Terjemah Kitab Irsyadul Ibad (Irsyad al-Ibad ila Sabilir Rasyad); Hukum-Hukum Shalat

 

Terjemah Kitab Irsyadul Ibad (Irsyad al-Ibad ila Sabilir Rasyad)


 Judul kitab asal: Irshad al-Ibad ila Sabil Al-Rashad ( إرشاد العباد إلى سبيل الرشاد)

Pengarang: Zainuddin Al-Malibari ( زين الدين عبد العزيز المليباري الفناني)

 

 

Daftar isi

Pendahuluan

Bab : Iman

Pasal : Murtad

Bab Ilmu

Bab Wudhu

Pasal : Hukum-Hukum Wudhu

Pasal : Sunnah-Sunnah Wudhu

Pasal : Perkara Yang Dimakruhkan Dalam Berwudhu'

Pasal : Perkara Yang Membatalkan Wudhu

Bab : Mandi

Pasal : Yang Mewajibkan Mandi (Pembatal Mandi)

Bab : Fadhilah Shalat Wajib

Pasal : Haram Mengakhirkan Shalat

Pasal : Tentang Hukum-Hukum Shalat

Pasal : Perkara Yang Dimakruhkan Dalam Shalat

Pasal : Perkara Yang Membatalkan Shalat

Pasal: Dzikir Setelah Sholat Wajib

Bab : Shalat Sunnah

 

Bab Sholat

Tentang Hukum-Hukum Shalat

 

 

Hukum-hukum dalam shalat adalah:

Menutupi aurat. Untuk seorang lelaki atau amat (budak wanita) maka auratnya adalah antara pusar sampai lutut. Untuk orang perempuan yang merdeka maka wajib menutup aurat keseluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua tapak tangannya, dari arah atas tubuh dan samping, tidak dari bawah tubuh.

Oleh karena itu apabila dipandang dari bawah bisa tampak auratnya maka tidak menjadi persoalan. Kain yang digunakan menutupi aurat itu hendaknya tidak menampakkan warna kulitnya. Sungguh pun demikian menutupi aurat itu masih diberi kelonggaran yaitu bila mereka mempunyai pakaian untuk menutupinya.

Menghadap kiblat di waktu shalat, kecuali menjalankan shalat wajib di waktu yang menakutkan (dalam peperangan) atau shalat sunah diatas kendaraan di waktu bepergian yang diperbolehkan,

Mengetahui bahwa waktu telah masuk sekalipun dengan perkiraan belaka.

Mengetahui tata cara shalat, mengetahui mana yang diwajibkan dan bisa membedakan antara yang diwajibkan dan yang disunahkan dalam salat, kecuali untuk orang bodoh asal tidak mengira yang sunah dianggap wajib.

Bersih dari hadas, bersih tubuh, pakaian dan tempat dari najis, berlainan dengan darah nyamuk, udun atau canduk, apabila darah itu keluar dengan sendirinya. Begitu juga selain darah orang lain yang sedikit selain anjing dan darah haid dan sesamanya. Begitu juga selain tahi dan air kencing semacam kelelawar sekalipun banyak.

Begitu juga diampuni tahi beberapa burung yang biasanya beterbangan di masjid, sekalipun banyak. Asal tidak sengaja menyentuhnya tanpa ada keperluan, dan dia sendiri atau tahi yang disentuhnya tidak basah.

 

Fardhunya Shalat

Niat mengerjakan salat beserta menentukan shalat sunah yang berwaktu atau yang mempunyai sebab atau niat melaksanakan kewajiban seperti saya niat shalat wajib Dzuhur. Hendaknya dibarengkan dengan permulaan takbiratul ihram dan diusahakan bisa terus ingat niat sampai akhir takbir.

Demikian menurut keterangan Kitab Raudhah dan asal kitab tersebut. Namun menurut pendapat yang dipilih oleh kebanyakan ulama, niat itu cukup dengan bersamaan takbiratul ihram sekalipun tidak harus ingat sampai takbir selesai. Pokoknyaseseorangingat bahwadiamenjalankan shalat.

Membaca takbiratul ihram, dan harus dengan bacaan Allahu Akbar. Di sini seseorang diharuskan membaca takbir sekiranya bisa didengar oleh telinganya sendiri, apabila dia mempunyai pendengaran yang baik dan disana tidak ada keramaian yang menghalang terdengarnya bacaan takbir itu. Begitu juga setiap rukun qauli (rukun shalat yang harus dibaca) maka harus bisa didengar oleh dirinya sendiri

Berdiri bagi orang yang mampu. Untuk orang yang tidak mampu berdiri sekalipun dikarenakan pusing kepala di tengah kapal, maka boleh shalat dengan duduk, kemudian apabila tidak mampu dengan duduk maka dengan berbaring.

Membaca fatihah bersama bismillah pada setiap rakaat kecuali rakaat makmum masbuq. Dalam membaca fatihah ini hendaknya diperhatikan tentang makhraj, tajwid, tasdid i’rabnya jangan sampai dirubah hingga pengertiannya akan berubah pula. Begitu juga harus membacanya dengan berturut-turut, sebagaimana tasyahud.

Apabila antara ayat-ayat fatihah itu dipisah dengan diam yang cukup lama atau sengaja memutuskan bacaan atau dzikir yang membikin bacaan fatihah tidak berturut maka masih perlu diperinci. Apabila yang memutus bacaan fatihah itu suatu perkara yang masih ada maslahatnya dengan shalat yang dilakukan.

Seperti makmum membaca amin di waktu imam selesai membaca fatihah atau makmum sujud bersama imam, karena imam sedang membaca ayat sajadah atau untuk mengingatkan imam yang lagi menjalankan kesalahan maka tidak menghalangi berturut-turut dalam membaca fatihah bagi makmum.

Apabila seseorang lupa atau ragu tentang satu huruf atau ayat fatihah sebelum bacaan fatihah selesai, apakah dia sudah membacanya ataukah belum, maka harus diulangi mulai awal lagi. Untuk rukun yang lain maka hukumnya seperti fatihah. Diharamkan berhenti sekalipun sedikit antara huruf sin dan ta’ dari kalimat Nasta in, begitu juga haram membikin tasdid sendiri terhadap huruf yang semestinya tidak ditasdid.

Apabila tidak bisa membaca fatihah maka cukup membaca dzikir ztau do’a yang panjang waktunya sama dengan fatihah. Apabila dzikir aau do’a tidak bisa, maka boleh diganti dengan berdiri saja sekira waktunya sama dengan membaca fatihah.

Rukuk dengan membungkuk dan kedua tapak tangannya temegang kepala kedua lutut.

I’tidal.

Sujud dua kali dengan meletakkan sebagian dahi yang terbuka dan hamparannya juga tidak terbawa oleh orang yang shalat, dimana akan turut bergerak bersamanya. Begitu juga harus meletakkan dua lutut, dua tapak tangan yang bagian dalam dan jari-jari dua tapak kali ke tanah atau sesamanya.

 

Dalam sujud ini masih disyaratkan, hendaknya hamparan sujudnya harus merasakan akan beratnya kepala ketika sujud, sehingga apabila hamparan itu dari kapas akan kelihatan bekas sujudnya.

Duduk diantara dua sujud, tidak usah memperpanjangnya begitu juga di dalam i’tidal.

Thuma’ninah (bersikap diam sejenak) di dalam rukuk, sujud atau duduk diantara dua sujud atau i’tidal.

Hendaknya di tengah-tengah menjalankan satu rukun tidak usah mempunyai maksud mengerjakan rukun yang lain.

Tasyahud akhir.

Membaca salawat kepada Nabi saw pada tasyahud akhir.

Salam yang pertama.

Duduk untuk membaca salam, shalawat dan tahiyat.

Dijalankan dengan tertib.

 

Sunnah-sunnah Dalam Shalat

Sunah-sunah di dalam shalat memang ada dua macam, haiat dan ahadh:

Niat mengerjakan salat dengan tujuan hanya untuk Allah swt, dengan menyebut mustaqbilal qiblati, menyebut ada’an atau qadha’an, sekalipun orang yang menjalankan salat kali ini tidak mempunyai hutang shalat yang harus diqadha’i, niat ini disunahkan pula untuk diucapkan.

Melihat tempat sujudnya dengan menundukkan kepala.

Mengangkat kedua tangan sampai kedua Pundak bersamaanbdengan takbiratul ihram, di waktu akan rukuk dan bangun daripadanya, bangun dari tasyahud yang pertama.

 

Meletakkan tapak tangan kanan di atas pergelangan tangan kiri dan diletakkan di bawah dada.

Merenggangkan kedua tapak kakinya dengan jarak satu jengkal di waktu berdiri.

Membaca do’a iftitah dengan pelan-pelan bagi orang yang mampu, apabila seseorang belurn membaca Audzu billahi atau duduk bersama imamnya. Do’a iftitah ialah:

Dan setelah itu, pada setiap rakaat disunahkan membaca do’a taawwudz ini dengan pelan-pelan.

Berhenti sejenak pada setiap akhir ayat dalam surah Al-fatihah. Begitu juga setelah membaca bismillah. Makruh berhenti pada kalimat An’amta alaihim.

Membaca Amin, tidak boleh membaca Ammiin (dengan huruf mim yang ditasdid). Dan harus dibaca mad. Membaca Amin ini disunahkan sekalipun bagi makmum yang mendengar bacaan imam ketika membaca akhir surah fatihah. Makmum tetap disunahkan membacanya sekalipun imam tidak membacanya.

 

Rasulullah saw bersabda:

Artinya: “Apabila iman membaca Amin maka bacalah Amin Kainu (makmum) sebab sesungguhnya orang yang bacaan aminnya bertepatan dengan bacaan amin malaikat, maka dosanya yang telah lewat akan diampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Membaca sebagian ayat-ayat Alquran, sekalıpun hanya satu ayat, namun yang baik bagi makmum yang tidak mendengar bacaan imamnya atau tidak memahami makna bacaan tersebut hendaklah membaca tiga ayat saja pada dua rakaat yang pertama. Untuk makmum yang mendengar bacaan imam dan memahami makna bacaan tersebut.

Maka dimakruhkan membaca tiga ayat di belakangnya baik pelan atau keras. Apabila seseorang tidak bisa membaca selain fatihah, maka untuk ganti bacaan surah Alquran selain fatihah, dia cukup membaca fatihah dua kali. Boleh juga satu surah digunakan untuk bacaan dua rakaat. Sesungguhnya demikian membaca satu surah dengan sempurna.

Tidak terpotong akan lebih baik daripada membaca surah yang terputus di tengah. Sekalipun surah yang terakhir ini lebih panjang. Disunahkan pula membaca dua surah yang berturut menurut urutan surah di dalam Alquran, selama surah sesudahnya tidak lebih panjang. Untuk Shalat Subuh di hari Jum’at disunahkan membaca surah Aliflam mimtanzildan Halata alalinsani.

Untuk Shalat Jum’at disunahkan membaca surah Al-Munafiqun atau sabbihis ma dan Hal ata ka begitu juga surah itu dibaca pada Shalat Isya’ malam Jumat. Untuk Shalat Maghrib malam Jum’at disunahkan membaca Al-Kafirun dan Al-Ikhlash, begitu juga pada Shalat Subuh bagi orang yang bepergian. Untuk Shalat Maghrib malam Sabtu maka disunahkan membaca Surah Al-Muawwidzatain.

Hendaknya bacaan fatihah maupun surah lain dikeraskan di waktu Shalat Maghrib, Isya’ dan Subuh. Dan dipelankan untuk Shalat Dzuhur dan Asar. Disunahkan juga merenungi arti bacaan dan dzikir.

Bertakbir untuk turun dan bangun selain bangun dari rukuk. Takbir itu hendaknya dibaca Panjang sehingga sampai pada rukun berikutnya.

Di waktu rukuk disunahkan meletakkan kedua tapak tangannya pada kedua lutunya. Dan diupayakan agar punggung dan lehernya kencang di waktu rukuk dan membaca tiga kali. Untuk bangun dari rukuk disunahkan membaca lalu ketika iktidal (berdiri tegak setelah rukuk) hendaklah membaca:

Disunahkan pula mengangkat kedua tangannya di waktu membaca do’a qunut sampai kedua pundaknya. Untuk imam disunahkan membacanya dengan suara keras dan untuk makmum tinggal membaca Amin belaka, apabila makmum mendengar bacaan do’a qunut dari imam dan dengan jelas bahwa imam membacanya.

Disunahkan pula dalam qunut membaca shalawat pada Nabi saw dan keluarganya. Untuk imam hendaknya tidak berdo’a di dalam qunut untuk dirinya sendiri akan tetapi untuk umum, begitu juga dalam do’a Tasyahud. Apabila Imam membaca do’a qunut dan tasyahhud untuk dirinya sendiri maka hukumnya makruh.

Apabila sujud maka hendaknya meletakkan kedua lututnya dengan renggang sekira satu jengkal, kemudian kedua tapak tangannya ditaruh di suatu tempat sekiranya bisa selaras dengan kedua pundaknya, lalu jari-jarinya dikembangkan dan direnggangkan dan dihadapkan ke kiblat. Kemudian dahi dan hidungnya diletakkan ke tanah.

Dua tapak kakinya juga direnggangkan dalam keadaan berdiri tegak. Jari-jarinya diupayakan menghadap kiblat, lalu membaca tiga kali. Dua lengannya pun diupayakan tidak menyentuh dua lambungnya. Perutnya jangan sampai ditempelkan pada kedua pahanya.

Yang sedemikian ini adalah khusus orang lelaki bila menjalankan rukuk dan sujud. Apabila wanita yang rukuk dan sujud maka tidak usah direnggangkan, tapi malah ditempelkan.

Untuk duduk antara dua sujud disunahkan duduk Iftirasy, yaitu duduk yang menggunakan kaki kiri sebagai tempat duduknya dan meletakkan kedua tapak tangannya pada paha yang dekat dengan kedua lututnya, dua jari-jarinya dikembangkan. Di dalam duduk ini seorang yang salat membaca(tiga kali, ditambah bacaan sebagai berikut:

Duduk istirahah dengan iftirasy pula. (yaitu duduk setelah sujud kedua dan ingin berdiri).

Untuk duduk tasyahhud awal juga disunahkan duduk iftirasy.

Apabila berdiri dari sujud atau dari duduk tasyahhud awal disunahkan menggunakan kedua tangannya sebagai penopang untuk berdiri tersebut.

Tawarruk pada tasyahhud akhir yang tidak diakhiri dengan sujud sahwi, meletakkan kedua tapak tangannya pada ujung lututnya, dan mengembangkan jari-jari tangan kiri dan menggenggam jari-jari yang kanan kecuali jari telunjuk yang digerakkan ketika membaca hamzah dari lafaz () dengan melengkung sedikit.

Dibiarkan sedemikian hingga berdiri untuk melanjutkan rakaat berikutnya atau salam. Di sini dianjurkan agar penglihatannya terarah pada jari-jari telunjuk tersebut, lebih-lebih di waktu telunjuk itu digerakkan untuk menuding. Hendaknya dalam tasyahhud ini membaca kalimat tasyahhud yang paling sempurna, antara lain sebagai berikut:

 

            Kemudian membaca doa di bawah ini

Membaca salam kedua, namun dalam salam ini hendaknya ditambah (45) begitu juga untuk salam yang pertama.

Menoleh ke kanan dan ke kiri untuk dua salam yaitu salam yang pertama dan yang kedua, di sini dianjurkan agar niat memberikan salam kepada para malaikat, jin dan manusia yang beriman, begitu juga niat mengucapkan salam kepada orang yang di depannya dan di belakangnya dengan salam yang pertama atau yang kedua. Untuk makmum hanya memberikan salam dengan tujuan membalas orang yang beniat memberikan salam padanya.

Niat keluar dari salat dengan membaca salam yang pertama.

 

Sunnah Ab’adh

 

1.Membaca tasyahhud awal.

Duduk untuk tasyahhud awal dan membaca shalawat pada Nabi di dalamnya, untuk tasyahhud akhir disunahkan membaca salawat untuk keluarga Nabi.

Qunut pada iktidal yang terakhir dari Shalat Subuh begitu juga pada salat witir dari pertengahan yang terakhir dari bulan Ramadhan, untuk bacaannya sebagai berikut:

Dalarn qunut ini, apabila tidak membaca do’a di atas, boleh mernbaca ayat yang mengandung do’a apabila seseorang bermaksud do’a atau dengan membaca do’a saja sekalipun tidak dari bacaan rasul.

Berdiri untuk rnembaca qunut dan mernbaca shalawat pada Nabi saw dan keluarganya setelahnya, bukan sebelurnnya.

Apabila seseorang meninggalkan salah satu dari sunah ab’adh ini sekalipun dengan sengaja atau ragu apakah dia meninggalkan atau tidak maka hendaknya sujud sahwi dua kali sebelum salam, seperti orang yang lalai terhadap suatu perbuatan di dalarn shalat yang mana bila disengaja akan membatalkan shalat.

Seperti mernanjangkan rukun yang sernestinya dipendekkan atau berbicara sedikit, makan sisa makanan yang berada di sela-sela gigi, mengulangi rukun yang bersifat perbuatan atau memindahkan rukun qauli (bacaan shalat yang menjadi rukun) kelain tempatnya atau ragu berapa rakaat yang telah dilakukan dan rnungkin terjadi kelebihan.

 

Sunnah-sunnah Sebelum Menjalankan Shalat:

Sebelum memasuki salat wajib disunahkan bagi orang lelali untuk berazan dan iqomat, sekalipun tetanggal langar atau masjid lain

sudah mengumandangkan adzan. Untuk kaum wanita hanya disunahkan iqamat. Untuk orang yang mendengarkan Adzan dan iqamat disunahkan menjawabnya sekalipun dalam keadaan membаса Alquran atau berwudhu.’

Apabila muazin membaca Hayya ala shalaah atau alal falah maka disunahkar membaca la haulareal quunuata ilia billahil adhim. Apabila membaca: Asshalatu khairun minan naum maka dijawab dengan: Shadaqta suburarlarua ana aladzaliha minasysyahidin. Setelah itu disunahkan berdo’a:

Artinya: “Apabila waktu shalat wajib telah tiba, maka hendaklah salah satu diantaramu melakukan adzan untuk kaum.” (HR. Bukharidan Muslim).

Rasulullah saw bersabda:

Artinya: “Abu Hurairah ra berkata: Tiga perkara seandainya orang-orang mengetahui apa yang terkandung di dalamnya maka tidak than diambilnya kecuali harus diundi terlebih dahulu, lantaran mereka ingin memperoleh kebaikan dan keberkahan di dalamnya: 1. Melakukan Azan untuk shalat wajib, 2. Bergegas gegas pergi berjamaah, 3. Melakukan shalat pada barisan jama’ah yang pertama.” (HR. Ibnun Naijar).

Rasulullah saw bersabda:

Artinya: “Hadis mauquf dari Salman ra berkata: ‘Apabila seorang lelaki berada di suatu tanah, lantas mendirikan shalat maka dua malaikat turut berjama’ah dibelakangnya. Apabila mau adzan dan iqamat maka banyak malaikat yang mengikuti shalat dibelakangnya dimana dua mata orang tersebut tidak melihat, mereka rukuk mengikuti rukuknya, sujud mengikuti sujudnya dan membaca amin atas do’a yang dibaca nya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi).

 

Rasulullah saw bersabda:

Artinya: “Rasulullah saw bersabda: ‘Apabila kamu mendengar seruan adzan dari muadzin maka bacalah sebagaimana yang dia baca, kemudian bacalah shalawat padaku, sebab sesungguhnya barangsiapa yang membaca shalawat padaku sekali maka Allah swt akan memberikan rahmat sepuluh padanya. Kemudian mintalah pada Allan swt agar aku (Nabi Muhammad) diberi washilah.

 

Sesungguhnya washilah itu adalah derajat di surga yang tak layak diberikan kepada hamba manapun dari hamba-hamba Allah swt. Dan aku berharap agar akulah yang nenempatinya. Oleh karena itu barangsiapa yang memintakan pada Allah swt agar aku diberi wasilah tersebut maka orang tersebut akan kuberi syafa’at.”

 

Bahkan ada sebagian riwayat yang menyatakan: ‘Bahwa barangsiapa yang suka berbicara di waktu terdengar suara adzan maka dikhawatirkan kehilangan iman (kafir).

 

Memakai selendang yang diletakkan pada bahunya, mengenakan serban dan bersiwak sebelum melaksanakan shalat.

 

Rasulullah saw bersabda:

 

Artinya: “Rasulullah saw bersabda: ‘Jangan sekali-kali seseorang diantara kamu yang melakukan shalat dengan mengenakan selembar kain, tidak meletakkan selendang pada bahunya. (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Rasulullah saw bersabda:

 

Artinya: “Ibnu Asakir meriwayatkan: ‘Shalat sunah atau shalat Wajib yang dilakukan dengan mengenakar surban bisa menyamai dua lima kali shalat tanpa surban. Shalat Jum’at yang dilakukan dengan surban bisa menyamai tujuh puluh kali Jum’at tanpa surban.

 

Rasulullah saw bersabda:

 

Artinya: “Rasulullah saw bersabda: ‘Seandainya aku tidak khawatir memberatkan pada umatku niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak di waktu akan menjalankan shalat.” (HR. Bukharidan Muslim)

 

Rasulullah saw bersabda:

 

Artinya: “Rasulullah saw bersabda: ‘Shalat yang dilakukan dengan bersiwak (sebelumnya) lebih utama dari tujuh puluh shalat yang dilakukan tanpa bersiwak sebelumnya.” (HR. Ibnu Zanjaweh dan Al-Hakim dan menurut pendapat Al-Hakim hadis di atas shahih).

 

Imam Nawawi berkata dalam kitab Majmu:’ “Bagi orang yang menjalankan salat disunahkan meletakkan kain di atas pundaknya. Apabila tidak mempunyai surban atau kain maka hendaknya meletakkan tali sehingga ada sesuatu diatas pundak. Begitu juga makruh bila tidak menjalankannya sebagainana makruh mernbuka kepala.”

 

Ibnu Hajar berkata: “Sesungguhnya bersorban dan bersiwak disunahkan sekalipun sudah masuk di tengah shalat, apabila dimungkinkan melakukannya. Begitu juga membikin tabir atau penghalang yang tingginya dua pertiga dzira’ dan antara tabir dan orang yang salat kira-kira tiga dzira.’ Apabila tidak bisa melakukan hal itu maka cukup menghamparkan dan menggarisi tanah di mukanya.

 

Apabila ada orang mukallaf yang lewat di mukanya maka sunah ditolaknya. Bagi orang lain diharamkan lewat di mukanya. Iman Baghawi berkata dalam Kitab Syarhussunah: ‘Apabila imam sudah

 

memberi tanda di tempat shalatnya dengan menancapkan tongkat di mukanya maka bagi makmurn tidak usah menancapkan turnbak kecil sebagai tanda tempat shalatnya.’

 

Rasulullah saw bersabda:

 

Artinya: “Rasulullah saw bersabda: ‘Apabila seseorang diantara kamu melakukan shalat maka hendaklah menjadikan sesuatu di mukanya sebagai tanda shalat, hendaklah menancapkan tongkat (di mukanya). Apabila tidak mempunyai tongkat maka hendaklah memberi tanda garis di mukanya, dan tidak mengganggu padanya apa yang lewat  di mukanya. (HR. Abu Dawud).

 

Rasulullah saw bersabda:

 

Artinya: “Rasulullah saw bersabda: ‘Apabila seseorang diantaramu melakukan shalat dihadapan sesuatu yang memisahkan antara dia dan orang banyak, lalu ada orang yang lewat di mukanya maka hendaklah menolaknya. Apabila orang yang lewat tidak mau, maka tolaklah lebih keras, sebab sesungguhnya dia adalah setan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Rasulullah saw bersabda:

 

Artinya: “Rasulullah saw bersalda: ‘Seandainya orang yang lewat di muka orang yang shalat yang mengenakan tabir mengetahui dosa yang akan diterimanya maka dia akan berdiri empat puluh tahun. lebih baik daripada melewati di mukanya. (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Rasulullah saw bersabda:

 

Artinya: “Sesungguhnya tabir dimuka imam itu juga menjadi tabir bagi makmum yang di belakangnya.” (HR. Thabrani).

 

Sunah membaca tasbih, tahmid ( الحيد لله ), takbir (. النساكير ), tahlil ), istighfar ( استغفر،الله ) masing-masing dibaca sepuluh kali apabila menghendaki mendirikan shalat.

 

Artinya: “Dari Ummu Rafi’ sesungguhnya dia pernah berkata: Wahai Rasulullah, tunjukkan aku perbuatan yang Allah swt memberi pahala padaku, lalu Rasul menjawab: Wahai Ummu Rafi’ apabila kamu berdiri untuk melakukan shalat maka bacalah tasbih sepuluh kali, bacalah alhamdulillah sepuluh kali, bacalah takbir sepuluh kali, bacalah istigfar sepuluh kali.

Sebab sesungguhnya kamu bila membaca subhanallah maka Allah swt berfirman: ‘Bacaan ini untuk-Ku, apabila kamu membaca Laa Ilaha Illallah, maka Allah swt berfirman: ‘Bacaan ini untuk-Ku, bila kamu membaca alhamdulillah, maka Allah swt berfirman: Bacaan ini untuk-Ku.

 

Dan bila kamu membaca Allahu akbar, maka Allah swt berfirman: ‘Bacaan ini untuk-Ku dan bila kamu minta ampun pada Allah swt, maka Allahswtberfirman:’Aku sudah mengampuninya.” (HR. Muslim).

 

 

 

Komentar atau pertanyaan, silakan tulis di sini

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama