TERJEMAH KITAB MINHAJUL ABIDIN
Bermacam Bencana dan
Musibah
Untuk menghadapinya
Anda cukup dengan bersabar. Hendaklah Anda bersabar dalam segala sisi kehidupan
karena dua hal:
Pertama, agar wushul
dalam beribadah dan mencapai tujuan. Sebab semua bentuk ibadah dibangun di atas
kesabaran dan kemampuan menanggung jerih payah.
Barangsiapa tidak
bersabar, dia tidak akan pernah mencapai tujuan dengan benar. Karena orang yang
bermaksud melaksanakan ibadah kepada Allah dan memfokuskan diri untuk itu,
tentu akan dihadapkan pada berbagai kesulitan, cobaan dan musibah dari berbagai
segi:
Kesukaran
Tidak ada ibadah
yang tidak mengandung kesukaran. Karena itulah diberikan iming-iming dan janji
pahala untuknya, sebab tidak mungkin seorang hamba dapat melaksanakan ibadah
tanpa meredam keinginan dan mengalahkan nafsu yang selalu menghindar dari
kebaikan. Tidak menuruti keinginan dan mengalahkan hawa nafsu adalah beban yang
paling berat bagi seseorang.
2.Sikap berhati-hati
Seorang hamba yang
merasa kesulitan dalam melakukan kebaikan harus berhati-hati agar ibadahnya
tidak rusak. Sedangkan menjaga amal dari kerusakan itu lebih berat ketimbang
melakukan amal itu sendiri.
Ujian
Dunia ini adalah
tempat menguji. Siapa saja yang hidup di dalamnya mau tidak mau harus
menghadapi berbagai kesulitan dan musibah. Ujian tersebut bermacam-macam. Ada
yang berasal dari keluarga, kerabat dekat, saudara dan sahabat, seperti
kematian, kehilangan dan perpisahan. Ada musibah yang menimpa diri seperti
berbagai penyakit yang menjangkitinya. Ada musibah yang menyangkut harga diri
seperti ancaman pembunuhan, usaha penjatuhan, gunjingan dan penipuan yang
dilakukan orang lain terhadapnya. Ada musibah yang menyangkut harta benda
seperti kehilangan dan sebagainya.
Masing-masing dari
musibah ini terasa bagaikan menyengat dan membakar yang berbeda satu sama lain.
Oleh karena itu, semua membutuhkan kesabaran tersendiri. Sebab jika tidak,
tentu ia tidak akan merasa tenang dalam beribadah, karena selalu mengeluh dan
bersedih.
Cobaan
Orang yang ingin
mendapatkan akhirat selamanya akan menghadapi cobaan dan ujian yang berat.
Barangsiapa lebih dekat dengan Allah, tentu musibah dan cobaan yang dihadapinya
lebih berat dan lebih banyak.
Tidakkah Anda
mendengar sabda Nabi Saw.:
Artinya: “Orang yang
paling keras mendapatkan ujian adalah para nabi, lalu para ulama, orang yang
kedudukannya hampir sama dengan ulama dan seterusnya.”
Jadi, orang yang
ingin berbuat baik dan memfokuskan diri untuk menempuh jalan menuju akhirat
akan dihadapkan pada berbagai ujian. Orang yang tidak sabar menghadapinya dan
tidak mau berpaling dari ujian tersebut, maka ia akan terputus di tengah jalan.
Lalu ia menjadi sibuk dan jauh dari ibadah dan pada akhirnya ia tidak
sedikitpun bisa sampai ke tempat tujuan.
Allah Swt. telah
memberi pengertian agar kita selalu berhati-hati dalam menghadapi berbagai
ujian, musibah dan cobaan yang menimpa kita. Dia menyatakan dan menguatkan
pernyataan itu dengan firman-Nya:
Artinya: “Sungguh.
Kamu akan diuji dengan hartamu dan diri kamu. Dan kamu sungguh-sungguh akan
mendengar dari orangorang yang diberi kitab sebelum kamu, dan dari orang-orang
yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak nmenyakitkan hati.” (Q.S. Ali
Imran: 186)
Kemudian Allah
melanjutkan firman-Nya:
Artinya: “Dan jika
kamu sekalian bersabar serta bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu
termasuk urusan yang patut diutamakan.” (Q.S. Ali Imran: 186)
Seakan dengan ayat
itu Allah berfirman: “Kuatkan dirimu, karena sesungguhnya mau tidak mau kamu
sekalian akan mendapat bermacam cobaan. Jika kamu sekalian bersabar, maka kamu
semua adalah lelaki sejati, dan cita-cita kalian adalah citacita lelaki sejati.”
Dengan begitu, orang
yang bercita-cita ingin beribadah kepada Allah mula-mula harus memiliki
keinginan kuat untuk bersabar dalam jangka waktu yang cukup lama. Ia harus
menguatkan diri untuk menanggung kesulitan-kesulitan besar yang datang silih
berganti sampai mati. Jika tidak, berarti ia mencari sesuatu tanpa menggunakan
alat dan mencarinya lewat jalan yang keliru. Telah diceritakan dari Fudhail bin
Iyadh. Beliau berkata: “Barangsiapa ingin menempuh jalan akhirat, hendaklah ia
menjadikan empat macam kematian dalam dirinya, yaitu mati putih, mati merah,
mati hitam, dan mati hijau. Mati putih berarti yasa lapar. Mati hitam berarti
celaan masyarakat. Mati merah berarti perselisihan dengan setan. Dan mati hijau
berarti berbagai kejadian yang silih berganti.”
Kedua, kebaikan
dunia dan akhirat yang ada di dalam kesabaran. Di antaranya adalah keselamatan
dan keberhasilan.
Allah berfirman: :
Maksudnya:
Barangsiapa bertakwa kepada Allah dengan penuh kesabaran, maka Dia akan
membuatkan jalan keluar untuknya dari berbagai kesulitan.
Di antara kebaikan
yang diperoleh dengan kesabaran adalah mengalahkan para musuh. Allah berfirman:
Artinya: “Maka
bersabarlah. Sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang
bertakwa.” (Q.S. Huud: 49)
Keuntungannya yang
lain adalah mendapatkan apa yang diinginkan. Allah berfirman:
Artinya: “Dan telah
sempurna perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil
disebabkan kesabaran mereka.” (Q.S, AI-A’raaf: 137)
Dikisahkan bahwa
Nabi Yusuf a.s. menulis surat jawaban kepada Nabi Ya Qub a.s.: “Sesungguhnya
nenek moyangmu adalah orang-orang yang bersabar dan mereka memperoleh apa yang
mereka inginkan. Karena itu bersabarlah seperti mereka, niscaya akan kau
dapatkan keinginanmu seperti mereka juga mendapatkan apa yang mereka inginkan.”
Hal ini juga sesuai
dengan arti ungkapan sebuah syair:
“Sungguh. Janganlah
kamu berputus asa meski pencarian teramat panjang. Jika bersabar akan kau
temukan jalan yang lebar.
Sudah sepantasnya
orang yang bersabar diberi apa yang dibutuhkannya,
dan orang yang
mengetuk pintu bisa masuk rumah.
Keuntungan yang lain
adalah lebih maju dari orang lain dan menjadi seorang pemimpin. Allah
berfirman:
Artinya: “Dan Kami
jadikan mereka pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah dari Kami karena
mereka bersabar.” (Q.S. As-Sajdah: 24)
Keuntungan yang lain
adalah pujian (sanjungan) dari Allah. Allah Swt. berfirman:
Artinya:
“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang bersabar. Dialah sebaik-baik
hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya).” (Q.S. Shaad: 44)
Keuntungan lain
berupa kabar gembira dengan datangnya rahmat dari Allah. Dia berfirman:
Artinya: “Dan
berikanlah kabar gembira untuk orang-orang yang bersabar.” (Q.S. al-Baqarah:
155)
sampai pada firman:
Artinya: “Mereka
itulah orang-orang yang mendapat keberkahan sempurna dan rahmat dari Tuhan
mereka.” (Q.S. al-Baqarah: 157)
Keuntungan lain
berupa kecintaan Allah. Dia berfirman:
Artinya: “Dan Allah
mencintai orang-orang yang bersabar.” (Q.S. Ali Imran: 146)
Keuntungan lain
berupa derajat tinggi di surga. Allah berfirman:
Artinya: “Mereka
itulah orang-orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (di dalam surga)
karena kesabaran mereka.” (Q.S. Al Furqaan: 75)
Keuntungan lainnya
adalah kemulian yang agung. Allah berfirman:
Artinya:
“Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu.” (Q.S. Ar-Ra’d: 24)
Keuntungan lain
berupa pahala tanpa batas dan tiada habisnya yang berada di luar jangkauan
angan-angan, hitungan, dan apa yang dicapai oleh semua makhluk. Allah
berfirman:
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan dicukupkan pahala mereka tanpa
batas.” (Q.S. Az-Zumar: 10)
Maha Suci Dzat,
Tuhan, Tuan yang Maha Pemurah. Sungguh menakjubkan kemuliaan-Nya. Segala kemuliaan
di dunia dan akhirat ini Dia berikan kepada hamba-Nya karena kesabaran yang
hanya sesaat. Kemudian jelaslah bagi Anda bahwa kebaikan dunia dan akhirat
terletak di dalam kesabaran.
Nabi Saw. bersabda:
Artinya: “Tak
seorangpun diberi suatu pemberian yang lebih baik dan luas ketimbang
kesabaran.”
Diriwayatkan dari
Ibnu Umar r.a. Beliau berkata: “Segala kebaikan orang-orang mukmin bersatu
dalam kesabaran.”
Sungguh indah
gubahan seorang penyair berikut ini:
Kesabaran adalah
kunci semua harapan.
Dan segala kebaikan
bisa terwujud karenanya.
Bersabarlah walau
malam terlalu panjang.
Kuda yang
beringaspun kadang menjadi jinak (karena kesabaran).
Kadang sesuatu yang
dikatakan tak mungkin
terjadi bisa
diperoleh dengan kesabaran.
Penyair lain
berkata:
Aku telah bersabar
dan itu bagian dari kepribadianku.
Dan cukuplah bagimu
bahwa Allah menyanjung kesabaran.
Aku akan terus
bersabar hingga Allah rhemberi kepastian antara kita,entah menuju kemudahan
ataukah menuju kesukaran.
Oleh karenanya,
hendaklah Anda berusaha mendapatkan Perilaku yang mulia dan terpuji ini serta
mengerahkan seluruh kemampuan di dalamnya. Dengan begitu Anda termasuk dalam
golongan orang-orang yang beruntung.
Hanya Allah yang
menguasai taufik.
Jika Anda bertanya:
“Apakah arti sabar yang sebenarnya dan bagaimana hukumnya?”
Ketahuilah bahwa
kata “ash-shabru” dilihat dari scgi bahasa adalah menahan diri. Allah Swt.
berfirman:
Artinya: “Dan
bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru pada Tuhannya.” (Q.S.
Al-Kahfi: 28)
Artinya tahanlah
hidupmu bersama mereka.
Allah Swt. juga
bersifat sabar. Artinya Dia menahan siksaan orang-orang yang berdosa. Karena
itu Dia tidak tergesa-gesa memberikan siksaan kepada mereka.
Kemudian pekerjaan
yang dilakukan oleh hati juga dinamakan sabar, karena iajuga menahan diri dari
keluh-kesah.
Menurut pendapat
para ulama, keluh-kesah adalah menyebutkan kegoncangan hati dalam menghadapi
kesulitan.
Ada ulama yang
berkata: “Keluh-kesah adalah keinginan untuk keluar dari kesulitan secara
pasti. Sedangkan sabar adalah tidak menginginkan hal (keluar dari kesulitan)
ini.
Benteng untuk
menjaga kesabaran adalah mengingat sampai sejauh mana kesulitan tersebut dan
seberapa lamanya. Kesulitan tersebut tidak akan bertambah, berkurang, maju
ataupun mundur. Dan tidak ada gunanya mengeluh. Bahkan hal itu berbahaya dan
sangat mengkhawatirkan.
Yang melindungi
benteng ini adalah mengingat kebaikan yang akan diberikan oleh Allah sebagai
gantinya. Juga simpanan pahala besar yang ada di sisi-Nya sebagai imbalan.
Pahami dan camkanlah
hal ini.
Tahapan yang sulit
dan menjadi penghalang ini suhah seharusnya Anda lalui dengan menyingkirkan
rintangan yang empat macam (rezeki, kekhawatiran, qada, dan bencana) sekaligus
membersihkan penyakitnya. Karena bila tidak, rintangan tersebut tidak akan
membiarkan Anda untuk mengingat tujuan beribadah dan memikirkannya, apalagi
sampai melaksanakan dan bisa berhasil (satu hal yang tidak mungkin). Karena
masing-masing rintangan memiliki sesuatu yang menyibukkan baik di masa sekarang
ataupun di masa mendatang.
Kemudian, di antara
keempat rintangan tersebut yang paling berat dan sulit adalah urusan rezeki dan
pengaturannya. Urusan rezeki adalah ujian yang besar sekali bagi kebanyakan
orang. Ujian yang melelahkan diri mereka, menyibukkan hati, menambah kesedihan,
menyita waktu, memperbesar kesalahan dan dosa mereka. Membuat mereka berpindah
dari pintu Allah dan melayani-Nya menuju pengabdian kepada dunia dan makhluk
lain. Lalu mereka hidup di dunia dalam keadaan lalai, gelap, payah, sulit,
terhina dan tercela. Dan mereka datang ke akhirat dalam keadaan bangkrut,
dihadapkan pada perhitungan dan siksaan, jika tidak mendapatkan rahmat dari
Allah dengan anugerah-Nya.
Lihatlah! Berapa
banyak ayat yamng diturunkan oleh Allah dalam hal ini. Berapa kali Allah
mengungkapkan janji, jaminan, dan pembagian masalah rezeki ini. Tiada hentinya
para nabi dan para ulama memberikan petuah kepada manusia, memberi penerangan
tentang jalan mereka, menyusun berbagai macam kitab, membuat berbagai
perumpamaan dan menakut-nakuti mereka dengan siksa dari Allah. Walaupun begitu
mereka tetap tidak menerima petunjuk, tidak bertakwa, dan tidak merasa tenang.
Bahkan mereka selalu tersiksa oleh hal itu. Tiada hentinya mereka khawatir
kehilangan makan pagi dan sore yang kesemuanya berasal dari minimnya perenungan
terhadap ayat-ayat Allah Swt. Minimnya berpikir tentang ciptaan Allah dan tidak
mengingat sabda Rasul Saw., tidak merenungkan ucapan orang-orang saleh,
membiarkan bisikan-bisikan setan, mendengar omongan orang-orang bodoh dan
tertipu oleh kebiasaan orang-orang yang lalai. Setan menguasai mereka, dan
kebiasaan (orang yang lalai) tertanam kuat dalam hati mereka dan hal itu
menyebabkan hati menjadi lemah dan tipis keyakinannya.
Adapun orang orang
terpilih yang memiliki kewaspadaan, kesungguhan dan bersunppuh sunppuh tentu
akan melihat jalan langit sehinppa mereka tidak menghiraukan penyebab-penyebab
yang ada di bumi. Mereka berpegang tepuh pada tali Allah, tidak peduli dengan
berbagai ketergantungan terhadap para makhluk, merasa yakin pada tanda-tanda
Allah dan memperhatikan jalanNya. Mereka juga tidak menoleh terhadap godaan
setan, orang lain dan diri sendiri. Jika ada godaan dari setan, orang lain, ataupun
diri sendiri (nafsu), maka ia tetap berdiri tegak, menentang, mengusir dan
menyimpang sehingga orang lain yang menggoda akan berpaling. Para setan akan
pergi memisahkan diri. Nafsu mau menurut (jinak), danjalan lurus menuju ibadah
terbuka lebar. Begitulah. Seperti diceritakan dari Ibrahim bin Adham
rahimahullah. Pada saat beliau berniat pergi ke pedalaman (hutan), setan datang
menakut-nakuti bahwa hutan ini sangat berbahaya. Sedangkan kamu tidak membawa
bekal dan alat yang lain. Kemudian beliau tetap bertekad memasukinya dan tidak
akan berhenti melakukan salat seribu rakaat setiap kali menempuh jarak satu
mil. Ternyata beliau berhasil menjalani apa yang diinginkan dan tinggal di
hutan selama dua belas tahun, hingga suatu ketika Harun Al-Rasyid menunaikan
ibadah haji pada tahun-tahun itu dan menemukannya sedang melaksanakan salat di
bawah penunjuk jarak. Lalu ada yang berkata: “Ini adalah Ibrahim bin adham yang
sedang salat.” Kemudian Harun Al-Rasyid mendatangi beliau dan bertanya: “Apa
yang terjadi padamu hai Abu Ishaq?” Ibrahim menjawabnya dengan bersyair:
“Kutambal duniaku
dengan merobek agamaku
dan tiada yang
tersisa dari agamaku serta apa yang kutambal (duniaku).
Beruntung sekali
seorang hamba yang memilih Allah sebagai Tuhannya
dan bermurah hati
dengan hartanya untuk sesuatu yang akan terjadi.
Diceritakan bahwa
ada orang saleh yang tinggal di daerah pedalaman. Lalu setan datang menggoda
dengan mengatakan bahwa di sini Anda tidak mempunyai apa-apa sedangkan tempat
ini berbahaya. Tidak ada kehidupan dan orang lain di dalamnya. Beliau tetap
bersikeras untuk membiarkan dirinya tanpa memiliki bekal. Beliau menghindari
jalan umum agar tidak meminta-minta pada orang lain dan tidak memakan sesuatu
sampai ada samin dan madu yang diletakkan di mulutnya. Beliau berpindah dari
jalan umum dan mengembara. Aku berjalan sesuai kehendak Allah dan tiba-tiba ada
rombongan yang tersesat dari jalan. Mereka terus berjalan, dan saat aku melihat
mereka, kulemparkan tubuhku ke tanah agar mereka tidak melihatku. Lalu Allah
menjalankan mereka hingga semuanya berhenti di hadapanku. Aku memejamkan mata,
lalu merekapun mendekat. Mereka berkata: “Orang ini terpisah dari rombongan dan
pingsan karena lapar dan dahaga. Tolong ambilkan samin dan madu, biar
kuletakkan di mulutnya. Siapa tahu ia bisa siuman.” Mereka datang membawa samin
dan madu. Lalu kukatupkan mulut dan gigiku. Mereka mengambil pisau untuk
merobek mulutku hingga terbuka. Aku tertawa dan membuka mulut. Melihat itu
mereka bertanya padaku: “Apa kamu gila?” Aku menjawab: “Tidak. Segala puji bagi
Allah.” Kemudian kuceritakan kepada mereka sebagian dari apa yang terjadi
antara aku dan setan dan mereka kagum akan hal itu,
Diceritakan dari
salah seorang guru kami. Beliau berkata: “Pada suatu ketika aku pergi untuk
mengajar ke sebuah masjid yang jauh dari orang banyak. Aku tidak membawa bekal,
seperti kebiasaan yang dilakukan oleh para wali kita. Lalu setan datang
menggoda bahwa masjid ini jauh dari pemukiman orang banyak, Jika kamu mau
berjalan ke masjid yang ada di tengah orang banyak, tentu penduduknya akan
melihatmu dan memberikan kebutuhanmu. Aku berkata: “Aku tidak akan menginap
selain di tempat ini. Aku berjanji tidak mau makan apapun selain manisan.
Dan aku tidak akan
memakannya sampai manisan itu dimasukkan ke dalam mulutku sesuap demi sesuap.”
Lalu aku melakukan salat Isya dan mengunci semua pintu. Setelah lewat tengah
malam aku dikejutkan seseorang yang mengetuk pintu dan membawa pelita. Setelah
berulangkali mengetuk aku pun membuka pintu. Ternyata aku bertemu dengan
seorang nenek tua bersama seorang pemuda. Nenek itu masuk dan meletakkan nampan
berisi makanan di hadapanku dan berkata: “Pemuda ini adalah anakku. Aku
membuatkan makan ini untuknya. Lalu terjadi pembicaraan antara kami dan dia
bersumpah tidak mau makan kecuali bersama dengan lelaki asing. Atu nenek tadi
berkata “Orang asing yang ada di dalam masjid. Oleh karena itu makanlah. Semoga
Allah memberikan rahmat padamu.” Kemudian nenek tadi mulai meletakkan sesuap
makanan di mulutku dan sesuap yang lain di mulut anaknya sampai kami berdua
merasa cukup. Lalu keduanya pergi dan ia menutupkan pintu untukku sambil merasa
heran dengan apa yang terjadi.
Semua ini adalah
contoh perjuangan orang-orang saleh dan perlawanan mereka terhadap setan.
Dari semua itu Anda
bisa mengambil tiga hal yang bermanfaat:
Anda harus tahu
bahwa rezeki itu apapun yang terjadi tidak akan lenyap dari orang yang
ditakdirkan menerimanya.
Anda harus tahu
bahwa urusan rezeki dan tawakal amatlah penting. Dan sesungguhnya setan selalu
menggoda dan membuat kebimbangan, sampai-sampai orang yang zuhud seperti itu
tidak bisa terhindar dari godaannya. Setan-setan itu tidak akan berputus asa
dari mereka setelah melatihnya dalam waktu yang cukup lama dan perjuangan gigih
yang dilakukan sejak dulu. Hingga untuk mengusirnya mereka memerlukan
perlawanan semacam ini. Sungguh. Aku bersumpah demi umurku. Seseorang yang
telah melatih diri selam tujuh puluh tahun tidak akan terbebas dari godaan
setan dan hawa nafsu. Seperti mereka juga menggoda para pemula dalam beribadah.
Apalagi orang berakal yang sedikitpun tidak pernah melatih diri. Jika kedapatan
oleh setan dan hawa nafsu, maka keduanya akan memperlakukan dan merusak mereka
seperti kerusakan orang orang yang lalai dan tertipu. Ini merupakan sebuah
pelajaran bagi orang yang waspada,
3, Anda juga harus
tahu bahwa segala sesuatu tidak akan sempurna tanpa usaha dan perjuangan
maksimal. Mereka (orang-orang saleh) juga mempunyai daging, darah, tubuh dan
nyawa. Bahkan keadaan tubuh mereka lebih kurus, anggota badan mereka lebih
rapuh dan tulang mereka lebih kecil dari Anda. Akan tetapi mereka memiliki
kekuatan ilmu, cahaya keyakinan, dan cita-cita tinggi dalam urusan agama.
Sehingga mereka mampu melakukan mujahadah (perjuangan melawan nafsu) dan tetap
menempati kedudukan tersebut. Oleh karena itu, lihatlah diri Anda. Semoga Allah
memberikan rahmat pada kita semua. Obatilah diri Anda dari penyakit yang sulit
disembuhkan ini. Semoga Anda beruntung.
Setelah mengutarakan
semua ini kami akan menerangkan hal penting yang bisa bersemayam dalam hati,
jika Anda mau mengingat dan mencukupi ongkos yang diperlukannya. Di samping itu
Anda juga akan melihat jalan kebenaran yang nyata jika mau merenung dan beramal
dengannya.
Semoga Allah memberikan
taufik kepada kita semua.
Pertama, sebaiknya
Anda mengetahui bahwa Allah Swt. telah menjamin semua rezeki bagi hamba-Nya di
dalam Lauh Mahfuzh. Allah telah menjamin rezeki dan menanggungnya bagi Anda.
Apa yang akan Anda katakan jika ada seorang penguasa di dunia yang akan menjamu
Anda malam ini dan ia sudah mengundang Anda untuk makan. Sedangkan Anda
berprasangka baik bahwa ia adalah orang yang jujur, tak pernah bohong dan
ingkar janji. Bahkan seandainya ada seorang pedagang pasar yang menjanjikan hal
itu, atau mungkin orang Yahudi, Nasrani atau bahkan Majusi yang belum Anda
ketahui dengan pasti serta masih perlu berhati-hati dengan ucapannya, Bukankah
Anda percaya pada janjinya dan merasa tenang dengan ucapannya. Lalu Anda tak
lagi memperdulikan urusan makanan, karena sepenuhnya percaya sepenuhnya kepada
orang tersebut di malam itu.
Kemudian apa yang
terjadi dengan Anda? Bukankah Allah telah berjanji akan menjamin rezeki Anda
dan menanggung hal itu bagi Anda? Bahkan Dia telah bersumpah berulangkali.
Kenapa Anda tidak merasa tenteram dengan janji-Nya dan tidak merasa tenang
dengan firman dan janiman-Nya? Anda tidak melihat bagaimana Dia membagi rezeki.
Bahkan hati Anda berguncang dan merasa sedih. Alangkah malunyajika Anda melihat
kenyataan sebenarnya. Alangkah besarnya musibah ini jika Anda mengetahui
keadaan yang sebenarnya.
Diceritakan dari
sahabat Ali bin Abu Thalib. Beliau berkata:
Adakah kau mencari
rezeki Allah dari orang lain
dan merasa aman dari
kesudahan yang menakutkan.
Apakah kau rela
dengan penukar uang yang akan menjaminmu walau dia seorang musyrik
dan tidak rela
dengan jaminan yang diberikan Tuhanmu? Seakan-akan kau tidak membaca apa yang
tertulis dalam kitab-Nya sehingga pagi-pagi sudah berpindah keyakinan secara
terangterangan.
Jika melihat makna
semua ini, jelaslah bahwa urusan rezeki Japat menyeret seseorang ke arah
kebimbangan dan syubhat (hal meragukan) yang mengkhawatirkan pemiliknya
kehilangan makrifat dan agama.
Karena makna seperti
ini pula, Allah Swt. befirman:
Artinya: “Dan hanya
kepada Allah hendaknya kamu bertawakal jika kamu benar-benar orang yang
beriman.” (Q.S. Al-Maaidah: 23)
Dia juga berfirman:
Artinya: “Dan hanya
kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin itu bertawakal.” (Q.S.
At-Taubah: 51)
Cukuplah kiranya
satu keterangan singkat ini bagi seorang mukmin yang mementingkan urusan
agamanya.
Tiada daya dan upaya
melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Luhur lagi Maha Agung.
Kedua, hendaknya
Anda mengetahui bahwa rezeki itu telah dibagi. Hal itu sudah jelas disebutksn
dalam Al-Qur’an dan berbagai hadis Rasul Saw.
Anda juga harus tahu
bahwa rezeki tersebut tidak dapat diganti dan diubah. Jika Anda mengingkari
pembagian tersebut dan menganggap mungkin bisa berkurang, berarti Anda telah
mengetuk pintu kekufuran. Naudzubillah. Jika Anda tahu bahwa hal itu
benar-benar tidak dapat diubah, untuk apa mementingkan dan mencari (rezeki).
Tidak ada yang diperoleh selain kehinaan dan kenistaan di dunia serta kesulitan
dan kerugian di akhirat.
Karena itulah Rasul
Saw. Bersabda:
Artinya: “Telah
tertulis di atas punggung ikan dan sapi, rezeki untuk si fulan. Jadi orang yang
rakus tidak akan mendapat tambahan selain kepayahan.”
Dalam hal ini guru
kami berkata: “Sesungguhnya apa yang telah ditakdirkan menjadi kunyahanmu tidak
akan dikunyah orang lain. Karena itu, makanlah rezekimu dengan kemuliaan dan
jangan memakannya’dengan kehinaan.
Ini adalah
keterangan ringkas yang memuaskan bagi orang-orang yang jantan.
Ketiga, apa yang
kudengar dari guru kami Imam Haramain yang menceritakan Al-Ustadz Abu Ishag
rahimahullah. Beliau berkata: “Sebenarnya di antara hal yang membuat diriku
puas dalam urusan rezeki adalah karena aku mengingat dan berkata dalam hati.
Bukankah rezeki ini diperuntukkan bagi makhluk yang masih hidup. Sedangkan
orang yang telah mati tidak mendapatkan rezeki.” Jika kehidupan seorang hamba
berada di dalam gudang Allah dan di bawah kekuasaan-Nya, berarti seperti itu
pula urusan rezeki. Bila Dia menghendaki tentu Dia memberiku rezeki. Sedangkan
hal itu belum jelas bagiku. Kuserahkan hal itu kepada Allah yang akan
mengaturnya sesuai apa yang Ia kehendaki. Aku akan merasa tenang dalam masalah
ini.
Keterangan singkat
ini lembut sekali dan memuaskan para ahli tahqiq.
Sesungguhnya Allah
menjamin rezeki seluruh hamba dan yang Dia jamin adalah rezeki madhmun, berupa
bahan penguat dan pendidikan. Rezeki madmun inilah yang menjadi penguat dan
bahan persiapan untuk taat.
Adapun mengenai
bermacam penyebab seperti makanan dan rainuman, maka jika seorang hamba
menfokuskan diri untuk beribadah kepada Allah dan menyerahkan diri (bertawakal)
kepada-Nya, bisa saja penyebab-penyebab tersebut tertahan darinya.
Dia tidak perlu
mempersiapkan hal itu dan merasa jemu, karena ja tahu benar bahwa jaminan
mendapat penguat tubuh dan tawakal kepada Allah hanya berhubungan dengan
tegaknya tubuh, tidak ada hubungannya dengan yang lain. Hal yang
ditunggu-tunggu dari Allah hanya itu. Sesungguhnya Allah pasti memberinya
kekuatan agar ia bisa memenuhi hak-hak ibadah dan pengabdian selama umur serta
tuntutan beribadah masih ada padanya. Bantuan semacam inilah yang menjadi
tujuan. Dan Allah Maha kuasa terhadap apa yang Ia kehendaki. Jika menghendaki,
Dia akan memberi penguat tubuh hamba-Nya dengan perantara makanan dan minuman.
Atau dengan tanah liat dan debu. Atau dengan tasbih dan tahlil seperti halnya
para malaikat. Dan jika menghendaki, Dia akan memberi penguat tanpa perantara
semua itu. Yang dicari seorang hamba tidak lain hanyalah penguat tubuh dan
kekuatan untuk beribadah, bukan makan dan minum, syahwat dan keinginan yang
menggebu serta merasakan kenikmatan. Jadi, semua penyebab itu di luar
perhitungannya. Oleh karena itu, orang-orang yang tekun beribadah dan berzuhud
mampu menempuh berbagai perjalanan serta melipat malam dan siang. Di antara
mereka ada yang tidak makan selama sepuluh hari. Ada yang tidak makan selama
satu atau dua bulan dan mereka tetap kuat seperti biasa.
Di antara mereka ada
yang menelan pasir, lalu Allah menjadikannya sebagai bahan penguat, seperti
cerita tentang Sufyan Ats-Tsauri. Beliau kehabisan bekal di Mekkah dan hidup
dengan memakan pasir selama lima belas hari.
Abu Mu’awiyah
Al-Aswad berkata: “Aku melihat Ibrahim bin Adham memakan tanah liat selama dua
puluh hari.”
Diceritakan dari
Al-A’masy, beliau berkata: “Ibrahim At-Taimi berkata kepadaku, ‘Aku belum makan
selama satu bulan’” Aku bertanya: “Satu bulan?” Ibrahim menjawab: “Tidak.
Sebenarnya malah dua bulan, hanya saja seseorang bersumpah demi Allah agar aku
memakan setangkai anggur, lalu aku memakannya dan perutku terasa sakit,”
Menurutku Anda tidak
perlu heran terhadap hal semacam ini. Sesungguhnya Allah mampu mewujudkan apa
yang Dia hendaki seperti halnya orang yang sedang sakit. Ia tidak makan Selama
sebulan dan terlihat masih hidup. Apapun yang terjadi
orang yang sedang
sakit tentu lebih lemah keadaannya dan lebih lembek ketimbang orang yang sehat.
Adapun orang yang
mati kelaparan, itu adalah ajal yang mendatanginya, sama halnya dengan orang
yang mati kekenyangan.
Aku pernah mendengar
bahwa Abu Sa’id Al-Kharraz rahimahullah berkata: “Seperti biasanya, Allah
memberiku makan tiga hari sekali. Lalu aku masuk ke pedalaman. Sudah lebih dari
tiga hari aku tidak makan. Pada hari keempat aku merasa lemas dan duduk di
tempatku berada saat itu. Tiba-tiba terdengar hatif (Suara tanpa rupa): “Hai
Abu Said! Apa yang lebih kamu sukai, penyebab atau kekuatan?” Aku menjawab:
“Tidak. Aku tidak butuh selain kekuatan.” Lalu aku berdiri perlahan-lahan dan
bisa mengangkat tubuh. Akupun tinggal selama dua belas hari tanpa makan, dan
aku tidak merasa sakit karenanya.”
Sedangkan bila
seorang hamba melihat penyebab yang tertahan untuknya dan mengetahui ada
perasaan tawakal dalam dirinya, maka yakinlah bahwa Allah akan memberinya
kekuatan. Jangan merasa bosan dengan hal semacam itu, tapi sudah seharusnya ia
bersyukur kepada Allah dalam hal ini dengan syukur yang sebanyak mungkin.
Karena sesungguhnya ia mendapat anugerah dan perlakuan yang halus tanpa
mengeluarkan biaya tapi mendapat pertolongan. Dia berhasil mendapatkan inti dan
tujuan, terhindar dari hal berat dan perantara, terlepas dari ketergantungan
pada kebiasaan.
Allah memperlihatkan
jalan kekuasaan dan menyamakan keadaannya dengan para malaikat. Allah
mengangkatnya dari tingkatan hewan dan orang lain pada umumnya dengan kemuliaan
tersebut.
Renungkanlah inti
yang penting ini niscaya insya Allah Anda memperoleh keuntungan yang banyak dan
agung.
Aku (Al-Ghazali)
menambahkan: “Mungkin Anda akan berkata bahwa dalam membahas masalah rezeki ini
terlalu berlebihan sehingga melenceng dari tujuan utama kitab ini.”
Menurutku, demi
Sifat Hayat Allah, apa yang Anda katakan terlalu berlebihan ini sangatlah
sedikit dibanding kebutuhan segi kebutuhannya. Sebab masalah ini sangat
diperlukan dalam beribadah, bahkan menjadi pusat urusan dunia dan peribadatan.
Siapa saja yang menganggap penting masalah ibadah hendaklah berpegang teguh
dengan keterangan ini serta memelihara hakhaknya. Jika tidak, tentu ia semakin
menjauh dari tujuan.
Termasuk hal yang
menunjukkan kewaspadaan para ulama akhirat yang telah mencapai kedudukan
makrifat billah adalah bahwasanya mereka membangun urusan di atas rasa tawakal
kepada Allah, meluangkan waktu khusus untuk beribadah kepada Allah dan
menyingkirkan semua rintangan. Banyak di antara mereka yang menyusun kitab dan
tidak sedikit pula yang meninggalkan wasiat. Lalu Allah mengirim beberapa
pembantu berupa pemimpin-pemimpin dan para sahabat sehingga kebaikan yang murni
mengalir begitu saja bagi mereka, yaitu melakukan kegiatan yang tidak bisa
dilakukan oleh sekelompok imam yang zahid dari aliran Kiramiyah, karena mereka
membangun mazhab di atas dasar yang tidak lurus.
Kemuliaan kita takkan
hilang selama masih berpijak pada jalan para imam yang keluar (telah lulus)
dari tempat-tempat ibadah dan madrasah kita. Di antara mereka ada yang menjadi
pemuka di bidang pengetahuan seperti Al-Ustadz Abu Ishaq, Abu Hamid, Abu
Ath-Thayyib, Ibnu Faurak, guru kita Abu Bakr AlWarraq, dan pemuka-pemuka yang
lain. Ada ulama yang tekun beribadah seperti Abu Ishag Asy-Syairazi, Abu Sa’id
Ash-Shuffi, Naser Al-Muqaddasi dan imam-imam lain yang lebih unggul dalam ilmu
dan kezuhudannya hingga sampai pada orang-orang berhati lemah dan berlumur
ketergantungan seperti kita, yang bahayanya lebih banyak ketimbang manfaat yang
ditimbulkannya.
Akhirnya urusan
agama semakin mundur, cita-cita menjadi Pupus, keberkahan pergi melayang, rasa
lezat dan manisnya ibadah hilang musnah, dan seseorang nyaris tidak memiliki
ibadah yang bersih atau berhasil mendapatkan ilmu dan hakekat.
Seberkas sinar yang
nampak pada diri kami saat ini tak lain berasal dari orang yang masih berpijak
pada jalan ulama-ulama salaf dan guru-guru kami terdahulu seperti Harts
Alk-Muhaasibi, Muhammad bin Idris Asy-Syafi ‘i, Imam Muzani, Harmalah, dan
pemuka-pemuka agama yang lain rahimahumullah.
Seperti dikatakan
seorang penyair, mereka (para ulama) adalah:
Mereka tidak
bersahabat dengan hari kecuali tetap menjaga diri dan tidak dapat menjauh dari
kecintaan Tuhan mereka.
Mereka adalah
orang-orang yang mulia, terpercaya dan banyak mendapat petunjuk.
Mereka menjadikan
Tuan segala tuan (Tuhan) sebagai tujuan.
Ikatan kesabaran
akan terurai bagi orang yang bersabar.
Dan tak satupun
ikatan hari-hari mereka yang terurai.
Pada awalnya kita
menjadi raja, lalu berubah menjadi rakyat. Mula-mula kita penunggang kuda, lalu
berubah menjadi pejalan kaki. Semoga saja kita sama sekali tidak terputus dari
jalan Allah.
Hanya Allah tempat
memohon pertolongan, dalam menghadapi berbagai musibah. Dia-lah tempat meminta.
Semoga Dia tidak mencabut sisa ilmu ini. Ssungguhnya Dia Maha Pemurah, Maha
Mulia, Maha Pemberi anugerah, dan Maha Pengasih. Tiada daya dan upaya melainkan
dengan pertolongan
Allah yang Maha
Luhur dan Maha Agung.
Adapun tafwidh
(penyerahan diri), maka renungkanlah dua hal penting di dalamnya.
Pertama, Anda harus
tahu bahwa memilih itu tidak layak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang
sudah mengetahui sebuah perkara dari segala sisi, baik lahir maupun batin,
keadaan ataupun akibatnya. Jika tidak, tentu dia tidak tahu bahwa dirinya telah
memilih kerusakan dan kehancuran serta meninggalkan hal yang berisi kebaikan
dan kemaslahatan.
Apakah Anda tidak
melihat bagaimana seandainya diri Anda berkata kepada seorang penduduk desa
atau penggembala kambing: “Tolong pilihkan dirham-dirham ini dan bedakan antara
yang baik dan buruk untukku!” Orang tersebut pasti tidak bisa membedakannya. Kalaupun
Anda mengatakan hal itu kepada seorang pedagang pasar yang tidak terbiasa
menukar uang, terkadang ia pun kesulitan membedakannya. Kalau begitu Anda tidak
merasa tenteram selain menyerahkan pekerjaan itu kepada penukar uang yang tahu
benar dengan emas dan perak serta ciri masing-masing.
Pengetahuan yang
lebih mencakup semua hal dari segala segi seperti ini tidak pantas dimiliki
oleh selain Penguasa alam semesta.. Jadi, tak seorangpun berhak memilihkan dan
mengatur selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya.
Oleh karena itu
Allah berfirman:
Artinya: “Dan
Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihkannya. sekali-kali tidak
ada pilihan bagi mereka.” (Q.S. Al-Qashash: 69) Kemudian Dia melanjutkan:
Artinya: “Dan Tuhanmu
mengetahui apa yang disembunyikan (di dalam) dada mereka dan apa yang mereka
nyatakan.” (Q.S. Al-Qashash: 69)
Dikisahkan bahwa
seorang saleh menerima ilham dari Allah: “Mintalah! Pasti kamu diberi.” Dania
termasuk orang yang mendapat taufik. Oleh karena itu dia berkata. “Sesungguhnya
Dzat yang lebih mengetahui segalanya berfirman kepada orang yang tidak tahu
apa-apa.” Allah berfirman: “Mintalah! Pasti kamu diberi.” ia menjawab: “Aku
tidak tahu apa yang baik agar kupmta, tapi pilihkanlah hal itu untukku.”
Camkan hal ini
baik-baik.
Kedua, apa yang Anda
katakan bila ada seorang lelaki yang berkata pada Anda: “Aku akan menyelesaikan
semua urusanmy dan mengatur kebaikan-kebaikan yang kamu butuhkan. Karena itu
serahkanlah semua urusanmu kepadaku dan sibukkan dirimu dengan sesuatu yang
dapat menolongmu.” Lelaki tersebut adalah orang yang terpandai di antara orang
banyak pada zaman Anda, paling bijaksana, paling kuat, paling belas kasih,
paling terjaga, paling benar (terpercaya) dan paling setia (memenuhi janji) di
antara mereka. Apakah Anda tidak mengambil kesempatan itu dan menganggapnya
sebagai kenikmatan paling agung, sebagai sebuah anugerah terbesar dan
mengucapkan terimakasih yang setimpal serta menyanjungnya dengan pujian
terbaik?
Kemudian, jika ia
memilihkan sesuatu yang Anda lihat tidak ada baiknya, Anda tidak merasa jemu
bahkan lebih percaya dan lebih mantap pada pengaturannya. Anda pun tahu bahwa
ia tidak akan memilihkan sesuatu kecuali yang terbaik dan tidak akan melihat
selain kebaikan pada diri Anda. Apa yang terjadi setelah semua urusan Anda
serahkan kepadanya dan ia mau menjamin hal itu?
Lalu kenapa Anda
tidak menyerahkan segala urusan kepada Allah Penguasa alam semesta. Sedangkan
Dia adalah Dzat yang mengatur segala urusan dari langit sampai bumi. Dia
terpandai di antara para ilmuan, paling mampu di antara orang-orang yang mampu,
lebih kasih sayang di antara para pengasih, dan terkaya di antara orang-orang
kaya, agar Dia memilihkan untuk Anda dengan kelembutan ilmu-Nya dan kebaikan (kerapian)
cara pengaturnya, sesuatu yang tidak tersentuh oleh pengetahuan Anda dan tidak
terlintas dalam pikiran Anda. Setelah itu sibukkanlah diri Anda dengan
pekerjaan yang dapat menolong Anda di hari esok.
Jika Dia memilihkan
untuk Anda sesuatu yang belum Anda ketahui rahasianya, hendaknya Anda merelakan
hal itu dan merasa tenang kepadanya apapun yang terjadi, sebab pilihan Allah
tentu yang terbaik. Karena itu, renungkanlah! Semoga Anda mendapat petunjuk.
Hanya Allah tempat memohon taufik.
Rela dengan Takdir
Cobalah Anda
renungkan dua hal pokok yang bisa memuaskan ini.
Pertama, faedah
kerelaan yang didapat dengan seketika dan yang akan diperoleh di kemudian hari.
Faedah yang
diperoleh dengan seketika adalah kosongnya hati dan berkurangnya keprihatinan
yang tiada guna. Karena itulah sebagian besar orang zuhud berkata: “Jika takdir
Allah telah nyata, niscaya keprihatinan itu tiada guna.” Dasar ungkapan ini
adalah hadis Nabi Saw. Beliau berkata kepada Ibnu Mas’ud r.a.:
Artinya: “Kurangi
keprihatinanmu. Apa yang telah ditakdirkan pasti terjadi, dan apa yang tidak
ditakdirkan pasti tidak akan datang padamu.”
Ini adalah ucapan
kenabian yang bersifat umum tapi cukup memadai, ringkas dan padat.
Adapun faedah yang
akan diperoleh di kemudian hari adalah pahala dan kerelaan Allah. Allah Swt.
berfirman:
Artinya: “Allah
meridai mereka, dan mereka pun rida kepada-Nya.” (Q.S. At-Taubah: 100)
Kebencian terhadap
takdir akan menimbulkan keprihatinan, kesedihan dan rasa jemu dengan seketika
serta dosa dan siksaan di kemudian hari yang tiada berguna, Sebab takdir Allah
pasti berlaku dan tidak mungkin berpaling karena keprihatinan dan kebencian
Anda, seperti dikatakan seorang penyair:
Wahai nafsu!
Bersabarlah dari apa yang telah ditakdirkan,
niscaya kamu
terbebas dari sesuatu yang tidak ditakdirkan.
Lihatlah kenyataan!
Sesungguhnya hal yang telah ditakdirkan
pasti terwujud
untukmu baik kamu bersabar atau tidak.
Orang yang memiliki
akal tentu tidak akan memilih keprihatinan yang tidak berguna, mendapatkan dosa
dan siksaan, meninggalkan hati yang nyaman dan pahala di dalam surga.
Kedua, kekhawatiran
yang terdapat di dalam kebencian, bahaya, kekufuran dan kemunafikan di dalamnya
jika tidak diikuti oleh rahmat dari Allah.
Renungkan juga
firman Allah di bawah ini:
Artinya: “Maka demi
Tuhanmu. Mereka (Pada hakekatnya) tidak beriman sampai mereka menjadikan kamu
hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa
keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya.” (Q.S. An-Nisaa’: 65)
Dalam ayat ini
keimanan ditiadakan dan Allah bersumpah bahwasanya orang yang membenci dan
merasa keberatan terhadap keputusan Rasulullah Saw. tidak memiliki rasa iman.
Lalu bagaimana dengan orang yang membenci keputusan (takdir) Allah?
Telah kami ceritakan
bahwa Allah Swt. berfirman (dalam hadis qudsi):
Artinya:
“Barangsiapa tidak rela dengan keputusan-Ku, tidak bersabar atas cobaan-Ku dan tidak
bersyukur atas nikmat-nikmatKu hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku.”
Ada yang mengatakan
bahwa seakan-akan Allah berfirman: “Orang ini tidak merelakan Aku menjadi
Tuhannya ketika dia marah, karena itu hendaklah ia membuat tuhan lain yang ia
relakan.”
Ayat ini merupakan
sebuah ancaman yang sangat tajam dan menakutkan bagi orang yang berakal.
Benar sekali apa
yang dikatakan oleh seorang ulama salaf saat beliau ditanya: “Apa yang
dinamakan pengabdian dan ketuhanan itu?” Beliau menjawab: “Tuhan itu berhak
memutuskan dan seorang hamba berhak merelakannya.” Jika Tuhan memutuskan dan
hamba itu tidak merelakannya, maka tidak ada pengabdian dan tidak ada
ketuhanan. Karena itu, renungkanlah hal penting ini dan lihatlah diri Anda
sendiri, semoga Anda selamat dengan pertolongan Allah dan taufik-Nya.
Kesabaran adalah
obat yang pahit dan minuman yang tidak menyenangkan namun mengandung berkah,
mendatangkan banyak kegunaan dan menolak setiap bahaya dari Anda. Karena itu,
jika ada obat yang ciri-cirinya semacam ini, tentu orang yang berakal akan
memaksakan diri untuk meminum dan menelannya, menahan rasa pahit dan bau yang
menyengat darinya kemudian berkata: “Kepahitan sesaat berarti rasa nyaman
setahun.”
Manfaat yang
Diperoleh dengan Kesabaran
Ketahuilah bahwa
sabar itu ada empat macam:
– Sabar menjalankan
ketaatan
– Sabar menjauhi
maksiat
– Sabar menjauhi
kelebihan dunia
– Sabar menghadapi ujian dan berbagai musibah.
Jika sesorang telah
mampu menahan pahitnya kesabaran dan ia bersabar di dalam empat tempat ini,
berarti ia telah berhasil mendapatkan ketaatan dan berbagai macam tingkatannya
seperti istiqamah dan menerima pahala yang agung di hari kemudian. Ia tidak
akan terjerumus dalam kemaksiatan dan berbagai bencananya di dunia serta imbasnya
kelak di akhirat. Ia tidak diuji dengan mencari keduniaan, tidak disibukkan di
dunia dan tuntutan di akhirat karenanya. Pahala sesuatu yang diujikan kepadanya
dan apa yang ia tinggalkan tidak akan terhapus. Dengan begitu, karena
kesabarannya tadi ia bisa mendapatkan ketaatan, berbagai tingkatan yang mulia,
pahala, ketakwaan, kezuhudan, pengganti dan pahala yang agung dari Allah.
Rincian keterangan
di atas adalah sesuatu yang hanya diketahui oleh Allah.
Bahaya yang Ditolak
oleh Kesabaran
Mula-mula ia akan
terbebas dari berkeluh-kesah dan penderitaannya di dunia, kemudian terbebas
dari dosa dan siksaannya di akhirat.
Adapun orang yang
tidak mampu bersabar dan memilih jalan berkeluh-kesah, maka ia akan kehilangan
semua manfaat dan menemui berbagai bahaya. Sebab ia tidak bersabar menjalankan
beratnya ketaatan, lalu ia tidak menjalankannya. Ia tidak bersabar memelihara
taatnya, lalu ia meleburnya. Atau ia tidak sabar melangsungkan ketaatannya
sehingga tidak sampai pada kedudukan tertinggi, yakni istiqamah. Atau ia tidak
sabar menjauhi maksiat lalu terjerumus di dalamnya. Atau tidak mampu menjauhi
kelebihan dunia lalu ia sbuk mencarinya. Atau ia tidak sabar menghadapi musibah
dan terrhalang dari pahala kesabaran.
Kadang-kadang ia banyak
mengeluh sehingga kehilangan pengganti karenanya. Ia pun mendapatkan dua
musibah, yakni kehilangan sesuatu dan kehilangan pahala, pengganti, menerima
hal yang tidak menyenangkan dan terhalang dari kesabaran.
Ada yang mengatakan:
“Kehilangan kesabaran menghadapi musibah lebih berat daripada musibah itu
sendiri.”
Lalu apa gunanya
sesuatu yang dapat menghilangkan apa yang sudah ada dan tidak dapat
mengembalikan sesuatu yang telah hilang? Karena itu usahakan jika Anda
kehilangan salah satunya jangan sampai kehilangan yang satunya lagi.
Di antara ungkapan
yang mencakup hal ini adalah apa yang kami riwayatkan dari sahabat Ali bin Abu
Thalib k.w. bahwa beliau menjenguk seorang laki-laki dan berkata: “Jika kamu
bersabar maka takdir Allah akan terjadi padamu dan kamu diberi pahala. Jika
kamu mengeluh maka takdir Allah akan terjadi padamu dan kamu menanggung dosa.”
Kesimpulannya
adalah: Sesungguhnya memutuskan hati dari berbagai ketergantungan yang sudah
lazim akan mencegah nafsu dari kebiasaan yang sudah tertanam kuat dengan
kemurnian tawakkal kepada Allah yang Maha Agung Asma-Nya, tidak merancang
segala sesuatu dan menyerahkannya kepada Allah tanpa mengetahui rahasia yang
tersimpan di dalamnya, menahan nafsu dari kebencian dan keluhan yang selalu diburunya,
memaksa nafsu dengan kendali “rela” dan menelan pahitnya kesabaran yang selalu
dijauhinya adalah hal yang pahit, pengobatan yang sangat keras dan sebuah beban
berat, tapi juga aturan yang benar dan sebuah jalan yang lurus. Akibatnya juga
terpuji dan mengalami keadaan yang menguntungkan.
Apa yang Anda
katakan jika ada orang tua yang penuh kasih Sayang dan kaya mencegah anaknya
tercinta dari makan kurma atau apel karena ia sedang menderita sakit mata?
Kemudian ia menyerahkannya kepada seorang guru yang keras, yang mendidik dan
menahannya sepanjang hari di hadapan beliau sampai ia bosan lalu membawanya ke
tukang canduk sampai ia merasa kesakitan dan gelisah? Apakah orang tua tersebut
mencegahnya karena pelit? Bagaimana mungkin, sementara ia memberi orang lain
dan melapangkan mereka. Atau mungkinkah, karena ia berlaku keras kepada
anaknya? Padahal ia menyimpan apa yang dimiliki untuk anaknya.
Atau mungkinkah
orang tua tersebut bermaksud menyakiti anaknya karena marah? Bagaimana mungkin,
sedangkan anak itu adalah penyejuk mata dan buah hatinya yang seandainya ditiup
angin saja ia akan merasa sangat kasihan?
Tidak. Orang tua itu
melakukan semua ini karena ia melihat itulah yang terbaik untuk anaknya. Dengan
sedikit jerih payah ini anak itu akan memperoleh banyak kebaikan dan
mendapatkan manfaat yang sangat besar.
Apa yang Anda
katakan jika ada seorang dokter ahli yang memberi nasehat dan mencintai
pasiennya, lalu ia melarang pasien tersebut minum air, sementara ia sangat
dahaga dan kerongkongannya seperti terbakar dan malah memberinya obat pahit
yang sangat dibencinya dan membuat diri (pasiennya) mengeluh? Adakah dokter itu
melakukannya karena ia memusuhi dan ingin menyakitinya? Tidak. Tapi ia
bermaksud memberi nasehat dan berbuat baik, karena ia tahu pasti bahwa jika ia
memberikan keinginan pasiennya berarti itulah saat kehancurannya dan ia
memberikan kebinasaan kepadanya. Dan dengan mencegahnya berarti itulah obat dan
kelangsungan hidupnya.
Renungkanlah wahai
orang yang jantan. Apabila Allah menahan sepotong roti atau satu dirham dari
Anda, sementara Anda tahu dengan nyata bahwa Dia memiliki apa yang Anda
inginkan dan mampu menentukannya untuk Anda. Dia juga memiliki kemurahan,
anugerah dan mengetahui keadaan Anda sehingga tidak ada sesuatupun yang samar
dari-Nya.
Allah tidak miskin,
tidak lemah dan tidak ada yang tersembunyi dari semua itu. Maha Suci Allah. Dia
lebih kaya dari prang-orang kaya, lebih mampu dari orang-orang yang mampu,
febih pandai dari para ulama dan lebih pemurah dari para pemurah.
Maka dengan semua
itu Anda benar bahwa sesungguhnya Dia tidak akan mencegah Anda kecuali karena
hal itu baik dan menjadi pilihan-Nya. Bagaimana tidak jika Dia telah berfirman:
Artinya: “Dia
menciptakan untukmu semua yang ada di bumi.” (Q.S. al-Baqarah: 29)
Bagaimana tidak jika
Dia bermurah hati dengan memberi kemakrifatan pada Anda, sesuatu yang dapat
merusak dunia dengan berbagai rahasianya?
Dalam sebuah hadis
diterangkan:
Artinya:
“Sesungguhnya Allah berfirman, “Sungguh Aku melindungi kekasih-kekasih-Ku dari
kenikmatan dunia seperti halnya penggembala yang penuh kasih melindungi ontanya
dari tempat kurap berkembang biak.”
Tika Dia menguji
Anda dengan sebuah kesulitan maka Yakinlah bahwa Dia tidak memerlukan ujian dan
cobaan Anda. Dia Maha Tahu keadaan Anda, Maha Melihat kelemahan Anda dan Dia
lebih mengasihi Anda. Apakah Anda tidak mendengar Nabi Saw. pernah bersabda:
Artinya:
“Sesungguhnya Allah lebih mengasihi hamba-Nya yang beriman dibanding dari seorang
ibu yang penuh kasih terhadap anaknya.”
Jika telah
mengetahui maka Anda pasti mengerti bahwa Dia tidak menurunkan sesuatu yang
tidak menyenangkan ini kecuali karena adanya kebaikan, akan tetapi Anda tidak
mengetahui kebaikan tersebut sedangkan Dia tahu akan hal itu. Karenanya Anda
melihat Dia sering memperbanyak.ujian untuk kekasih pilihan-Nya, yakni
hamba-Nya yang paling mulia. Sampai-sampai Nabi Saw. bersabda:
Artinya: “Apabila
Allah mencintai suatu kaum tentu Dia menguji mereka.”
Beliau juga
bersabda:
Artinya:
“Sesungguhnya manusia yang paling banyak menerima cobaan adalah para nabi, lalu
para rasul, kemudian orang yang sederajat dengan mereka, dan seterusnya.”
Jika Anda melihat
Allah menahan dunia dari Anda atau memperbanyak kesulitan dan cobaan kepada
Anda, maka ketahuilah bahwa Anda sungguh mulia di hadapan-Nya dan menempati
kedudukan tinggi di sisi-Nya. Dia menempatkan Anda pada jalan yang dilalui para
kekasih-Nya. Dia Melihat Anda dan tidak membutuhkan semua itu.
Apakah Anda tidak
mendengar firman-Nya:
Artinya: “Dan
bersabarlah menunggu keputusan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam
penglihatan Kami.” (Q.S. AthThuur: 48)
Lihatlah anugerah
yang diberikan-Nya kepada Anda dan kebaikan yang dipelihara-Nya untuk Anda. Dia
juga memperbanyak pahala dan menempatkan Anda pada derajat orang-orang baik dan
mulia di hadapan-Nya. Anda pun melihat kesudahan yang terpuji dan pemberian
yang agung.
Hanya Allah yang
menguasai taufik dengan anugerah-Nya.
Secara singkat, jika
Anda sudah tahu dan merasa yakin bahwa Allah-lah Dzat yang secara penuh
menjamin rezeki yang mau tidak mau Anda perlukan untuk kelestarian hidup Anda
dan pelaksanaan ibadah kepada-Nya. Dia mampu melakukan apa yang Dia kehendaki
apapun yang diinginkan-Nya. Dia Maha Melihat kebutuhan Anda, keadaan demi
keadaan dan waktu demi waktu. Maka Anda pun percaya dengan jaminan-Nya yang
nyata, pada janji-Nya yang tepat dan hati Anda pun tenang karenanya. Anda juga
berpaling, tidak mengingat berbagai ketergantungan dan penyebab serta
ketergantungan hati kepada berbagai penyebab. Karena ketergantungan tersebut
tidak bisa mencukupi Anda tanpa adanya Allah Swt., karena Dia-lah yang dah kita
memakan dan meminumnya. Kemudin Allah jualah yang membuatnya terasa enak dan membuat
nyaman. Dia juga Dzat yang mempertemukan Anda dengan kekuatan dan tannya,
menolak keberatan dan bahaya-Nya. Dia-lah yang memperkaya dan mencukupi Anda
dengannya jika Dia menghendaki. Dengan demikian segala sesuatu kembali
kepadaNya, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu,
bertawakallah kepada-Nya, jangan bertawakal kepada yang lain.
Di samping itu Anda
juga tidak usah merancang semua urusan Anda. Serahkan semuanya kepada Allah,
Dzat yang mengatur langit dan bumi. Kosongkan diri Anda dari sesuatu yanp tidak
terjangkau pengetahuan dan pikiran Anda, yakni urusan yang terjadi esok pagi.
Juga dari pemikiran tentang sesuatu yang akan ditemui atau tidak di keesokan
hari, dan bagaimana hal itu akan terjadi.
Hendaknya
mencukupkan diri, tidak berangan-angan dan berandai-andai, karena hal itu hanya
membuat hati Anda sibuk dan menyia-nyiakan waktu yang mulia di dalamnya. Boleh
jadi Anda menemukan sesuatu yang sama sekali tidak terbersit dalam benak Anda.
Maka apa yang telah Anda pikirkan, Anda rancang, waktu Anda yang mahal terbuang
percuma di dalamnya sama sekali tidak berguna, tidak bermanfaat, bahkan menjadi
suatu kerugian yang akan Anda sesali. Anda juga rugi karena telah menyibukkan
hati dan menyia-nyiakan umur di dalamnya.
Seorang ulama yang
zuhud bersyair sehubungan dengan arti seperti di atas:
Telah terdahulu
keputusan dan kepastian dari Allah. Istirahatkan (kosongkan) hatimu dari kata
‘kalau’ dan kata ‘seandainya.’
Ulama yang lain
berkata:
Apa yang sudah
ditetapkan akan terjadi pada waktunya.
Orang-orang bodoh
bersusah payah dan bersedih hati.
Mungkin sesuatu yang
kamu takutkan tidak terjadi dan mungkin
Juga apa yang kamu
harapkan tidak terwujud.”
Lalu dengan cepat
Anda berkata pada diri sendiri: “Wahai diriku! Tidak mungkin ada sesuatu yang
menimpa kita selain apa yang telah ditakdirkan Allah untuk kita. Dia-lah Tuhan
kita. Dia yang mencukupi kita dan Dia-lah sebaikbaik Dzat untuk memasrahkan
diri, karena Dia Maha Kuasa dan kekuasaan-Nya tidak terbatas. Dia Maha
Bijaksana dan kebijaksanaan-Nya tidak terbatas, dan Maha Pengasih yang tiada
batasnya.
Orang yang mempunyai
sifat-sifat seperti di atas benar-benar telah bertawakal kepada Allah dan
menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Oleh karena itu, hendaklah Anda selalu
berserah diri.
Begitu pula Anda
seharusnya memantapkan hati bahwa apa yang telah diputuskan oleh Allah itulah
yang paling cocok dan terbaik walaupun hal itu tidak terjangkau pemikiran kita,
bagaimana caranya dan apa rahasianya. Lalu Anda berkata pada diri sendiri:
“Wahai diriku! Apa yang telah ditakdirkan pasti terjadi. Karena itu tiada
gunanya merasa benci. Pilihan tetap jatuh pada apa yang dibuat Allah dan tiada
jalan untuk membencinya. Bukankah kamu pernah berkata: ‘Aku rela Allah menjadi
Tuhanku. Kenapa kamu tidak rela dengan keputusan (takdir)Nya? Padahal takdir
termasuk urusan ketuhanan dan.itu adalah hak ketuhanan (Allah). Karena itu
relakanlah.”
Begitu juga jika
Anda tertimpa musibah dan mengalami hal yang tidak menyenangkan sebaiknya Anda
menahan nafsu dan membatasi hati agar tidak sampai mengeluh. Jangan menampakkan
pengaduan dan kesedihan apalagi saat pertama kali mengalaminya. Karena segala
sesuatu tergantung pada saat semuanya dimulai, sementara pada saat itu nafsu
selalu tergesa-gesa dengan kebiasaannya mengeluh.
Kemudian Anda
berkata pada diri sendiri: “Wahai diriku! Semua ini telah terjadi. Tidak ada
upaya yang bisa mencegahnya, Allah telah mencegah bahaya yang lebih besar
darinya, karena sesungguhnya bentuk cobaan yang berada dalam gudang
simpanan-Nya lebih banyak. Semua ini akan berakhir, tiada abadi, la bagai
mendung yang akan terkuak, karena itu bertahanlah. Hai diriku! Sedikit musibah
yang kau alami akan membuahkan kebahagiaan panjang dan pahala yang agung setelah
kamu tidak menemukan tempat untuk mencegahnya.”
Tiada gunanya
mengeluh. Sebenarnya tidak ada bencana (musibah) jika ia dihadapi dengan hati
yang puas dan kesabaran. Kemudian mulut Anda sibuk dengan istirja’ dan hati
Anda sibuk mengingat pahala yang diterima dari Allah. Lalu Anda mengingat
bagaimana sabarnya para nabi yang tabah menerima musibahmusibah besar dan para
wali (kekasih) yang mulia di hadapan Allah.
Jika pada suatu saat
Anda tertahan dari dunia, katakanlah pada diri Anda sendiri: “Wahai diriku! Dia
lebih tahu keadaanmu, lebih mengasihimu dan lebih Mulia. Dia-lah Dzat yang
memberi makan pada anjing yang hina dan memberi makan orang kafir yang
memusuhi-Nya. Sedangkan aku adalah hamba-Nya, mengenal-Nya dan mengesakan-Nya.
Apakah aku tidak pantas ditukar dengan sepotong roti? Suatu hal yang mustahil.
Karena itu, ketahuilah bahwa Dia tidak akan menahan hal itu kecuali karena ada
manfaat yang lebih besar. Dan Allah akan menjadikan kemudahan setelah adanya
kesulitan. Oleh karena itu, bersabarlah sebentar pasti kau akan melihat
keajaiban dari kelembutan ciptaanNya. Adakah kau tidak mendengar seorang
penyair berkata:
Nantikanlah apa yang
diperbuat Tuhanmu, nanti akan datang apa yang kamu inginkan berupa jalan keluar
(dari-kesulitan) yang dekat.
Jangan berputus asa
jika menemui suatu musibah,
karena banyak
kejadian alam gaib yang ajaib dan menakjubkan.
Ungkapan penyair
lain yang hampir sama sebagai berikut:
Ingatlah wahai orang
yang direpotkan sebuah keprihatinan.
Jika kesulitan itu
telah memuncak menimpamu maka pikirkanlah surah “Alam Nasyrah.”
Satu kesengsaraan di
antara dua kesenangan.
Jika kamu mau
mengulangnya pasti akan gembira.
Jika Anda telah
menjalankan perintah-perintah ini dan semisalnya, kemudian dengan
berkesinambungan Anda mengulang dan melatih diri, maka sungguh hal itu akan
mempermudah diri Anda dalam waktu yang singkatjika memang memiliki keinginan
kuat dan kesungguhan dalam hati. Dengan begitu Anda benar-benar telah mencegah
empat macam rintangan ini dari diri Anda dan menyingkirkan bahayanya. Di
hadapan Allah Anda termasuk orang-orang yang bertawakal, berserah diri, rela
dengan takdir-Nya dan sabar menerima cobaan-Nya. Anda juga berhasil mendapatkan
kenyamanan hati dan badan di dunia, mendapatkan keagungan pahala dan simpanan
di akhirat. Mendapatkan derajat mulia dan kecintaan di hadapan Allah Penguasa
alam semesta. Lalu Anda pun mengumpulkan dua kebaikan, yakni dunia dan akhirat.
Jalan ibadah Anda
terbentang lurus karena tidak ada lagi rintangan dan kesibukan. Saat itulah
Anda berhasil melewati satu tahapan yang sulit.
Hanya Allah tempat
meminta. Semoga Dia berkenan membantu Anda dan kita semua dengan kebaikan
taufik-Nya, karena segala sesuatu berada di bawah kekuasaan-Nya. Dia Maha
Pengasih di antara para pengasih. Tiada daya dan upaya melainkan dengan
pertolongan Allah yang Maha Luhur dan Maha Agung