Terjemah Kitab Irsyadul Ibad (Irsyad al-Ibad ila Sabilir Rasyad)
Pengarang: Zainuddin Al-Malibari ( زين الدين عبد العزيز المليباري الفناني)
Daftar isi
Pendahuluan
Pasal : Perkara Yang Dimakruhkan Dalam Berwudhu'
Pasal : Perkara Yang Membatalkan Wudhu
Pasal : Yang Mewajibkan Mandi (Pembatal Mandi)
Pasal : Haram Mengakhirkan Shalat
Pasal : Tentang Hukum-Hukum Shalat
Pasal : Perkara Yang Dimakruhkan Dalam Shalat
Pasal : Perkara Yang Membatalkan Shalat
Pasal: Dzikir Setelah Sholat Wajib
Perkara Yang Membatalkan Shalat
Pasal : Perkara Yang Membatalkan Shalat
Perkara Yang Membatalkan Shalat adalah:
Berkata dua huruf di waktu salat dengan
berturut-turut sekalipun berupa dehem atau satu huruf tapi bisa difahami oleh
manusia dan berupa percakapan mereka, tidak batal apabila perkataan itu sedikit
lantaran tidak sengaja, lupa atau tidak mengerti bahwa percakapan itu
membatalkan shalat dan orang yang melakukannya masih baru masuk Islamatau
kehidupannya di daerah terpencil, jauh dari ulama.
Juga tidak batal shalatnya apabila berdehem
lantaran untuk mengucapkan bacaan yang menjadi rukun shalat, apabila tidak
dehem maka tidak bisa mengatakan sekalipun dehemnya banyak. Juga tidak batal
dengan ketawa, menangis, batuk, bersin apabila seorang yang shalat tidak bisa
menahannya dan masih sedikit.
Perbuatan yang melewati batas seperti
melompat atau perbuatan yang banyak seperti melangkah tiga kali, menggerakkan
tapak tangan sampai tiga kali berturut-turut, sekalipun untuk menggaruk-garuk
gatal. Kecuali apabila ada kudis yang parah, sehingga tidak tahan kecuali harus
menggaruknya.
Perbuatan yang banyak dan berturut-turut
ini tetap membatalkan sekalipun dilakukan dalam keadaan lupa. Tidak batal
apabila perbuatan itu ringan, sekalipun banyak berturut-turut atau tidak
seperti menggerakkan jari telunjuk saja atau mengedipkan mata.
Perkara yang membatalkan shalat.
Mengulangi rukun perbuatan dengan
sengaja.
Memanjangkan perbuatan shalat yang
mestinya pendek dengan sengaja.
Tidak memenuhi salah satu syarat daripada
syarat shalat.
Meninggalkan salah satu rukun daripada
rukun shalat.
Sebuah Kisah:
Dari syekh Muinuddin pernah bercerita
bahwa syekh Ahmad Al Ghoznawi bertempat di salah satu gua Syam, lalu aku
berkunjung padanya. Ternyata aku melihat keadaannya amat memedihkan hati.
tubuhnya tiada lagi kecuali tulang dan daging, dia duduk di atas sajadah, namun
di mukanya ada dua ekor macan. Lalu Syekh Ahmad berkata kepadaku: Dari mana
kamu tadi? Dari Baghdad, jawabku. Dia berkata: Perbanyaklah melayani
orang-orang fakir maka kamu akan menjadi orang besar dan namamu akan dikenal
orang.
Sesungguhnya aku telah mencapai empat
puluh tahun bertempat tinggal di gua ini, aku sengaja menghindari kehidupan
bersama orang banyak, tapi aku tidak pemah merasa terhindar cucuran air mata
sejak tiga puluh tahun yang silam hanya karena takut satu masalah. Aku berkata:
Apakah itu? Dia berkata: “Yaitu shalat, aku apabila shalat, aku menangis, aku
berkata di hatiku.’
Apabila ada satu syarat yang tidak
kupenuhi maka segala amal perbuatanku akan tersia-sia dan akan dikembalikan
kepadaku dengan ditamparkannya ke wajahku, Apabila kamu wahai hamba yang dha’if
dan membutuhkan rahmat Allah swt dapat terhindar dari tuntutan shalat kamu
telah memperoleh keuntungan, namun apabila kamu tidak demikian maka usiamu akan
habis dengan penuh kelalaian.
Sesungguhnya Rasulullah saw pernah
melihat seorang lelaki sedang menjalankan shalat yang tidak menyempurnakan
rukuknya dan bersujud sebagaimana burung mematuk, lalu Rasulullah saw bersabds
‘Seandainya orang ini meninggal dunia dalam keadaan sedemikian maka dia mati
dan tidak berpegangan terhadapajaran agama Muhammad.”
Kemudian beliau saw melanjutkan sabdanya:
‘Perumpamaan orang yang tidak menyempurnakan rukuk dan sujud sebagaimana burung
mematuk seperti orang yang lapar memakan satu kurma atau dua kurma, tidak akan
mengeyangkannya.” (Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Huzaimah dalam kitab
shahihnya).
Rasulullah saw bersabda:
Artinya: “Rasulullah saw bersabda: ‘Allah
tidak akan melihat dengan rahmat) kepada seorang hamba yang tidak menegakkan
tulang rusuknya di waktu rukuk dan sujud.” (HR. Ahmad).
Rasulullah saw bersabda:
Artinya: “Rasulullah saw bersabda:
‘Barangsiapa yang melakukan salat di luar waktunya, tidak menyempurnakan wudhu’
untuk shalatnya, tidak bisa memperbaiki khusyuk di dalamnya, tidak melakukan
rukuk dengan baik, begitu juga sujudnya maka shalat itu diselesaikan dalarn
keadaan hitam lekam. tidak bercahaya, dia berkata:
Semoga kamu diabaikan oleh Allah swt
sebagaimana kamu mengabaikan aku, sehingga tatkala Allah swt berkehendak maka
shalat tersebut dilipat sebagaimana baju
lusuh yang dilepit kemudian. ditamparkan kepada wajah orang yang memilikinya.”
(Thabrani).
Rasulullah saw bersabda:
Artinya: “Rasulullah saw bersabda: ‘Wahai
Fulan, apakah kamu tidak memperbaiki shalatmu, apakah seorang yang melakukan
shalat tidak memperhatikan shalatnya di waktu menjalankan shalat, bagaimana
cara menjalankan shalat dengan baik, sesungguhnya manfaat shalat itu hanya
kembali kepada dirinya sendiri.” (HR. Muslim)
Rasulullah saw bersabda:
Artinya: “Rasulullah saw bersabda:
‘Ingatlah kematian di waktu kaamu menjalankan shalat, sebab sesungguhnya
seorang lelaki apabila ingat kematian maka layak untuk memperbaiki salatnya.
Dan bershalatlah seperti shalatnya seorang lelaki yang tidak mengira bahwa dia
akan melakukan shalat berikutnya.” (HR. Addailami, hadis hasan menurut Ibnu
Hajar).
Rasulullah saw bersabda:
Artinya: “Dari Abdullah bin Asysyikhir
berkata: ‘Aku melihat Rasulullah saw melakukan shalat dan di dalam dadanya ada
suara gemuruh seperti suara air mendidih di dalam bejana karena menangis,”
(HR.AbuDawud).
Kisah Pertama:
Sayyid Muinuddin Ashafwi di dalam kitab
Tafsirnya Jawa miuttibyan berkata: Menurut qaul yang lebih shahih sesungguhnya
khusyuk termasuk kewajiban di dalam shalat. Sofyan Ats tsaury pernah berkata:
‘Barangsiapa yang tidak bisa khusyuk di dalam shalat maka salatnya rusak.
Tuan Muhammad Al-Bakri pernah berkata:
‘Untuk bisa menjalankan khusyuk, hendaknya sering melakukan rukuk dan sujud
yang panjang. Syekh Zakariya Al-Anshari berkata: “Sesungguhnya melihat tempat
sujud akan lebih dekat untuk membikin suasana khusyu.”
Pernah diriwayatkan dari Ali bin Abi
Thalib ra bahwa beliau dalam sebagian peperangan pernah terpanah pada salah
satu anggotanya, panah itupun masih melekat pada tubuhnya. Orang-orang sama
bilang: ‘Apabila sebagian tubuhnya tidak dilukai atau tidak dipotong sedikit,
maka panah itu tidak bisa diambil, kita pun juga khawatir pemotongan itu
menyakitkan pada Amiril mukminin Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Lalu Sayyidina Ali berkata: ‘Apabila aku
di tengah menjalankan shalat maka keluarkanlah. Akhirnya Ali pun melakukan
salat lantas mereka memutus atau membedah anggota. tubuhnya, lantas dikeluarkan
panah daripadanya. Sungguhpun demikian, Ali tidak berubah dalam menjalankan
shalat. Ketika salat telah usai, lalu Ali berkata: ‘Mengapa kamu tidak mencabut
panah itu.’
Lalu mereka menjawab: ‘Kami sudah
mengeluarkannya. Nah pikirkan sejenak bagaimana Sayyidina Ali bin Abi Thalib
dalam menghadap berdialog dengan Tuhannya tidak terlintas pemikiran yang lain
kecuali
hanya menghadap kepada Allah swt,
sehingga tidak terasa bahwa salah satu anggotanya dibedah dan dikeluarkan anak
panah dari kedalaman daging.
Kalau kita bandingkan dengan keadaan kita
di waktu shalat sungguh jauh berbeda, kita apabila menjalankan salat senantiasa
terasa terganggu oleh ketombe dan nyamuk yang menggigit, bahkan apabila di
suatu saat ada lalat yang berterbangan di muka kita, kita sudah terganggu
karenanya. Jadi kita tidak layak untuk dianugerahi khusyuk. Nah sekarang dimanakah
kedudukan keimanan kita dibandingkan dengan kedudukan keimanan mereka?
Kisah Kedua:
Diceritakan dari Zainul Abidin bernama
Ali bin Husain bahwa beliau bila telah berwudu maka kulitnya menguning. Apabila
mengerjakan salat, tubuhnya gemetar. Lalu ada orang yang bilang padanya mengapa
kamu mengalami demikian. Lalu beliau menjawab: Sungguh celaka kamu, kepada
siapakah aku menghadap, untuk siapakah aku berdialog dan mengerjakan shalat
ini.
Pada suatu saat, terjadi kebakaran di
rumahnya sedang beliau lagi bersujud, lantas orang-orang berkata: Wahai cucu
Rasulullah, telah terjadi kebakaran, namun beliau masih meneruskan sujud, tidak
bangun untuk memadamkan kebakaran di rumahnya itu. Setelah selesai shalat, lalu
ada orang yang bertanya kepadanya, tentang mengapa kebakaran di rumahnya
dibiarkan dan meneruskan shalatnya.
Lalu beliau menjawab: Sungguh aku tidak
memikirkan api di rumahku, aku sudah tak tahan mengenang api neraka sehingga
api dirumah terlalaikan. Oleh karena itu, wahai orang yang lalai dalam menjalankan
shalat, kepada siapakah kamu menyembahnya dan untuk siapakah kamu berdialog,
bersikaplah malu terhadap Tuhan apabila kamu menghadap pada-Nya dengan hati
yang lalai, penuh dengan kenangan kegiatan dunia dan kekotorannya.
Begitu juga dihantui oleh bayangan
sahwat, apakah kamu tidak mengetahui bahwa Allah swt yang mengontrol segala isi
hatimu. Bukankah salatmu yang diterima di sisi-Nya hanya yang khusyuk, yang
kamu merendahkan diri di hadapan-Nya. Oleh karena itu, menyembahlah kepada
Allah swt di dalam shalatmu seolah-olah kamu melihatNya. Apabila kamu tidak
melihat-Nya maka sesungguhnya Allah swt melihat padamu.
Apabila hatimu masih tidak dapat
menjalankan khusyuk dengan uraian yang kami paparkan tadi dan anggota tubuhmu
tidak bisa tenang disaat menjalankan shalat, lantaran kamu tidak mendalam untuk
mengenal keagungan Tuhanmu, disaat itulah langkah yang tepat untukmu adalah
perkiraan bahwa shalatmu ini dilihat oleh orang yang ternama, disegani diantara
anggota keluar gamu atau margamu, dia melihatmu mengerjakan shalat.
Di saat itu, kamu mengerjakannya dengan
baik dan anggota tubuhmu juga tenang. Setelah itu pikirlah lagi, renungilah
dirimu, apaakah kamu tidak merasa takut kepada Allah swt penciptamu? Dia
mengintai segala sepak terjangmu. Dia mengetahui segala isi hatimu. Apakah
Allah swt Yang begitu hebat sifat-Nya lebih rendah menurut pandanganmu dari
seorang hamba-Nya?
Sungguhpun demikian hamba itu tidak akan
bisa melakukan hal yang membahayakanmu, juga tidak bisa memberikan manfaat
padamu. Alangkah besar kedurhakaanmu, kebodohanmu, sungguh besar permusuhanmu
kepada dirimu sendiri, lantaran kamu menganiayanya. Oleh karena itu, hanya satu
langkah untukmu, obatilah hatimu dengan keterangan tersebut, barangkali
shalatmu akan menjadi khusyuk.
Bukankah sudah menjadi kesepakatan
diantara para ulama, bahwa tidak akan diterima di sisi Allah swt dari shalatmu
kecuali yang khusyuk. Dan salat yang kamu jalankan dengan hati yang lalai
sekalipun sudah dianggap sah menurut lahirnya, tapi kamu lebih membutuhkan pengampunan
Allah swt lebih banyak daripada bergembira dengannya, sebab shalat yang
sedemikian ini kepada siksaan lebih dekat, Tuan Ismail Al-Muqri berkata:
Artinya: “Kamu menjalankar shalat tanpa
hati yang khusyuk sebagaimana shalat yang lain, sudah tentu pemuda yang
menjalankan sedemikian ini berhak mendapat hukuman. Kamu menyelesaikan shalat
itu tanpa mengetahui keadaannya, ternyata kamu telah menambah satu rakaat
setelah satu rakaat, dengan dasar kamu ingin hati-hati.
Maka celaka bagimu, kamu tahu siapakah Tuhan
yang kamu ajak dialog ternyata berpaling darimu. Nah dihadapan Tuhan yang kamu
berjongkok kepada-Nya ternyata kamu tidak khusyuk. Kamu berkata kepada-Nya
iyyaka na’budu (hanya kepada-Mu aku menyembah), tapi pikiranmu melayang ke arah
lain tanpa ada sebab.
Seandainya kamu menolak kepada orang yang
berdialog padarnu tapi penglihatannya tidak kepadamu, niscaya kamu mempunyal
karakter yang baik, yaitu marah kepada sikap kepribadiannya yang kurang baik.
Apakah kamu tidak malu kepada Tuhan yang memiliki kerajaan melihat kamu
berpaling daripada-Nya wahai orang yang tidak mempunyai kepribadian yang baik.”
Wahai Tuhanku tunjukkan kami ke jalan
orang yang telah mendapat petunjuk, tuntunlah aku kepada kebenaran sebagai
jalanku menuju jalan yang lurus.