Terjemah Kitab Irsyadul Ibad (Irsyad al-Ibad ila Sabilir Rasyad)
Pengarang: Zainuddin Al-Malibari ( زين الدين عبد العزيز المليباري الفناني)
Pendahuluan
Pasal : Perkara Yang Dimakruhkan Dalam Berwudhu'
Pasal : Perkara Yang Membatalkan Wudhu
Pasal : Yang Mewajibkan Mandi (Pembatal Mandi)
Pasal : Haram Mengakhirkan Shalat
Pasal : Tentang Hukum-Hukum Shalat
Pasal : Perkara Yang Dimakruhkan Dalam Shalat
Pasal : Perkara Yang Membatalkan Shalat
Pasal: Dzikir Setelah Sholat Wajib
Bab Iman
Pendahuluan (Mukkadimah)
Segala puji bagi Allah swt yang
menunjukkan kami untuk berbuat baik dan melarang kami untuk berbuat maksiat.
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah swt. Persaksian itu kami
ketengahkan sebagai pernyataan atas keesaan-Nya. Aku bersaksi sesungguhnya Nabi
Muhammad saw adalah utusan-Nya, kami katakan sedemikian sebagai pengakuan kami
atas kenabiannya.
Semoga shalawat dan salam tetap
terlimpahkan kepada orang yang diutus oleh Allah swt untuk memberikan petunjuk
kepada hamba-Nya, begitu juga sahabat dan keluarganya yang memperoleh petunjuk
ke jalan yang benar.
Amma ba’du, kitab ini sengaja kami kutip
dari dua kitab yaitu Azzawajir dan mursyidut thullab karangan dua tokoh ulama
Islam Syekh Syihabuddin Ahmad bin Hajar Al-Haitami dan kakek kami Zainuddin bin
Ali Alma’bari.
Semoga Allah swt ridha kepada mereka dan
kelak di mahsyar kita akan dikumpulkan pada golongan mereka. Aku juga menambah
beberapa hadis, masalah-masalah fiqih, beberapa nasehat dan cerita- cerita,
sekuat tenaga dan kemampuanku.
Aku beri nama kitab ini Irsyadul ‘Ibad
Ila Sabilir Rasyad. (Penuntun manusia ke jalan yang benar). Dengan nama itu
semoga Allah swt yang Maha Pemurah memberikan petunjuk kepada kami dan seluruh
hamba-Nya untuk menjalankan perbuatan yang membuat mereka bahagia di
perkampungan akherat yang kekal, sesungguhnya Allah swt Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.
عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُوْلُ
اِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَاِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَای،
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ
وَرَسُوْلِهِ وَمَنْ كَانَتْ هَجْرَتُهُ لِدِنْيَا يُصِيْبُهَا اَوِ امْرَاَةٍ
يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ اِلَيْهِ. رواه الشيخان البخاری و
مسلم
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan
suatu hadis dari Umar bin Khatthab ra berkata: “Aku mendengar Rasulullah saw
bersabda: ‘Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, setiap
orang mempunyai tujuan yang diniati.”
Oleh karena itu barangsiapa berhijrah dengan
maksud untuk memperoleh keridhaan Allah swt dan Rasul-Nya maka perbuatannya
diterima di sisi Allah swt dan diridhai oleh Rasul-Nya.
Namun barangsiapa yang berhijrah dengan
hijrah dengan tujuan untuk merenggut dunia yang akan menimpanya atau untuk mengawini
seorang perempuan maka hijrah itu (tidak diterima di sisi Allah swt dan tidak
merelakan pada Rasul-Nya) tapi mengarah kepada tujuan hijrahnya.
BAB IMAN
Allah swt berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعۡبُدُواْ
رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُمۡ وَٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُمُ ٱلۡأَرۡضَ فِرَٰشٗا وَٱلسَّمَآءَ بِنَآءٗ وَأَنزَلَ مِنَ
ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَأَخۡرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ رِزۡقٗا لَّكُمۡۖ فَلَا
تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ أَندَادٗا وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman,
sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu, dan orang-orang yang sebelum- mu,
agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan
langit sebagai atap.”
Dia menurunkan air hujan dari langit,
lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki
untukmu. Oleh karena itu, janganlah kamu mengadakan sekutu bagi Allah, padahal
kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 21–22).
Maksud sekutu-sekutu, yaitu Tuhan-tuhan
selain Allah swt yang disembah. Padahal kamu mengetahui bahwa sekutu itu hanya
sekedar makhluk, mereka tidak menciptakan dan tidak akan bisa menjadi Tuhan
kecuali yang menciptakan.
Allah swt berfirman:
وَمَن لَّمۡ يُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ
وَرَسُولِهِۦ فَإِنَّآ أَعۡتَدۡنَا لِلۡكَٰفِرِينَ سَعِيرٗا
Artinya: “Dan barangsiapa yang tidak
beriman kepada Allah swt dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya kami menyediakan
untuk orang-orang kafir neraka yang bernyala-nyala. (Qs. Al-Fath: 13).
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا
قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ
شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ, لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ
يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّم، فأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ, وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى
فَخِذَيْهِ، وَ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِسْلاَمِ, فَقَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَتُقِيْمُ
الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ الْبَيْتَ
إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ : صَدَقْتُ. فَعَجِبْنَا لَهُ
يَسْئَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ، قَالَ : أَنْ
تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلاَئِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الآخِرِ،
وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ. قَالَ : صَدَقْتَ. قَالَ :
فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ، قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ
فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ
السَّاعَةِ قَالَ : مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ
: فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ : أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا,
وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ
فِيْ الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ، فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا
عُمَرُ، أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِل؟ قُلْتُ : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ
: فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Umar bin Khatthab ra berkata: “Pada
suatu hari, kami berada di sisi Rasulullah saw, tiba-tiba datanglah seorang
lelaki yang mengenakan pakaian yang sangat putih, rambutnya hitam-kelam, tidak
tampak bekas bahwa dia dari bepergian.
Disamping tidak seorangpun dari kita yang
mengenalnya, lalu duduk di hadapan Nabi saw, lalu menyandarkan kedua lututnya
kepada dua lutut Nabi saw dan meletakkan kedua telapak tangannya pada kedua
pahanya sendiri, lalu berkata: “Wahai Muhammad, beritahukan aku tentang Islam.
Lalu Rasulullah saw bersabda: ‘Islam
ialah hendaknya kamu menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah swt dan
sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah swt. Kamu mendirikan shalat, berpuasa
di Bulan Ramadhan, menjalankan haji ke baitullah apabila kamu mampu pergi ke
sana.’
Lalu seorang lelaki itu menjawab:
‘Betul.’ Perawi berkata: ‘Lalu kami merasa heran, dia bertanya kepada Nabi saw,
lalu dia yang mengatakan betul terhadap jawaban Nabi saw.’ Lalu dia bertanya
lagi: ‘Beritahukanlah aku tentang iman.’ Nabi saw menjawab: ‘Iman ialah
hendaklah kamu beriman kepada Allah swt, malaikatNya, kitab-kitab-Nya,
utusan-utusan-Nya, hari kemudian, kamu beriman kepada takdir yang baik dan yang
buruk (dari Allah swt).’
Lelaki itu berkata: ‘Betul (apa yang kamu
katakan)’ Lalu dia bertanya lagi: “Berilah tahukan aku tentang ihsan.’ Lalu
Nabi menjawab: ‘Ihsan ialah hendaklah kamu menyembah kepada Allah swt
seolah-olah kamu melihat-Nya, apabila kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya
Allah swt melihatmu.’
Lalu lelaki itu bertanya lagi:
‘Beritahulah aku tentang terjadinya hari kiamat.’ Nabi bersabda: “Tidaklah
orang yang ditanya lebih mengetahui tentang terjadinya kiamat) daripada orang
yang bertanya.’ Lalu lelaki itu berkata lagi: ‘Beritahulah aku tentang tanda-
tandanya (hari kiamat).
Nabi menjawab: “Hendaklah budak wanita
melahirkan majikannya. Dan kamu lihat orang-orang yang biasanya tidak beralas
kaki, telanjang, fakir miskin, penggembala kambing berlomba-lomba dalam membangun
gedung.’ Kemudian lelaki itu pergi, aku masih pun tetap duduk di situ.
Kemudian Nabi bersabda: ‘Wahai Umar,
apakah kamu mengetahui siapakah orang yang bertanya tadi?’ Aku (Umar) berkata:
“Allah swt dan RasulNya lebih mengetahui.’ Lalu Nabi saw bersabda: Sesungguhnya
lelaki tadi adalah Jibril yang datang padamu untuk mengajarimu tentang agama”.
Assubki berkata: “Islam adalah perbuatan
yang dilakukan oleh anggota tubuh dan tidak sah kecuali disertai dengan
keimanan. Iman adalah membenarkan dengan hati dan tidak akan diterima kecuali
disertai dengan mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dahulu.”
Dalam syarah Muslim, Imam Nawawi pernah
mengutip permufakatan pendapat ahlis sunah, ahli hadis, ahli fikih dan ahli
tauhid bahwa seorang yang beriman dengan hatinya, tapi lidahnya tidak mau
mengucapkan kalimat syahadat, padahal dia bisa mengucapkannya, (maka bila
meninggal dunia) akan dilemparkan ke neraka untuk selamanya (dia mati kafir).
Ketahuilah, sesungguhnya seorang kafir
tidak bisa dikatakan muslim apabila tidak mau mengucapkan dua kalimat syahadat.
Tidak disyaratkan mengatakan: Aku bersaksi. Jadi menurut pendapat yang mashur
cukup membaca: Lailaha illallahu muhammadur rasulullah. Demikianlah menurut
pendapat Imam Nawawi di dalam kitab Raudhah.
Namun menurut yang mu’tamad di kalangan
ulama mutaakhirin (ulama yang terakhir) diharuskan mengucapkan: Aku bersaksi,
demikian menurut keterangan di dalam kitab Al Ubab. Kalau menurut keterangan
yang terakhir ini, seandainya seorang kafir yang akan masuk Islam hanya mengucapkan
‘Aku mengetahui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan
Allah!
Atau tidak memakai kalimat: Aku bersaksi
atau kalimat aku mengetahui. Tapi langsung berkata: Tidak ada Tuhan selain
Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, maka dia masih belum
dikatakan muslim. Untuk pendapat kalangan imam-imam kita ada pendapat yang
ketiga: Yaitu bagi seorang katir yang ingin masuk Islam disarankan mengucapkan:
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Oleh karena itu, bagi
seorang kafir yang masuk Islam hendaknya berniat hati, dan berkata: Aku
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah swt dan aku bersaksi sesungguhnya
Muhammad adalah utusan Allah swt.
Disyaratkan tertib dalam beriman. Oleh
karena itu tidak sah beriman kepada Nabi terlebih dahulu sebelum beriman kepada
Allah, juga tidak disyaratkan beruntun (setelah beriman kepada Allah swt, lalu
beriman kepada Rasulullah) juga tidak disyaratkan mengucapkan syahadat dengan bahasa
arab sekalipun orang yang masuk Islam itu bisa mengucapkan dua kalimat syahadat
dengan bahasa arab,
Bagi seorang kafir yang masuk Islam
hendaknya mengerti arti dua kalimat syahadat yang dia ucapkan, yaitu tidak ada
Tuhan yang disembah dengan benar di alam ini kecuali Allah Yang Maha Esa.
Bagi seorang musyrik yang masuk Islam
setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, harus ditambah aku ingkar terhadap
Tuhan-Tuhan yang telah kujadikan sekutu dan aku telah lepas dari seluruh agama
yang bertentangan dengan agama Islam. Jadi seorang musyrik tidak dikatakan
mu’min, sehingga mengucapkan kalimat tersebut setelah bacaan dua kalimat
syahadat.
Demikian menurut keterangan yang terdapat
di Kitab Raudhah dan Ubab. Namun menurut sebagian pendapat ulama yang lain.
Tambahan tersebut tidak diwajibkan Ketahuilah bahwa pengertian iman kepada
Allah swt adalah beritikad bahwa sesungguhnya Tuhan adalah tunggal, esa, tidak
ada yang menyamai padaNya baik sifat maupun Dzat-Nya, tidak ada sekutu dalam
ketuhananNya.
Maksud ketuhanan di sini adalah yang
berhak di sembah. Juga percaya bahwa Allah swt itu qadim (dahulu) tidak ada
permulaannya dan kekal tidak ada batas akhirnya. Juga beriman kepada para
malaikat, bahwa mereka itu makhluk yang mulia, tidak pernah durhaka terhadap
apa yang diperintahkan oleh Allah swt kepada mereka, mereka selalu
mengerjakannya dengan baik, dan benar apa yang diberitakan oleh mereka.
Beriman pula kepada kitab-kitab yang
diturunkan oleh Allah swt, percaya bahwa kitab-kitab itu merupakan firman Allah
swt yang ‘azali yang berdiri sendiri, tidak menggunakan huruf dan suara dan apa
yang dimuatnya adalah benar. Dan sesungguhnya Allah swt menurunkan kitab-Nya
kepada sebagian rasul dahulu dengan menggunakan lafaz yang tertulis pada papan
atau dengan melewati lidah malaikat.
Beriman kepada para rasul, percaya bahwa
mereka itu diutus oleh Allah swt kepada manusia dan mereka dibersihkan dari
perbuatan yang tidak layak dan kekurangan. Jadi mereka terjaga dari perbuatan
dosa kecil atau dosa besar, sebelum diangkat menjadi nabi atau sesudahnya.
Beriman kepada hari akhir, ia dimulai
dari hari kematian sampai akhir apa yang terjadi di dalamnya. Seseorang
hendaknya mempunyai i’tikad bahwa hari akhir itu ada dan percaya apa yang
terjadi di dalamnya seperti pertanyaan dua-malaikat munkar dan nakir,
kenikmatan dan siksaan di alam kubur, hari kebangkitan, balasan perbuatan
manusia di dunia, hisab, timbangan amal perbuatan, jembatan di atas neraka
jahanam, surga neraka dan lain-lain.
Beriman kepada Takdir, percaya bahwa apa
yang telah ditakdirkan oleh Allah swt pada zaman ‘azali mesti terjadi dan apa
yang tidak ditakdirkan tidak akan terjadi. Percaya bahwa Allah swt telah
mentakdirkan kebaikan dan keburukan sebelum menciptakan makhluk dan
sesungguhnya terciptanya seluruh alam ini dengan qadha’ dan takdir-Nya
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَدِّدُوْا
اِيْمَانَكُمْ قِيْلَ وَكَيْفَ نُجَدِّدُ اِيْمَانَنَا یَا رَسُوْلَ الله ؛ قَالَ
اَكْثِرُوْا مِنْ قَوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهِ. رواه أحمد والحاكم
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra berkata,
Rasulullah saw bersabda: ‘Perbaruilah imanmu. Dikatakan: ‘Bagaimana kita
memperbarui iman kita wahai Rasulullah. Beliau saw bersabda: Perbanyaklah membaca
La Ilaha Illallah.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim).
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ
حَرَّمَ النَّارَ عَلَى مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ
وَجْهَ اللهِ . رواه الشيخان
Artinya: “Dari Usman bin Malik berkata,
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah swt telah mengharamkan api neraka
untuk membakar orang yang mengatakan La Ilaha Illallah dengan hati yang ikhlas
untuk mencari keridaan Allah swt.” (HR. Bukhari Muslim).
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ عَلِی رَضِیَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَنِی جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ
السَّلَامُ قَالَ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ حِصْنِي فَمَنْ
دَخَلَهُ اَمِنَ مِنْ عَذَابِی. رواه ابن عساکر
Artinya: “Dari Ali bin Abi Thalib
berkata, Nabi saw bersabda: Jibril pernah bicara (padaku), Allah swt berfirman:
La Ilaha Ilallah adalah benteng-Ku, barangsiapa yang memasukinya maka akan aman
dari siksaan-Ku.” (HR. Ibnu Asakir).
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَبِي الدَرْدَاءِ رَضِیَ اللهُ
عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ مِنْ عَبْدٍ
يَقُوْلُ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ مِائَةَ مَرَّةٌ اِلَّا بَعَثَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَوَجْهُهُ كَالْقَمَرِ لَيْلَةَ الَبَدْرِ وَلَمْ يَرْفَعْ لِاَحَدٍ يَوْمَئِذٍ
عَمَلٌ اَفْضَلُ مِنْ عَمَلِهِ اِلَّا مَنْ قَالَ مِثْلَ قَوْلِهِ اَوْ زَادَ.
رواه الطبراني
Artinya: “Dari Abud darda’ ra dari Nabi
saw bersabda: Tidak ada seorang hamba yang membaca la ilaha Illallah seratus
kali kecuali Allah swt membangunkannya di hari kiamat, sedang wajahnya bersinar
seperti bulan purnama di waktu malam.
Pada hari itu tidak ada amal perbuatan
seorangpun yang diangkat (ke sisi Allah) yang lebih baik dari amalannya (orang
yang membaca La Ilaha Illallah seratus kali) kecuali orang-orang yang turut
membacanya atau mau menambah bacaannya.” (HR. Thabrani).
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أُمِّ هَانِئ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا
عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
لَا يَسْبِقُهَا عَمَلٌ وَلَا تَتْرُكُ ذَنْبًا. رواه ابن ماجة
Artinya: “Dari Ummu hani’ ra dari Nabi
saw bersabda: Membaca La Ilaha Illallah mempunyai pahala yang tidak bisa
dikejar dengan amal perbuatan yang lain, dan tidak meninggalkan dosa (bisa
menghapus dosa-dosa orang-orang yang membacanya).” (HR. Abnu Majah).
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ جَابِرٍ رَضِیَ اللهُ عَنْهُ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اَفْضَلُ الذِّكْرَ لَا اِلَهَ
اِلَّا اللهُ وَاَفْضَلُ الدُّعَاءِ اَلْحَمْدُ لله . رواه الترمذي والنسائی
Artinya: “Dari Jabir ra dari Nabi saw
bersabda: ‘Dzikir yang afdhal adalah membaca La Ilaha Illallah, sedang do’a
yang afdhal adalah membaca Alhamdulillah (pada permulaan dan terakhirnya).” (HR.
Tirmidzi dan Annasa’i).
عَنْ اَبِی سَعِیْدٍ الخُدْرِی رَضِیَ
اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ
مُوْسَی عَلَیْهِ السَّلاَمُ یَا رَبِّ عَلِّمْنِى شَيْئًا أَذْكُرُكَ بِهِ .
فَقَالَ: قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ فَقَالَ یَا رَبِّ كُلُّ عِبَادُكَ
يَقُوْلُ هَذَا اِنَّمَا السَّمَوَاتُ السَبْعُ وَ عَامِرَ هُنَّ غَيْرِي
وَالاَرْضِيْنَ السَبْعَ جَعَلْتُ فِي كِفَّةٌ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ فِي
كِفَّةٍ لَمَالَتْ بِهِنَّ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ رواه النسائی
Artinya: “Dari Abu Said Al Khudri dari
Nabi saw bersabda: ‘Nabi Musa as pernah berdo’a: ‘Wahai Tuhanku berilah
pelajaran aku sesuatu bacaan yang aku gunakan untuk dzikir kepada-Mu, lalu
Allah swt berfirman: Bacalah ‘La Ilaha Illallah.’Lalu Musa berkata: ‘Wahai
Tuhanku, seluruh hamba-hamba-Mu mengatakan seperti itu, sesungguhnya aku
menghendaki sesuatu yang khusus kamu berikan untukku.
Lalu Allah swt berfirman: ‘Wahai Musa
seandainya seluruh langit yang tujuh penduduknya selain aku dan tujuh bumi
diletakkan pada sebelah timbangan dan pahala La Ilaha Illallah diletakkan pada
sebelahnya maka bobot pahala La Ilaha Illallah akan lebih berat.” (HR. Nasa’i).
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
عَلَيْكُمْ بِلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَالاِسْتِغْفَارِ وَاَكْثِرُوْا مِنْهَا
فَاِنَّ اِبْلِيْسَ قَالَ أَهْلَكْتُ النَّاسَ بُالذُّنُوْبِ وَأَهْلَكُوْنِي
بِلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَالِاسْتِغْفَارِ فَلَمَّا رَاَيْتُ ذَلِكَ
اَهْلَكْتُهُمْ بِالْأَهْوَاِء وَهُمْ يَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ مُهْتَدُوْنَ. رواه
ابو یعلی
Artinya: “Dari Sayyidina Abubakar ra
berkata: ‘Hendaklah kamu selalu membaca Laa Ilaha Illallah dan istighfar.
Usahakan kamu membaca keduanya yang banyak. Sesungguhnya Iblis pernah bilang:
‘Aku telah merusak manusia dengan beberapa dosa yang dijalankan, dan mereka
membinasakan aku dengan bacaan Laa Ilaha Illallah dan istighfar.
Ketika aku melihat mereka berbuat
sedemikian rupa maka aku membinasakan mereka dengan beberapa keinginan hawa
nafsu yang diikuti. Sedang mereka mengira mendapat petunjuk.'(HR. Abu Ya’la).
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
حَضَرَ مَلَكُ الْمَوْتِ رَجُلًا يَمُوْتُ فَشَقَّ أَعْضَاءَهَ فَلَمْ يَجِدْ
عَمَلًا خَيْرًا ثُمَّ شَقَّ قَلْبَهُ فَلَمْ يَجِدْ فِيْهِ خَيْرًا فَفَكَّ
لِحْيَيْهِ فَوَجَدَ طَرَفَ لِسَانِهِ لَاصِقًا بِحَنَكِهِ يَقُوْلُ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللهُ فَغَفَرَ لَهُ بِكَلِمَةِ الْإِخْلَاصِ. ابن ابي الدنيا و البيهقي
Artinya: “Abu Hurairah berkata: Ada
malaikat maut datang kepada seorang lelaki yang mati, lalu dia membedah anggota
tubuh mayat itu, ternyata dia tidak menjumpai amal baik. Kemudian membedah hati
mayat, ternyata di sana tidak ada amal kebaikan. Lalu dia buka mulutnya, lantas
di temui ujung lidahnya melekat ke langit mulutnya yang membaca Laa Ilaha
Illallah. Lalu mayat itu diampuni dosanya, lantaran kalimat ikhlas.” (HR. Ibnu
Abiddunya dan Al Baihaqi).
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ مُعَاذٍ رَضِیَ اللهُ عَنْهُ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَ آَخِرُ كَلَامِهِ
لَا إِلَهَ اِلَّا اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ. رواه أبو داود واحمد
Artinya: “Dari sahabat Muadz ra dari Nabi
saw bersabda: ‘Barangsiapa yang akhir perkataannya (di waktu akan meninggal
dunia) adalah bacaan Laa Ilaha Illallah maka masuk surga.” (HR. Abu Dawud dan
Ahmad).
Kami memohon kepada Allah swt Yang Maha Pengasih
lagi Maha Pemurah hendaknya mengakhiri perkataan kita dengan kalimat tauhid
(bacaan Laa Ilaha Illallah).
Kisah Pertama:
Imam Syafi’i (Muhammad bin Idris) pernah
bercerita: ‘Aku pernah melihat di Mekkah seorang yang dahulunya beragama
Nasrani (boleh dibilang) dia sudah mempunyai gelar uskup. Pada kali ini sedang
menjalankan thawaf. Aku berkata kepadanya: ‘Apa yang membikinmu enggan terhadap
agama nenek moyangmu.’ ‘
Lalu dia berkata: ‘Aku telah menggantinya
dengan jalan yang lebih baik.’ Aku (Imam Syafi’i) berkata: ‘Bagaimana kisahnya
sampai demikian?’ Lalu dia bercerita kepadaku: ‘Pada suatu hari aku pergi
dengan kapal laut, ketika sampai pada pertengahannya, tiba-tiba karena satu dan
lain sebab, kapal itu terbelah, akhirnya aku berupaya untuk mencari
keselamatan, aku bertautan dengan sepotong papan.
Kulihat gelombang laut bergumpalan,
laksana gunung-gunung yang tampak dari kejauhan, aku hanya mengikuti arusnya.
Akhirnya akupun terpental ke tepi laut. Lantas aku berjalan-jalan di pulau itu,
di sana terdapat banyak pepohonan yang berdaun rindang, buahnya lebih manis
dari madu, lebih empuk daripada keju.
Di sana juga ada sungai yang mengalir
dengan indahnya, airnya tawar. Aku berkata: Alhamdulillah, aku bisa makan
buah-buahan ini, aku juga bisa minum dari air sungai ini, sehingga aku
memperoleh jalan petunjuk dan musibahku dipudarkan oleh Allah swt. Pada kala
itu, yang paling menyusahkan, di kala matahari mulai terbenam, kegelapan telah
menyelimuti alam
Aku takut apabila nanti ada binatang buas
yang datang dan memakan tubuhku. Aku ingin perlindungan, lalu aku memanjat
pohon di sampingku, aku duduk di atas tangkainya, akupun tertidur setelah
tubuhku kuikat dengan tali, hingga pada suatu saat akupun tidak sampai
terjatuh.
Namun di saat pertengahan malam telah
tiba, tak kuduga, akupun melihat binatang yang berenang di air, membaca tasbih,
lidahnya fasih. Dia membaca lailaha illahal Ghaffar, Muhammadun Rasulullah
Annabiyyul mukhtar (لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ الغَفَّارُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ اَلنَّبِىُّ
الْمُخْتَارُ) artinya Tidak
adaTuhan selain Allah Yang Maha Pengampun, dan Muhammad adalah Rasulullah
sebagai Nabi yang terpilih.
Ketika binatang tersebut mendekat ke
pantai, tiba-tiba lain dari binatang biasanya, berkepala burung kasuari
bertampan manusia, berkaki unta dan ekornya seperti ikan. Akupun takut
kebinasaan diriku, aku turun dari pohon dan aku lari.
Lalu dia memandangku dan berkata:
‘Berhentilah, bila kamu masih tetap berlari kamu akan binasa.’ Akupun berhenti,
lalu berkata: ‘Apakah agamamu?’ Aku berkata: ‘Kristen.’ Lalu dia berkata lagi:
‘Celaka kamu wahai orang yang merugi, kembalilah memeluk agama yang lurus.’
Sesungguhnya kamu sekarang bertempat di
daerah jin yang mukmin, tidak akan bisa selamat kecuali orang yang muslim. Aku
berkata: ‘Bagaimana caranya memeluk Islam?” Dia berkata: ‘Bacalah Asyhadu anla
ilaha illallah wa anna Muhammadan Rasulullah.’ Lalu aku membacanya.
Kemudian binatang itu berkata: ‘Kamu
berkehendak untuk tinggal di tempat ini atau kembali kepada keluargamu?’ Lalu aku
menjawab: ‘Aku kembali kepada keluargaku.’ Kemudian dia berkata: ‘Berdiamlah di
tempatmu, sebentar lagi ada kapal yang lewat di mukamu, akupun berdiam dan
binatang itu juga turun ke laut lagi, hingga pergi menghilang dari
pandanganku.’
Lalu ada kapal yang lewat di mukaku,
akupun melambaikan tanganku untuk menyetopnya, lalu kapal itu berhenti dan
membawaku. Setelah aku sampai di dalamnya, aku berjumpa dengan dua belas orang
yang seluruhnya lagi memeluk agama Nasrani, lalu aku ceritakan apa yang menimpa
pada diriku dan merekapun mulai sadar dan mau memeluk agama Islam.
Kisah kedua
Syekh Abdullah Al-Yafi’i (Almarhum)
pernah menulis cerita dalam kitabnya Raudhur rayaahin bahwasanya pada waktu
dahulu ada seorang raja yang binal, banyak melakukan perbuatan durja. Lantas
kaum muslimin menyerangnya dan dapat ditangkap sebagai tawanan perang.
Lalu mereka berkata: Dengan cara
bagaimana kita membunuhnya, lalu mereka bersepakat meletakkannya ke dalam
bejana besar untuk memanaskan air. Lalu dibakarnya dari bawah bejana itu.
Dengan cara ini mereka tidak membunuhnya tapi siksaan ini lebih bisa dirasakan
terus menerus.
Akhirnya mereka melakukan apa yang telah
disepakati di dalam perkumpulan, lantas si raja yang tertawan itu memanggil
tuhan-tuhannya satu persatu, rupanya tuhan-tuhan itu tetap membisu, tuli tidak
mendengarkan ucapannya. Dia berkata wahai fulan sesungguhnya aku menyembahmu
agar kamu menyelamatkan aku dari bencana yang menimpaku.
Rupanya setelah harapannya kepada
tuhan-tuhan sudah putus, lalu dia mengangkat kepalanya ke langit dan membaca
Laa Ilaha Illallah serta berdoa dengan hati yang ikhlas. Lalu do’anya mendapat
tanggapan dari Allah swt dan hujanpun turun seketika sehingga bisa memadamkan
api itu.
Kemudian ada angin kencang yang datang
dari arah yang tidak diketahui, lalu bisa membawa bejana itu ke atas
berputar-putar antara langit dan bumi. Raja tadi tetap membaca Laa Ilaha
Illallah. Lalu dilemparkan ke daerah dimana penduduknya tidak menyembah kepada
Allah swt. Akhirnya mereka mengeluarkannya dari bejana itu dan berkata: ‘Ada
apa kamu?’
Lalu dia berkata: ‘Aku ini raja bani
fulan, aku pernah mengalami peristiwa yang amat pedih.’ Lalu diceritakanlah apa
yang dialaminya, akhirnya penduduk daerah itu beriman seluruhnya.
Kisah ketiga
Syekh Abu Zaid Al Quthubi pernah
bercerita bahwa dia pernah mendengar dari orang-orang tua dahulu yaitu ada
atsar yang mengatakan: Barangsiapa yang membaca Laa Ilaha Illallah tujuh puluh
ribu kali maka bisa digunakan tebusan dari api neraka.
Dengan demikian seorang yang membacanya
akan masuk surga, akupun tidak segan-segan melakukannya, lantaran menginginkan
mendapatkan janji yang menyenangkan itu. Aku membaca Laa Ilaha Illallah
sebanyak tujuh puluh ribu kali dengan niat untuk keluargaku agar diselamatkan
dari api neraka dan yang lain aku simpan untuk diriku sendiri.
Ada seorang pemuda yang ketepatan
menginap di rumahku. Ada orang bilang pemuda itu bisa melihat surga dan neraka
dengan kasyaf. Tapi tidak seterusnya, namun pada suatu saat belaka. Orang-orang
juga mengakui atas kelebihan pemuda itu sekalipun usianya masih pendek. Ada
sesuatu yang perlu kubuktikan kepada pemuda itu.
Pada suatu hari ada sebagian teman
mengundang kami agar pergi ke rumahnya, kitapun bertemu dengan pemuda itu lagi.
Lalu kita sama-sama memakan hidangan, dan meminumnya. Tiba-tiba pemuda itu
menjerit dengan suara yang keras. Dia berkata: Wahai pamanku ini ibuku sedang
berada di neraka.
Lalu pemuda itu menjerit dengan suara
yang keras lagi, orang-orang yang mendengarkan bahwa di balik jeritannya itu ada
sesuatu yang mengejutkan. Aku berkata: Pada hari aku ingin mencoba atas
kebenaran anggapan pemuda itu.
Lalu Allah menurunkan ilham padaku agar
aku membaca Laa Ilaha Illallah tujuh puluh ribu kali sebagai tebusan untuk
ibunya pemuda ini, tidak ada seorangpun yang mengetahui bahwa aku diberi ilham
seperti itu.
Aku berkata: Atsar atau hadis tersebut
jelas benar, perawi-perawinya juga orang-orang yang bersungguh-sungguh, tidak
bohong. Aku berkata: ‘Ya Allah sesungguhnya bacaan Laa Ilaha Illallah sebanyak
tujuh puluh ribu itu sebagai tebusan ibu pemuda ini.’ Kata hati itu masih belum
berhenti, pemuda itu berkata: ‘Wahai pamanku ini ibuku dikeluarkan dari api
neraka dan alhamdulillah.’
Pasal Murtad
Murtad itu termasuk kekafiran yang
terkeji. Dalam hal ini, Allah swt berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ
بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُۚ وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ
فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَٰلَۢا بَعِيدًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah swt tidak
mengampuni dosa mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Dan Dia mengampuni dosa
selain sirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan sesuatu dengan Allah swt, sesungguhnya ia telah tersesat
sejauh-jauhnya.” (Qs. An-Nisa:’116).
Dalam ayat-Nya yang lain, Allah swt
berfirman:
إِنَّهُۥ مَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ
حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ ٱلۡجَنَّةَ وَمَأۡوَىٰهُ ٱلنَّارُۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ
مِنۡ أَنصَارٖ
Artinya: “Sesungguhnya siapa yang
mempersekutukan Allah swt, berarti Allah swt telah mengharamkan surga padanya,
dan tempatnya pasti dalam neraka. Dan orang-orang yang dzalim tidak mempunyai
pembela yang membantunya. (Qs. Al-Maidah: 72).
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَبْي الدَرْدَاءِ رَضِیَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ: أَوْصَانِي خَلِیْلِی رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اَنْ لَا تُشْرِكْ بِاللهِ شَيْئًا وَاِنْ قُطِعْتَ اَوْ حُرِّقْتَ وَ لاَتَتْرُكْ
صَلَاةً مَكْتُوْبَةً مُتَعَمِّدًا فَمَنْ تَرَكَهَا مُتَعَمِّدًا فَقَدْ بَرِئَتْ
مِنْهُ الذِّمَّةَ وَلَا تَشْرَبِ الْخَمْرَ فَاِنَّهُ مِفْتَاحُ كُلِّ شَرٍّ. رواه ابن ماجة والبيهقي
Artinya: “Dari Abi Darda’ ra berkata:
Bahwasannya kekasihku Rasulullah saw pernah memberikan wasiat kepadaku:
Janganlah kamu menyekutukan Allah swt
dengan sesuatu sekalipun kamu dipotong-potong atau dibakar.
Janganlah kamu meninggalkan shalat lima
waktu dengan sengaja. Barangsiapa yang meninggalkannya dengan sengaja maka
sungguh telah lepas dari tanggung jawab Allah swt (untuk tidak disiksa dalam
neraka).
Dan Janganlah meminum khamer, sebab ia
adalah kunci segala kejahatan.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi).
Imam Thabrani juga meriwayatkan sebagai
berikut:
مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ وَلَا
يَقْبَلُ اللهُ تَوْبَةَ عَبْدٍ كَفَرَ بَعْدَ إِسْلَامِهِ
Artinya: “Barangsiapa yang mengganti
agamanya (keluar dari agama Islam) maka bunuhlah. Dan Allah swt tidak akan
menerima taubatnya seorang hamba yang kafir setelah memeluk Islam (selama masih
dalam kekafirannya)
Imam Syafi’i dan Baihaqi meriwayatkan
sebagai berikut:
مَنْ غَيَّرَ دِيْنَهُ فَاضْرِبُوْا
عُنُقَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang mengganti agamanya
(Islam dengan agama lain) maka penggallah lehernya.” Semoga Allah swt
melindungi kami dari perbuatan murtad dengan kemurahan-Nya dan karunia-Nya.
Sebagian macam murtad adalah seorang
mukallaf sengaja ingin kembali kepada kekafiran, tidak ada yang memaksa, baik
di waktu dekat, atau kelak. Atau dia masih ragu dalam memeluk Islam, ragu juga
terhadap kebenaran ajarannya dan bimbang melanjutkan niatnya untuk keluar dari
agama Islam.
Atau keluar dari agama Islam itu masih
disaratkan dengan adanya sesuatu, baik sesuatu itu mahal terjadi atau tidak.
Maksud ini terpendam di hati atau sudah dikatakan, maka dia sudah menjadi
kafir. Begitu juga seseorang dikatakan kafir bila dia mempunyai itikad
kekafiran atau mengucapkan sesuatu yang membikinnya kafir baik diitikati di
hati
Atau hanya bergurau, menghina atau karena
tidak percaya terhadap kebenaran Islam, seperti beritikad bahwa alam ini qadim
(bukan benda yang baru), atau roh juga qadim atau beritikad bahwa Allah baru
atau meniadakan apa yang sudah ditetapkan menjadi sifat Allah secara ijma’
seperti Allah Maha Tahu dan Maha Kuasa, atau menetapkan pada Allah suatu sifat
yang mestinya tidak layak bagi Allah seperti ada orang mengatakan bahwa Allah
berwarna.
Atau beritikad kewajiban perkara yang
mestinya tidak diwajibkan seperti salat keenam atau mewajibkan puasa selain
bulan Ramadan. Atau dia masih ragu untuk mengkafirkan orang Yahudi dan Nasrani.
Atau sujud kepada berhala atau matahari atau berjalan ke gereja dengan
mengenakan pakaian mereka.
Atau dengan sengaja meletakkan kertas
yang tertulis dengan ayat-ayat Alquran, ilmu syari’at atau nama Allah swt, nama
Nabi, nama Malaikat ke tempat yang kotor, sekalipun barang yang kotor itu suci
seperti ludah, ingus. Atau mengolesi barang tersebut di atas atau masjid dengan
perkara yang najis sekalipun najisnya masih diampuni.
Boleh juga seseorang akan menjadi kafir
apabila ingkar terhadap kenabiannya seorang nabi yang sudah disepakati oleh
para ulama, ingkar kepada penurunan kitab seperti Taurat, Injil, Zabur,
Lembaran Ibrahim, satu ayat yang sudah disepakati seperti Al-Muawwidzatain,
ingkar terhadap kewajiban perkara yang wajib, kesunatan perkara yang sunah,
keharaman perkara yang diharamkan.
Kehalalan perkara yang diharamkan yang
sudah disepakati oleh para ulama dan bisa diketahui dalam agama dengan mudah,
seperti satu rakaat dari shalat-shalat yang diwajibkan, puasa bulan Ramadhan
begitu juga seperti shalat rawatib, shalat id, minum khamer, zina, wath-i,
wath-i terhadap wanita yang haid, menyakiti orang muslim, riba, sogok dan
lain-lain.
Atau seseorang dikatakan kafir apabila
ingkar terhadap mukjizat Alquran, persahabatan Sayyidina Abubakar kepada Nabi
saw, ingkar kepada adanya kebangkitan manusia dari alam kubur, ingkar surga,
neraka, membohongkan salah satu nabi atau menghinanya atau menyepelekan pada
makikat.
Atau mencaci maki Nabi dan malaikat
sekalipun hanya sekedar sindiran atau menuduh Aisyah berzina, mengaku-ngaku
menjadi nabi atau membenarkan kepada orang-orang yang mendukung orang yang
mengaku menjadi nabi.
Begitu juga seseorang akan dikatakan
kafir apabila rela terhadap kekufuran untuk berdiri tegak di atas bumi, menyeru
orang lain untuk kafir, sekalipun hanya dengan sindiran atau isyarat belaka
Atau memberikan isyarat kepada orang kafir agar jangan masuk Islam, sekalipun
orang kafir itu tidak minta rembuk kepadanya.
Begitu juga melarang mengajari orang
kafir dengan kalimat Islam, apabila orang kafir tadi meminta padanya, atau
menundanya sekalipun hanya dalam waktu yang sedikit. Berlainan dengan do’a,
seperti orang berkata: Semoga Allah tidak memberimu keimanan atau semoga
keimananmu dicabut bila orang yang berkata itu menghendaki untuk memberi
pengetatan pada suatu masalah.
Begitu juga seseorang akan menjadi kafir
apabila mendahulukan memberi penghormatan kepada seseorang wali melebihi
penghormatannya kepada Nabi atau memperbolehkan terutusnya seseorang untuk
menjadi Rasul setelah Nabi Muhammad meninggal dunia. Atau seseorang berkata
bahwa dia melihat pada Allah swt dengan jelas.
Padahal dia sendiri belum meninggal dunia
atau mengaku bahwa Allah swt telah mengajak bicara padanya dengan
terang-terangan atau mengaku bahwa Allah swt telah menampakkan dirinya pada
orang tersebut. Ada langkah lagi yang membikin seseorang menjadi kafir apabila
mengaku Allah swt telah memberi makan dan minum padanya secara langsung.
Atau Allah swt telah menggugurkan padanya
perkara haram, sehingga untuk dia khusus diperbolehkan melakukan perkara yang
sudah jelas diharamkan. Atau mempunyai pendapat bahwa seseorang bisa
mendekatkan diri kepada Allah swt sekalipun tanpa menggunakan jalan ibadah.
Atau mengaku bahwa dia sudah mencapai derajat yang bisa menggugurkan segala
beban keagamaan.
Sehingga dia bisa berbuat sekehendaknya
sendiri tanpa terikat dengan ajaran agama. Begitu juga kafirlah seseorang yang
menghina pada Allah atau Nabi-Nya, perintah-Nya, larangan-Nya, janji-Nya,
ancaman-Nya, atau meremehkan nama dan kedudukan Allah swt atau mencerca
sifat-sifat-Nya seperti dia berkata: ‘Sesungguhnya Allah adalah pemalas.’
Atau merubah kalimat-kalimat Alquran atau
menambah kalimat yang semestinya tidak termasuk di dalam Alquran dengan
mengitikadkan bahwa kalimat yang ditambah itu dari Allah semata. Atau dia
membaca bismillah sewaktu meminum khomer atau sewaktu berzina.
Hal ini dia lakukan untuk menghina kepada
nama Allah swt. Atau berkata: ‘Apabila Allah swt dan Rasul-Nya memerintahkan
aku maka aku tidak akan menjalankannya atau apabila Allah swt memasukkan aku ke
dalam surga maka aku tak sudi memasukinya dengan maksud penghinaan.
Begitu juga menjadikan seseorang kafir
bila dia berkata: ‘Apabila Allah menyiksa aku lantaran meninggalkan shalat
padahal keadaanku memedihkan, sakitku juga parah maka Allah swt berbuat
kedzaliman padaku.’ Atau berkata: ‘Seandainya ada Nabi dan malaikat yang
bersaksi padaku maka aku tidak akan membenarkannya.’
Atau bila dia berkata: Orang yang adzan
itu bohong atau suaranya seperti bel orang-orang kafir atau menghina kalimat
azan atau orang yang berkata dengan nada menghina: ‘Kamu telah kenyang membaca
Alquran, berdzikir.’ Atau orang berkata: ‘Aku tidak takut kepada hari kiamat
atau segala sesuatu yang akan terjadi di mahsyar atau di neraka jahannam.
Atau segala sesuatu yang sudah kulakukan
padahal dia banyak menjalankan kedurhakaan. Seorang muslim akan menjadi kafir,
bila berkata dengan nada menghina: ‘Apa yang akan ku peroleh di majlis ilmu,
padahal dia sudah diperintahkan untuk menghadirinya.’ Atau berkata: “Kisah rati
tsaryad lebih baik daripada mendengarkan ilmu.’
Atau berkata: ‘Semoga Allah swt mengutuk
kepada ulama.’ Apabila dia berkata: “Seluruh ulama semoga terkutuk maka dia
akan kafir sekalipun tidak dengan nada menghina. Sebab pengertian ulama adalah
mencakup para nabi dan malaikat. Atau dia mengetawakan para ulama, muballigh dan
guru-guru dengan nada yang menghina di muka orang banyak agar mereka juga turut
mengetawakannya.
Atau tidak bermaksud mengetawakan tapi
membikin permainan saja. Atau bila dia membuang fatwa seorang ‘alim dan
berkata: ‘Untuk apa fatwa ini?’ Dia bermaksud menghinanya. Seorang muslim akan
menjadi kafir pula bila berharap untuk keluar dari agama Islam atau bila
beragama Islam maka dia minta agar diberi beberapa dirham.
Atau dia berkata: Hendaknya Allah swt
tidak mengharamkan untuk zaman tertentu, sehingga zina diperbolehkan sementara,
begitu juga menganiaya orang, membunuh atau dia menyatakan bahwa Allah swt
menyimpang dan berbuat kezaliman atau mengatakan Allah swt dalam mengharamkan
sesuatu penuh dengan kedzaliman.
Atau orang yang menyatakan bahwa pajak
itu hak pemerintah, sehingga pengambilan pajak itu dianggapnya benar,
orang-orang yang mengenakan pakaian khusus bagi orang-orang kafir dengan
catatan orang muslim yang memakainya itu lantaran condong kepada agama kufur.
Begitu juga seseorang yang muslim akan
dikatakan sebagai orang kafir bila dengan sengaja menyesatkan umat Islam,
mencaci maki kepada Abu Bakar dan Umar, Hasan dan Husain cucu Rasulullah saw,
orang-orang yang apabila ditanya apakah sebenarnya keimanan, lalu dijawabnya:
Aku tidak mengerti. Jawaban sedemikian ini juga membikinnya kafir.
Begitu juga apabila ditanya: Apakah kamu
muslim, lantas dijawab: ‘Aku bukan orang Islam,’ dia berkata dengan sengaja.
Ada perbuatan lagi yang membikin seseorang menjadi kafir, yaitu bila ada orang
bertanya kepada seorang muslim lantas sang muslim menjawab: “Aku tidak
mempunyai urusan dengan masalah yang tidak berguna seperti itu.”
Atau ada orang bertanya kepadanya:
Mengapa kamu tidak memotong kukumu, bukankah memotong kuku adalah sunah, lalu
dia menjawab dengan nada menghina: ‘Aku tidak akan mengerjakannya sekalipun
sunah.’ Begitu juga orang yang mengatakan kepada orang yang membaca lahaula
wala quwwata ilia billahil adhim ‘Sesungguhnya bacaan tersebut tidak bisa
mengenyangkan perut yang lapar.’
Atau berkata kepada orang yang membaca
Yarhamukallah ( يَرْحَمُكَ اللهُ )
untuk orang yang berbuat kekejian: Semoga engkau diberi rahmat oleh Allah, tapi
dia malah berkata: Jangan berkata demikian, seolah-olah dia (orang yang
mengerjakan kekejian) itu tidak membutuhkan terhadap rahmat-Nya atau
seolah-olah gengsi sekali bila dia membutuhkan rahmat-Nya.
Begitu juga termasuk hal yang mencabut
keislaman seseorang bila dia berkata kepada orang yang berbuat kedurhakaan
seperti membunuh pencuri, memukul orang muslim lain dengan tidak ada hak:
‘Engkau telah berbuat kebaikan.’ Begitu juga bila berkata kepada istrinya:
‘Engkau lebih kucintai daripada Allah dan Rasul-Nya,’ dengan maksud
mengagungkan sang isteri daripada Allah.
Tapi bila dimaksudkan hanya sekedar
kecondongan saja, tidak ada unsur mengagungkan maka tidak mengapa. Begitu juga
kafir, seseorang yang berkata kepada seorang muslim yang lain: ‘Wahai orang
kafir’ atau ‘tinggalkan ibadah lahiriyah dan berbuatlah amal sirri saja’ atau
‘jalankan syari’at yang ada kaitannya dengan perbuatan hati saja.
Orang yang berkata bahwa dia pernah
diberi wahyu, sekalipun tidak mengaku menjadi nabi, atau dia mengaku pernah
masuk surga, minum airnya dan memakan buah-buahannya sebelum meninggal dunia,
atau menganggap bahwa kenabian itu bisa diperoleh apabila hati seseorang telah
jernih.
Atau orang yang berkata: ‘Apabila para
Nabi itu berkata betul maka kami akan mengikutinya’ atau orang yang berkata:
‘Allah yang: lebih mengerti bahwa aku berbuat sedemikian, padahal dia tidak
melakukannya, dia hanya berkata bohong.
Atau berkata: ‘Kami telah diberi hujan
lantaran ada binatang ini, dia beranggapan bahwa bintang tersebut mempunyai
pengaruh untuk menurunkan atau tidak menurunkan hujan, atau orang yang berkata
bahwa Nabi kita hitam, atau bukan bangsa Quraisy.
Atau bukan bangsa arab atau orang yang
berkata: Aku lupa apakah nabi kita itu diutus di Makkah. Aku juga tidak ingat
apakah Nabi kita mati di Madinah. Semoga Allah swt melindungi kita dari
kekufuran dan apa yang membuat kita kafir.
كانَ مَلِكٌ فِيمَن كانَ قَبْلَكُمْ،
وَكانَ له سَاحِرٌ، فَلَمَّا كَبِرَ، قالَ لِلْمَلِكِ: إنِّي قدْ كَبِرْتُ،
فَابْعَثْ إلَيَّ غُلَامًا أُعَلِّمْهُ السِّحْرَ، فَبَعَثَ إلَيْهِ غُلَامًا
يُعَلِّمُهُ، فَكانَ في طَرِيقِهِ، إذَا سَلَكَ رَاهِبٌ فَقَعَدَ إلَيْهِ وَسَمِعَ
كَلَامَهُ، فأعْجَبَهُ فَكانَ إذَا أَتَى السَّاحِرَ مَرَّ بالرَّاهِبِ وَقَعَدَ
إلَيْهِ، فَإِذَا أَتَى السَّاحِرَ ضَرَبَهُ، فَشَكَا ذلكَ إلى الرَّاهِبِ،
فَقالَ: إذَا خَشِيتَ السَّاحِرَ، فَقُلْ: حَبَسَنِي أَهْلِي، وإذَا خَشِيتَ
أَهْلَكَ فَقُلْ: حَبَسَنِي السَّاحِرُ، فَبيْنَما هو كَذلكَ إذْ أَتَى علَى
دَابَّةٍ عَظِيمَةٍ قدْ حَبَسَتِ النَّاسَ، فَقالَ: اليومَ أَعْلَمُ آلسَّاحِرُ
أَفْضَلُ أَمِ الرَّاهِبُ أَفْضَلُ؟ فأخَذَ حَجَرًا، فَقالَ: اللَّهُمَّ إنْ كانَ
أَمْرُ الرَّاهِبِ أَحَبَّ إلَيْكَ مِن أَمْرِ السَّاحِرِ فَاقْتُلْ هذِه
الدَّابَّةَ، حتَّى يَمْضِيَ النَّاسُ، فَرَمَاهَا فَقَتَلَهَا، وَمَضَى النَّاسُ،
فأتَى الرَّاهِبَ فأخْبَرَهُ، فَقالَ له الرَّاهِبُ: أَيْ بُنَيَّ أَنْتَ اليومَ
أَفْضَلُ مِنِّي، قدْ بَلَغَ مِن أَمْرِكَ ما أَرَى، وإنَّكَ سَتُبْتَلَى، فَإِنِ
ابْتُلِيتَ فلا تَدُلَّ عَلَيَّ، وَكانَ الغُلَامُ يُبْرِئُ الأكْمَهَ
وَالأبْرَصَ، وَيُدَاوِي النَّاسَ مِن سَائِرِ الأدْوَاءِ، فَسَمِعَ جَلِيسٌ
لِلْمَلِكِ كانَ قدْ عَمِيَ، فأتَاهُ بهَدَايَا كَثِيرَةٍ، فَقالَ: ما هَاهُنَا
لكَ أَجْمَعُ، إنْ أَنْتَ شَفَيْتَنِي، فَقالَ: إنِّي لا أَشْفِي أَحَدًا إنَّما
يَشْفِي اللَّهُ، فإنْ أَنْتَ آمَنْتَ باللَّهِ دَعَوْتُ اللَّهَ فَشَفَاكَ،
فَآمَنَ باللَّهِ فَشَفَاهُ اللَّهُ، فأتَى المَلِكَ فَجَلَسَ إلَيْهِ كما كانَ
يَجْلِسُ، فَقالَ له المَلِكُ: مَن رَدَّ عَلَيْكَ بَصَرَكَ؟ قالَ: رَبِّي، قالَ:
وَلَكَ رَبٌّ غيرِي؟ قالَ: رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ، فأخَذَهُ فَلَمْ يَزَلْ
يُعَذِّبُهُ حتَّى دَلَّ علَى الغُلَامِ، فَجِيءَ بالغُلَامِ، فَقالَ له المَلِكُ:
أَيْ بُنَيَّ قدْ بَلَغَ مِن سِحْرِكَ ما تُبْرِئُ الأكْمَهَ وَالأبْرَصَ،
وَتَفْعَلُ وَتَفْعَلُ، فَقالَ: إنِّي لا أَشْفِي أَحَدًا، إنَّما يَشْفِي
اللَّهُ، فأخَذَهُ فَلَمْ يَزَلْ يُعَذِّبُهُ حتَّى دَلَّ علَى الرَّاهِبِ،
فَجِيءَ بالرَّاهِبِ، فقِيلَ له: ارْجِعْ عن دِينِكَ، فأبَى، فَدَعَا
بالمِئْشَارِ، فَوَضَعَ المِئْشَارَ في مَفْرِقِ رَأْسِهِ، فَشَقَّهُ حتَّى وَقَعَ
شِقَّاهُ، ثُمَّ جِيءَ بجَلِيسِ المَلِكِ فقِيلَ له: ارْجِعْ عن دِينِكَ، فأبَى
فَوَضَعَ المِئْشَارَ في مَفْرِقِ رَأْسِهِ، فَشَقَّهُ به حتَّى وَقَعَ شِقَّاهُ،
ثُمَّ جِيءَ بالغُلَامِ فقِيلَ له ارْجِعْ عن دِينِكَ، فأبَى فَدَفَعَهُ إلى نَفَرٍ
مِن أَصْحَابِهِ، فَقالَ: اذْهَبُوا به إلى جَبَلِ كَذَا وَكَذَا، فَاصْعَدُوا به
الجَبَلَ، فَإِذَا بَلَغْتُمْ ذُرْوَتَهُ، فإنْ رَجَعَ عن دِينِهِ، وإلَّا
فَاطْرَحُوهُ، فَذَهَبُوا به فَصَعِدُوا به الجَبَلَ، فَقالَ: اللَّهُمَّ
اكْفِنِيهِمْ بما شِئْتَ، فَرَجَفَ بهِمِ الجَبَلُ فَسَقَطُوا، وَجَاءَ يَمْشِي
إلى المَلِكِ، فَقالَ له المَلِكُ: ما فَعَلَ أَصْحَابُكَ؟ قالَ: كَفَانِيهِمُ
اللَّهُ، فَدَفَعَهُ إلى نَفَرٍ مِن أَصْحَابِهِ، فَقالَ: اذْهَبُوا به
فَاحْمِلُوهُ في قُرْقُورٍ، فَتَوَسَّطُوا به البَحْرَ، فإنْ رَجَعَ عن دِينِهِ
وإلَّا فَاقْذِفُوهُ، فَذَهَبُوا به، فَقالَ: اللَّهُمَّ اكْفِنِيهِمْ بما شِئْتَ،
فَانْكَفَأَتْ بهِمِ السَّفِينَةُ فَغَرِقُوا، وَجَاءَ يَمْشِي إلى المَلِكِ،
فَقالَ له المَلِكُ: ما فَعَلَ أَصْحَابُكَ؟ قالَ: كَفَانِيهِمُ اللَّهُ، فَقالَ
لِلْمَلِكِ: إنَّكَ لَسْتَ بقَاتِلِي حتَّى تَفْعَلَ ما آمُرُكَ به، قالَ: وَما
هُوَ؟ قالَ: تَجْمَعُ النَّاسَ في صَعِيدٍ وَاحِدٍ، وَتَصْلُبُنِي علَى جِذْعٍ،
ثُمَّ خُذْ سَهْمًا مِن كِنَانَتِي، ثُمَّ ضَعِ السَّهْمَ في كَبِدِ القَوْسِ،
ثُمَّ قُلْ: باسْمِ اللهِ رَبِّ الغُلَامِ، ثُمَّ ارْمِنِي، فإنَّكَ إذَا فَعَلْتَ
ذلكَ قَتَلْتَنِي، فَجَمع النَّاسَ في صَعِيدٍ وَاحِدٍ، وَصَلَبَهُ علَى جِذْعٍ،
ثُمَّ أَخَذَ سَهْمًا مِن كِنَانَتِهِ، ثُمَّ وَضَعَ السَّهْمَ في كَبْدِ
القَوْسِ، ثُمَّ قالَ: باسْمِ اللهِ، رَبِّ الغُلَامِ، ثُمَّ رَمَاهُ فَوَقَعَ
السَّهْمُ في صُدْغِهِ، فَوَضَعَ يَدَهُ في صُدْغِهِ في مَوْضِعِ السَّهْمِ
فَمَاتَ، فَقالَ النَّاسُ: آمَنَّا برَبِّ الغُلَامِ، آمَنَّا برَبِّ الغُلَامِ،
آمَنَّا برَبِّ الغُلَامِ، فَأُتِيَ المَلِكُ فقِيلَ له: أَرَأَيْتَ ما كُنْتَ
تَحْذَرُ؟ قدْ وَاللَّهِ نَزَلَ بكَ حَذَرُكَ، قدْ آمَنَ النَّاسُ، فأمَرَ
بالأُخْدُودِ في أَفْوَاهِ السِّكَكِ، فَخُدَّتْ وَأَضْرَمَ النِّيرَانَ، وَقالَ:
مَن لَمْ يَرْجِعْ عن دِينِهِ فأحْمُوهُ فِيهَا، أَوْ قيلَ له: اقْتَحِمْ،
فَفَعَلُوا حتَّى جَاءَتِ امْرَأَةٌ وَمعهَا صَبِيٌّ لَهَا فَتَقَاعَسَتْ أَنْ
تَقَعَ فِيهَا، فَقالَ لَهَا الغُلَامُ: يا أُمَّهْ، اصْبِرِي فإنَّكِ علَى
الحَقِّ. رواه مسلم
Artinya: “Dari Suhaib berkata: ‘Dalam
kalangan masyarakat sebelummu ada seorang raja yang mempunyai ahli sihir,
ketika usia ahli sihir itu telah lanjut maka dia berkata kepada raja:
Sesungguhnya aku telah berusia lanjut. Oleh karena itu, hendaklah kamu mengutus
untukku seorang anak muda yang akan kuajari ilmu sihir. Lalu sang raja mengutus
anak muda padanya.
Ketepatan jalan antara rumah anak muda
dan ahli sihir itu ada seorang pendeta, dimana anak muda itu apabila pergi ke
tukang sihir, berhenti dahulu di rumah pendeta, dan duduk di sana untuk
mendengarkan perkataan atau nasehat daripadanya. Jadi anak muda itu apabila
datang kepada ahli sihir maka duduk terlebih dahulu untuk mendengarkan nasehat
dari pendeta.
Akhirnya bila datang kepada ahli sihir,
maka anak muda itu dipukul, karena keterlambatannya. Lalu anak muda itu
mengadukan tindakan sedemikian kepada sang pendeta, lalu sang pendeta berkata:
“Apabila kamu datang kepada sang penyihir dengan terlambat dan kamu takut
kepadanya maka katakan:
‘Aku terlambat lantaran urusan
keluargaku. Apabila kamu takut kepada keluargamu, lantaran terlambat, maka
katakan kepada mereka aku terlambat lantaran mendengarkan ajaran tukang sihir
yang terlalu lama.’
Pada suatu hari ada binatang besar yang
menghalangi orang-orang yang berjalan, sehingga mereka berhenti di tempat,
tidak bisa meneruskan perjalanan, lalu anak muda itu berkata: Pada hari ini aku
akan mengetahui apakah ilmu seorang tukang sihir yang lebih utama ataukah ilmu
sang pendeta, lalu sang pemuda mengambil batu lalu berdo’a:
‘Ya Allah apabila sang pendeta lebih kamu
sukai daripada tukang sihir maka bunuhlah binatang besar itu, sehingga orang-orang
berjalan. Lalu sang pemuda itu melemparnya, sehingga binatang tersebut mati dan
orang-orang bisa kembali lewat seperti biasa.
Lalu pemuda itu datang kepada pendeta dan
memberitahu apa yang terjadi tadi, lalu Pendeta itu berkata: ‘Wahai anakku, engkau
pada hari ini lebih baik daripada aku. Sungguh aku melihatmu mempunyai
kehebatan dan sesungguhnya engkau akan menerima cobaan. Apabila kamu dicoba,
maka kamu jangan beritahukan aku.’ Lama kelamaan pemuda itu bisa menyembuhkan
penyakit kusta dan buta dan lain-lain.
Berita anak muda itu telah tersebar
dimana-mana, akhirnya teman akrab raja mendengarnya, dia sendiri dalam keadaan
buta. Lalu datang kepada sang pemuda dengan membawa beberapa hadiah, yang tak
terhitung berapa jumlahnya, lalu berkata: ‘Hadiah itu untukmu bila kamu bisa
menyembuhkan aku.’
Lalu sang pemuda itu berkata:
‘Sesungguhnya aku tidak bisa menyembuhkan siapapun, akan tetapi Allah swt lah
yang menyembuhkannya.’ Apabila kamu mau beriman kepada Allah maka aku akan
mendo’akanmu kepada-Nya dan Dia akan menyembuhkan penyakitmu, lalu dia beriman
kepada Allah swt, lalu disembuhkan penyakitnya oleh Allah swt.
Setelah itu teman raja itupun datang
sebagaimana biasanya kepada sang raja, lalu duduk dihadapannya, lalu raja
bertanya kepadanya: ‘Siapakah yang mengembalikan matamu sehingga bisa melihat.’
Lalu teman raja itu menjawab: “Tuhanku.’
Lalu raja bilang: ‘Apakah kamu mempunyai
Tuhan selain Aku.’ Lalu teman raja itu berkata: ‘Tuhanku dan Tuhanmu adalah
Allah, lalu raja menangkapnya, lantas masih terus menyiksanya, hingga
ditunjukkan kepada anak muda yang menyembuhkannya. Akhirnya anak muda itu juga
dipanggil oleh raja, lalu raja bilang: ‘Wahai anakku, sihirmu telah dapat
menyembuhkan orang yang buta dan kusta dan kamu bisa’
Lalu anak muda itu berkata: ‘Sesungguhnya
aku tidak bisa menyembuhkan seseorang, sesungguhnya Allah swt lah yang
menyembuhkannya.’ Lalu sang raja menangkapnya dan menyiksanya, sehingga
menunjukkan kepada seorang pendeta.
Akhirnya seorang pendeta itu juga
dipanggil, lalu dikatakan kepadanya: Kembalilah kepada agamamu (murtad), lantas
pendeta itu diambilkan gergaji, dan diletakkan pada pertengahan kepalanya,
lantas dibelah tubuh pendeta itu, hingga menjadi dua, dan jatuhlah ke tanah
kedua belahan itu.
Kemudian teman raja itu didatangkan, lalu
dikatakan kepadanya: ‘Kembalilah kepada agamamu (kekufuran), lalu dia tidak mau
mematuhi perintah raja, lalu sang raja memerintah agar diambilkan gergaji, lalu
diletakkan pada pertengahan kepalanya, lalu dibelah tubuhnya menjadi dua dan jatuhlah
dua belahan itu ke tanah.
Kemudian anak muda itu dipanggil untuk
menghadap raja, lantas dikatakan kepadanya: ‘Kembalilah kepada agamamu
(kekufuran),’ lalu dia tetap teguh tidak mau mengikuti perintah raja, lalu
diberikan kepada beberapa teman raja, lalu berkata kepada mereka: ‘Bawalah anak
ini ke gunung ini dan gunung ini, apabila kamu telah mencapai puncak gunung
maka upayakan kamu mengajaknya untuk kembali kepada agama semula.
Apabila pemuda itu tidak bisa kembali
kepadanya maka biarkanlah hidup di tengah-tengah puncak itu. Lalu merekapun
pergi membawa anak muda itu dan mendaki gunung, lalu anak muda itu berkata: ‘Ya
Allah berilah tindakan terhadap mereka dengan cara yang kamu sukai. Kemudian
gunung itu terguncang lalu mereka jatuh tergelincir.
Lalu anak muda datang lagi ke raja, raja
tertegun atas kedatangannya sendirian seraya berkata: Apa yang dilakukan oleh
teman-temanmu. Lalu pemuda itu menjawab: ‘Allah telah memberi tindakan kepada
mereka untuk menyelamatkan aku.’
Lalu raja menyerahkan pemuda itu kepada
beberapa temannya lalu bilang: ‘Pergilah bersamanya, dan naikkan di atas kapal,
lalu bawalah ke tengah laut, bila dia mau kembali kepada agama semula
(kekufuran) maka bawalah kembali. Tapi bila masih enggan maka lemparkanlah ke
tengah laut.
Lalu mereka pergi membawanya. Lalu pemuda
itu berdo’a: ‘Ya Allah berilah tindakan kepada mereka dengan cara yang kamu
senangi! Akhirnya kapalnya terbalik dan para pengantarnyapun tenggelam mati
Lalu pemuda itupun kembali kepada raja lagi dengan sendirian, rajapun bertanya:
‘Apa yang dilakukan oleh teman-temanmu?’ Lalu pemuda itupun menjawab: Allah swt
telah memberikan tindakan kepada mereka untuk menyelamatkan aku.
Lalu pemuda itu berkata: ‘Sesungguhnya
engkau tidak akan mampu membunuhku sehingga kamu mengerjakan apa yang aku
perintahkan padamu.’ Sang raja berkata: ‘Apakah itu?’ Lalu pemuda itu menjawab:
‘Kamu harus mengumpulkan manusia di suatu dataran tinggi lalu kamu menyalib
tubuhku dan letakkan pada batang pohon.
Kemudian ambillah anak panahku dari tabungnya
dan pasang pada busur panah, lalu bacalah: Dengan Nama Allah swt Tuhan pemuda
ini, lalu lepaskanlah ke arahku. Apabila kamu lakukan seperti itu maka kamu
dapat membunuhku. Lalu sang rajapun mengumpulkan orang banyak pada suatu
dataran tinggi sesuai dengan perintah pemuda itu.
Lalu pemuda itu disalib pada batang
pohon, kemudian mengambil anak panahnya dari tabungnya dan diletakkan pada
busurnya, kemudian membaca: Dengan nama Allah Tuhan pemuda kemudian dilepaskan
dan mengena pada pelipis pemuda itu, lalu pemuda itu meletakkan tangannya pada
pelipisnya dan matilah seketika
Lalu orang-orang berkata: ‘Kami beriman
terhadap Tuhannya pemuda ini.’ Kemudian raja datang dan dikatakan padanya:
‘Bagaimana pendapatmu mengenai apa yang kamu khawatirkan, ternyata, demi Allah
telah terjadi betul. Sungguh orang-orang telah banyak yang beriman
Lalu raja memerintah untuk dibikinkan
sumur-sumur yang dalam di persimpangan jalan, lalu dinyalakan api yang panas
sekali di dalam sumur itu. Lalu raja berkata: ‘Barangsiapa yang tidak mau
kembali kepada agama semula (kekafiran) maka masukkanlah ke dalam sumur yang
bernyala-nyala itu.
Akhirnya pejabat-pejabat kerajaanpun ikut
melaksanakan perintah raja ini, sehingga tibalah gilirannya seorang perempuan
yang membawa anak kecil. Melihat api yang menyala-nyala itu rupanya wanita itu
maju mundur (masih ragu) lantas anaknya berkata: Wahai ibuku bersabarlah
sesungguhnya engkau berada di atas kebenaran.” (HR Muslim)
Kisah-kisah
Ibnul Jauzi menceritakan dari Abi Ali
Al-Barbari berkata: “Sesungguhnya tiga orang bersaudara dari negeri Syam
berperang, memang mereka pahlawan berkuda yang berani. Pada suatu hari mereka
tertawan oleh-orang-orang Romawi, lalu dibawa ke rajanya, lalu raja berkata:
Sesungguhnya aku mengangkatmu sebagai
pejabat yang menguasai sebagian daerahku, aku kawinkan kamu dengan salah satu
anak perempuanku, tapi kamu harus memeluk agama Nasrani, lalu mereka menolak
penawaran raja dan berkata: Ya muhammadah.
Lalu raja memerintah agar diambilkan
bejana dan diberinya minyak goreng, lalu dibakarnya dengan kayu selama tiga
hari berturut dan api terus menyala. Para tawanan itupun dibawa ke muka bejana
itu agar mereka melihat api yang menyala-nyala dan minyak goreng yang mendidih.
Lalu mereka diajak untuk memeluk agama
Nasrani, namun mereka masih enggan memenuhi tawaran raja itu. Akhirnya saudara
yang terbesar dimasukkan ke dalam bejana, lalu yang kedua. Kemudian tinggal
yang ketiga yaitu saudara mereka yang terkecil.
Lalu raja membujuknya dengan berbagai
jalan yang ditempuh agar mau menanggalkan agamanya, tapi rupanya dia masih
bersikukuh untuk berpegangan kepada agamanya, lalu ada seorang bernama Alaj
berdiri seraya berkata: ‘Wahai raja aku yang mengusahakan agar pemuda ini mau
menanggalkan agamanya, lalu raja bilang: Dengan cara apa kamu membujuknya.’
Lalu Alaj berkata: ‘Sungguh aku
mengetahui bahwa orang arab paling mudah diperdayakan oleh orang wanita, aku
kira tidak ada di Roma sini seorang perempuan yang lebih cantik daripada
anakku. Oleh karena itu serahkan urusan pemuda itu padaku dan akulah yang
mencarikan jalan agar bisa berkumpul dengan anak perempuanku.
Dan saya kira anak perempuanku akan mampu
membujuknya. Lalu sang raja memberinya tempo selama empat puluh hari dan
diserahkan tawanan tersebut kepadanya. Lalu Alaj membawa pemuda itu dan
dimasukkan ke rumah bersama anak perempuannya, lalu anak perempuannya
diberitahu akan tugas yang harus dilaksanakannya. Lalu perempuan itu berkata:
‘Biarlah dia tinggal di sini, sungguh akulah yang akan mengatasinya.’
Lalu pemuda itu bertempat tinggal serumah
bersama anak perempuan yang cantik, ternyata pemuda itu aktif beribadah. Di
waktu siang terlihat berpuasa dan malamnya selalu diisi dengan beberapa salat
malam, sehingga batas yang ditentukanpun hampir habis. Lalu Al-Alaj berkata
kepada anak perempuannya: ‘Apa yang kamu lakukan?’
Lalu dijawab: ‘Aku tidak mampu berbuat
sesuatu padanya, sesungguhnya lelaki ini kehilangan dua saudaranya, aku
khawatir dia tidak mau berbuat sesuatu denganku lantaran terkenang kepada
mereka. Sebab mau tidak mau dia masih melihat bekas kenangan memedihkan di
negeri ini.
Sungguhpun demikian aku tidak putus asa,
oleh karena itu hendaknya ayah menemui raja dan mintalah tambah waktu lagi, dan
pindahkan aku dan anak pemuda ini ke kota lain. Lalu sang raja merestui
permintaan Alaj, dan dipindahkan ke desa lain sesuai dengan permintaannya. Lalu
pemuda itupun bersama dengan wanita itu beberapa hari seatap rumah.
Namun pemuda itu tak mengubah
pengadatannya sedikitpun, dia masih tetap berpuasa di waktu siang dan melakukan
shalat di waktu malam, sehingga waktu yang ditetapkan akan berakhir, lalu
wanita itu berkata: ‘Wahai pemuda sungguh aku telah melihat kamu pada tiap hari
memahasucikan kepada Tuhan yang Maha Agung, dan sesungguhnya aku telah memasuki
agamamu dan kutinggalkan agama ayahku dan nenek moyangku.
Kemudian pemuda itu berkata kepadanya:
‘Bagaimana caranya kita lari. ‘Lalu wanita itu berkata: ‘Aku akan mengaturnya
untukmu. ‘Lalu wanita datang dengan membawa kendaraan, akhirnya mereka
bersama-sama berjalan di waktu malam dan selalu menyelinapkan diri di waktu
siang.
Pada perjalanan mereka berdua, ada suatu
kejadian yang tak terduga, yaitu di tengah mereka berjalan di waktu malam,
tiba-tiba terdengar suara kaki kuda yang datang kepadanya. Lalu tampaklah dua
saudaranya yang telah meninggal dunia lantaran digoreng sama raja dahulu,
begitu jua beberapa malaikat juga turut mengantar dua saudaranya itu.
Lalu pemuda itu membacakan salam kepada
mereka dan bertanya tentang keadaannya, lalu mereka menjawab: “Tidak terasa
apapun kecuali hanya diceburkan dan merasa sakit sebentar, lalu kami masuk
surga Firdaus. Dan sesungguhnya Allah swt telah mengutus kami untuk menyaksikan
perkawinanmu dengan gadis ini.
Kemudian merekalah yang mengawinkannya
mendapat gadis itu dan mereka kembali pulang ke negeri Syam dan bertempat
tinggal di sana. Semoga Allah swt memantapkan kita dengan perkataan yang teguh
dan memelihara kita dari kekafiran dan kemunafikan.
Catatan Penting
Sesungguhnya orang yang menjalankan
perkara yang membikinnya kafir maka seluruh amal perbuatannya tidak diberi
pahala, dan perbuatan yang lewat juga terhapus. Oleh karena itu harus mengqadha
kewajiban (seperti shalat lima waktu dan puasa atau haji dan lain-lain). Begitu
juga akad perkawinannya juga telah batal seketika itu, sekalipun seorang lelaki
telah menggauli istrinya, menurut beberapa imam Madzhab seperti Abu Hanifah.
Bahkan Imam Syafi’i berpendapat
sesungguhnya pahala amal perbuatannya gugur lantaran melakukan perkara yang
membikin seseorang kafir karenanya. Sungguhpun demikian perbuatannya masih
tetap dianggap sah, tidak dihapus.
Oleh karena itu tidak wajib Qadha. Dan
sesungguhnya akad pernikahannya batal seketika, sekalipun dari pihak sang suami
belum pernah menggaulinya dan bila telah menggaulinya maka nikahnya batal
setelah iddah sang isteri habis.
Kewajiban bagi imam atau wakilnya untuk
mengajak seseorang yang melakukan perbuatan yang mengkafirkan agar segera
taubat, tidak boleh ditangguhkan lagi. Apabila dia mau taubat maka bisa
diterima dan apabila enggan bertaubat maka harus dibunuh dengan memenggal
lehernya, tidak boleh dibakar dan tidak dikubur di pemakaman kaum muslimin.
Disyaratkan dalam mensahkan taubat orang
yang menjalankan sesuatu yang mengkafirkannya harus membaca dua kalimat
syahadat terlebih dahulu. Sebab apabila tidak membacanya maka masih belum
dikatakan sebagai orang yang muslim. Jadi layaknya dia bagaikan seorang kafir
yang asli.
Untuk orang yang ingkar terhadap sesuatu
yang sudah dimaklumi oleh orang banyak, hendaknya mengakui kesalahannya dan
mencabut ingkarnya. Untuk orang yang murtad disunahkan memperbanyak istighfar.