertolongan
dari Tuhan yang Maha Mulia.
Hanya Allah yang menguasai petunjuk.
Di samping itu seorang hamba
diperintahkan untuk bersungguh-sungguh. Karenanya, seorang hamba harus
melakukan apa yang diperintahkan. Segala urusan telah dibagi dan ditentukan,
sedangkan Tuhan adalah Dzat yang teramat bijaksana dan sangat Adil. Dia
melakukan apa saja yang menjadi kehendak-Nya dan mengatur dengan apa yang
diinginkan-Nya.
Jika Anda mengatakan: “Alangkah besarnya
kekhawatiran ini. Alangkah sulitnya urusan ini. Dan alangkah banyaknya hal yang
dibutuhkan oleh hamba yang lemah ini. Lalu semua perbuatan, kesungguhan dan
usaha agar mendapatkan semua ini apa gunanya?”
Sumpah demi umurku. Ucapan Anda memang
benar bahwa Urusan ini sangat berat kekhawatirannya amat besar. Karena itu Pula
Allah berfirman:
Artinya: “Aku menciptakan manusia selalu
dalam kesulitan.” (Q.S. Al-Balad: 4)
Allah juga berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Kami menawarkan
amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, tapi mereka menolak (enggan)
menerima amanat tersebut. mereka takut terhadap amanat itu. Akan tetapi manusia
mau menanggung amanat tersebut. Sungguh ia sangat zalim dan juga bodoh.” (Q.S.
Al-Ahzaab: 72)
Karena hal itu juga Rasulullah Saw.
bersabda:
Artinya: “Seandainya kalian semua tahu
apa yang kuketahui tentu kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa.”
Diceritakan pula bahwa ada seruan dari
arah langit yang berbunyi: “Kalau saja semua makhluk tidak diciptakan. Kalau
saja saat dictptakan mereka mengetahui untuk apa semuanya diciptakan. Dan kalau
saja saat mereka sudah tahu mau beramal dengan apa yang mereka ketahui.”
Para ulama salaf mengatakan: “Diceritakan
dari Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. beliau berkata “ Aku lebih suka menjadi
dedaunan berwarna hijau sehingga hewan-hewan memakanku, sebab aku takut siksaan
Allah.
Diceritakan dari Umar bin Al-Khaththab
r.a. bahwa beliau pernah mendengar seseorang membaca ayat:
Artinya: “Adakah datang kepada manusia
suatu saat dari masa yang tidak disebut-sebut sedikitpun ?” (Q.S. Al-Insaan: 1)
Umar berkata: “Semoga saja masa itu telah
selesai.”
Ubaidah bin Al-Jarrah r.a. berkata: “ Aku
lebih senang menjadi domba bagi keluargaku. Mereka memotong-motong dagingku dan
mereguk kuahku dan aku tidak akan diciptakan kembali.”
Diceritakan dari Wahb bin Munabbih.
Beliau berkata: ” Anak Adam diciptakan dalam keadaan dungu. Jika tidak karena
kedunguannya tentu ia tidak merasakan enaknya kehidupan.”
Diriwayatkan dari Fudhail bin Iyadh r.a.
Beliau berkata:” Aku ‘ tidak bercita-cita dan merasa iri kepada malaikat yang
dekat dengan Allah, kepada seorang nabi yang diutus, dan tidak pula kepada
seorang hamba yang saleh. Bukankah mereka juga akan dicela kelak di hari
kiamat? Akan tetapi aku bercita-cita dan merasa iri kepada orang yang tidak
diciptakan.”
Diriwayatkan dari Atha’ As-Sulami. Beliau
berkata: “Seandainya ada api yang dinyalakan dan dikatakan bahwa siapa saja
yang menjatuhkan diri ke dalamnya ia tidak akan menjadi apa-apa, maka aku
merasa khawatir kalau sampai mati sebelum mencapai api tersebut karena
kegembiraanku.”
Jadi, urusan tersebut memang teramat
berat seperti yang Anda katakan tadi. Bahkan hal itu lebih berat dan lebih
dahsyat dari apa yang Anda perkirakan. Akan tetapi hal itu sudah menjadi
ketetapan dalam “ilmu” yang telah terdahulu, aturan yang telah diberlakukan
oleh Dzat yang Maha Mulia dan Maha Tahu. Tak ada jalan lain untuk seorang hamba
selain mengerahkan seluruh kemampuan dalam beribadah serta berpegang teguh pada
tali Allah dan selamanya merendahkan diri kepada-Nya. Semoga Allah mengasihani
dan menyelamatkan hamba tersebut dengan anugerah-Nya.
Sedangkan ucapan Anda yang berbunyi
“Untuk apa semua ini” adalah ucapan yang menunjukkan bahwa Anda seorang yang
Sangat pelupa. Yang benar adalah Anda mengatakan “ Kalau dilihat dari sesuatu
yang dicari oleh seorang hamba yang lemah, maka apa arti semua itu?”
Tahukah Anda apa yang dicari oleh seorang
hamba yang ?
Ringkasnya, paling tidak yang dicarinya
adalah dua hal, yaitu keselamatan dunia akhirat serta kerajaan di dunia dan
akhirat.
Hamba yang lemah tersebut mencari
keselamatan di dunia, karena dunia itu ada bersama malapetaka dan
fitnah-fitnahnya yang tidak mampu dihindari sekalipun oleh malaikat yang
didekatkan kepada Allah.
Aku pernah mendengar cerita mulai dari
Harut dan Marut. Sampai-sampai diceritakan bahwa ketika ruh (nyawa) seorang
hamba dinaikkan ke langit. Malaikat penghuni langit berteriak karena merasa
kagum.
Bagaimana orang ini bisa selamat dari
tempat yang di dalamnya malaikat-malaikat pilihan kita mengalami kerusakan?
Dan sesungguhnya karena gawat dan
sulitnya akhirat itu, para nabi dan rasul berteriak: “Diriku oh diriku. Aku
tidak memohon kepada-Mu selain keselamatan diriku.”
Sampai pernah diceritakan: “Seandainya
ada seorang lelaki yang memiliki amal seperti yang dimiliki oleh 70 orang nabi,
pasti dia mengira bahwa dirinya tidak akan selamat.”
Barangsiapa ingin selamat dari fitnah
dunia ini, hendaklah ia . keluar darinya dalam keadaan Islam dengan selamat dan
tidak tertimpa bencana. Jika ingin selamat dari gawatnya kehidupan dunia,
hendaklah ia masuk ke dalam surga dengan selamat dan tidak tertimpa marabahaya.
Apakah hal itu sesuatu yang mudah?
Seorang hamba yang lemah menginginkan
kerajaan dan kemuliaan. Yang dimaksud kerajaan di sini adalah kelangsungan
kekuasaan dan kehendak. Dan pada hakekatnya hal itu dimiliki oleh para kekasih
(wali) Allah dan orang-orang pilihan-Nya, yakni orang-orang yang rela dengan
keputusan-Nya. Bagi mereka daratan, lautan dan bumi ini hanya setapak kaki.
Batu dan tanah keras bisa menjadi emas dan perak. Jin, manusia, hewan-hewan
tenak dan burung-burung tunduk kepada mereka. Mereka tidak menghendaki sesuatu
kecuali hal itu terwujud untuk mereka, sebab yang mereka kehendaki sesuai
dengan kehendak Allah yang pasti terwujud. Mereka tidak merasa takut kepada
satu makhlukpun. sebaliknya makhluk-makhluk itu takut kepada mereka. Mereka
tidak melayani satu makhlukpun, bahkan selain Allah,.semua melayani mereka.
Lalu manakah raja di dunia ini yang memiliki sepersepuluh derajat dari semua
ini? Bahkan milik, mereka lebih sedikit dan hina dari itu.
Mengenai kerajaan akhirat Allah
berfirman:
Artinya: Apabila kamu melihat di sana
(surga) tentu kamu melihat nikmat yang tidak terbatas dan kerajaan yang
besar.(Q.S. Al-Insaan: 20)
Allah mengagungkan apa yang
difirmankan-Nya, yaitu bahwa kerajaan di surga itu besar. Sementara itu Anda
juga tahu bahwa dunia dan segala yang tersimpan di dalamnya adalah sedikit.
Seandainya yang ada di dunia ini abadi dan sejak awal sampai akhir dikumpulkan
maka tetap saja sedikit. Dari yang sedikit ini kita hanya mendapat bagian
sedikit.
Terkadang salah seorang dari kita
menyerahkan harta dan nyawa sehingga ia mendapatkan hasil sedikit dari barang-barang
yang jumlahnya hanya sedikit dan dalam waktu yang tidak lama. Meski ia berhasil
mendapatkannya ia masih saja mencari-cari alasan, merasa iri dan menganggap
banyak apa yang diserahkannya berupa harta dan dirinya. Hal ini sesuai dengan
ucapan Imruul Qais. Beliau bersyair:
Sahabatku menangis saat ia melihat jalan
yang menuju ke arahnya.
Ia yakin bahwa kami bedua akan bertemu
kaisar.
Aku pun berkata: Jangan sampai matamu
menangis.
Kita berdua mencari sebuah kerajaan atau
mati dan dimaafkan.
Kemudian bagaimana keadaan orang yang
mencari kerajaan besar yang berada di dalam tempat kenikmatan, abadi dan selalu
ada di sana (bermukim). Dengan melihat semua itu apakah pantas kalau ia
menganggap banyak salat yang hanya dikerjakannya sebanyak dua rakaat, menganggap
banyak sedekah yang hanya dua dirham atau tidak tidur selama dua hari. Jangan
begitu. Bahkan seandainya Anda memiliki sejuta tubuh, sejuta nyawa dan sejuta
umur. Setiap umur sama dengan umur dunia atau lebih lama lagi. Kemudian Anda
menggunakan semua umur yang dimilikinya untuk mencari kenikmatan besar ini,
tentu saja hal itu masih dianggap kecil. :
Dan sungguh jika hamba tersebut bisa
menemukan nikmat besar tadi setelah menjalani (menyerahkan semuanya) maka hal
itu merupakan keuntungan besar dan sebuah anugerah dari Dzat yang telah banyak
memberi kepadanya.
Karena itu, wahai orang yang perlu
dikasihani, sadarlah dari tidur orang-orang yang lalai.