Terjemah Kitab Hikam
Judul kitab asal: متن الحكم العطائية
Penulis: Ibnu Athaillah Al Sakandari (ﺍﺑﻦ ﻋﻄﺎﺀ ﺍﷲ ﺍﻟﺴﻜﻨﺪﺭﻱ)
Nama lengkap: تاج الدين أبو الفضل أحمد بن محمد بن عبد الكريم بن عبد الرحمن بن عبد الله بن أحمد بن عيسى بن الحسين بن عطاء الله الجذامي
Lahir: 1260 M / 658 H
Asal: Iskandariyah, Mesir
Wafat di Kairo, Mesir, 1309 M / 709 Hijriah
Daftar Isi
- Muqaddimah
- Jangan Menunda Amal Baik
- Menjauhi Maksiat
- Cahaya Hati
- Tanda Amal yang Diterima
- Waktu Terbaik
- Manfaat Sholat
- Malulah Saat Dipuji
- Cara Mengenal Allah
- Tutur kata yang Bijak
- Tujuan Dzikir
- Tujuan Syariat
- Ilmu Manfaat
Ilmu Manfaat
العِلْمُ النّافِعُ هُوَ الَّذيِ
يَنَبَسِطُ في الصَّدْرِ شُعاعُهُ ويُكَشَفُ بِهِ عَنِ القَلْبِ قِناعُهُ.
Ilmu yang bermanfaat adalah yang
cahayanya memancar ke dalam dada, dan yang dengannya tersingkap selubung yang
menutupi hati
خَيرُ عِلْمٍ ما كانَتِ الخَشيَةُ مَعَهُ.
Sebaik-baik ilmu adalah yang diiringi
oleh rasa takut kepada Allah
العِلْمُ إنْ قارَنَتْهُ الخَشْيَةُ
فَلَكَ، وَإلّا فَعَلَيْكَ.
Ilmu, apabila disertai dengan rasa takut
(khasy-yah) kepada Allah, maka itu akan mendatangkan kebaikan bagimu. Dan bila
tidak, maka itu akan merugikanmu
مَتى آلَمَكَ عَدَمُ إقْبالِ النّاسِ
عَلَيْكَ أوْ تَوَجُهُهُمْ بِالذَّمِّ إلَيْكَ، فَارْجِعْ إلى عِلْمِ اللهِ فيكَ،
فَإنْ كانَ لا يُقْنِعُكَ عِلْمُهُ فَمُصيبَتُكَ بِعَدَمِ قَناعَتِكَ بِعِلْمِهِ
أشَدُّ مِنْ مُصيبَتِكَ بِوُجودِ الأذى مِنْهُمْ.
Kala engkau sakit hati karena orang-orang
tidak menghiraukanmu, atau mereka acuh diikuti dengan tindakan mencelamu, maka
kembalikanlah kepada ilmu Allah tentang dirimu. Apabila engkau masih belum puas
dengan ilmu-Nya, maka derita yang menimpamu karena tidak puas dengan ilmu-Nya
itu jauh lebih besar daripada derita yang menimpamu akibat celaan mereka
إنَّما أجْرى الأذى عَلى أيْديهِمْ كَيْ لا
تَكونَ ساكنِاً إلَيْهِمْ. أرادَ أنْ يُزْعِجَكَ عَنْ كُلِّ شَيْءٍ حَتى لا
يَشْغَلَكَ عَنْهُ شَيْءٌ.
Allah sengaja menciptakan gangguan
terhadapmu, supaya ngkau tidak menyerah tunduk pada mereka. Allah ingin
membuatmu jemu terhadap sefala sesuatu, sehingga tidak ada lagi yang
memalingkanmu dari-Nya.
إذا عَلِمْتَ أنَّ الشَّيْطانَ لا يَغْفُلُ
عَنْكَ فَلا تَغْفُلْ أنْتَ عَمَّنْ ناصِيَتُكَ بِيَدِهِ.
Seandainya engkau tahu bahwa syaitan
tidak pernah sekejap pun lupa kepadamu, maka jangan-lah sekejap pun engkau lupa
kepada Allah yang nasibmu berada dalam kekuasaan-Nya.
جَعلَهُ لَكَ عَدّواً لِيَحُوشَكَ بِهِ
إلَيْهِ، وَحَرَّكَ عَلَيْكَ النَّفْسَ لِيَدومَ إقْبالُكَ عَلَيْهِ.
Allah sengaja menjadikan syetan sebagai
musuhmu, karena Dia ingin menuntunmu menuju kepada-Nya. Dan Allah menggerakkan
hawa nafsumu, agar engkau senantiasa menghadap-Nya
مَنْ أثْبَتَ لِنَفْسِهِ تَواضُعاً فَهُوَ
المُتَكَبِّرُ حَقّاً. إذْ لَيْسَ التَّواضُعُ إلّا عَنْ رِفْعَهٍ. فَمَتى
أثْبَتَّ لِنَفِسَكَ تَواضُعاً فَأنْتَ المُتَكَبِّرُ حَقّاً.
Siapa yang merasa dirinya tawadhu’
(randah hati), berarti ia orang yang sombong (takabur). Sebab, anggapan diri
tawadhu’ tidak akan muncul kecuali dari sikap tinggi hati. Maka, saat engkau
menyandangkan keagungan (tinggi hati) itu pada dirimu, berarti engkau
benar-benar orang yang sombong.
لَيْسَ المُتَواضِعُ الَّذي إذا تَواضَعَ
رَأى أنَّهُ فَوْقَ ما صَنَعَ. وَلكِنَّ المُتَواضِعَ الَّذي إذا تَواضَعَ رَأى
أنَّهُ دُونَ ما صَنَعَ.
Mutawadhi’ (orang yang tawadhu’) itu
bukanlah seseorang yang tawadhu’ namun merasa dirinya lebih dari apa yang ia
perbuat. Akan tetapi, orang tawadhu’ itu adalah yang meski ia tawadhu’ tapi
merasa dirinya kurang dengan apa yang telah ia perbuat.
التَّواضُعُ الحَقيقيُّ هُوَ ما كانَ
ناشِئاً عَنْ شُهودِ عَظَمَتِهِ وَتَجَلّي صِفَتِهِ.
Sikap tawadhu’ yang sejati timbul dari
menyadari akan keagungan Allah dan sifat-sifat-Nya yang begitu nyata
لا يُخْرِجُكَ عَنِ الوَصْفِ إلا شُهودُ
الوَصْفِ.
Tidak ada yang dapat melepaskanmu dari
sifat burukmu, kecuali bila engkau menyadari sifat agung yang ada di sisi Allah
المُؤْمِنُ يَشْغَلُهُ الثَّناءُ عَلى اللهِ
عَنْ أنْ يَكونَ لِنَفْسِهِ شاكِراً. وَتَشْغَلُهُ حُقوقُ اللهِ عَنْ أنْ يَكونَ
لِحُظوظِهِ ذاكِراً.
Seorang mukmin itu suka menyibukkan diri
menyanjung Allah, sehingga tidak sempat untuk memuji dirinya sendiri. Dan ia
sibuk menunaikan kewajiban kepada Allah, sehingga ia lupa akan porsi untuk
dirinya sendiri.
لَيْسَ المُحِبُّ الَّذي يَرْجو مِنْ
مَحْبوبِهِ عِوَضاً أوْ يَطْلُبُ مِنهُ غَرَضاً، فَإنَّ المُحِبَّ مَنْ يَبْذُلُ
لَكَ، لَيْسَ المُحِبُّ مَنْ تَبْذُلُ لَهُ.
Seorang pecinta bukanlah orang yang mengharapkan
imbalan dari orang yang dicintainya, atau menuntut sesuatu dari kekasihnya itu.
Tapi sejatinya, pecinta adalah orang yang bermurah hati memberi pada
kekasihnya, bukan malah memperoleh sesuatu darinya
لَوْلا مَيادينُ النُّفوسِ ما تَحَقَّقَ سَيْرُ
السّائِرينَ. إذْ لا مَسافَةَ بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ حَتى تَطْوِيَها رِحْلَتُكَ.
وَلا قَطيعَةَ بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ حتى تَمْحُوَها وُصْلَتُكَ.
Kalaulah tidak ada tempat bagi nafsu,
maka pasti tidak ada orang yang melakukan perjalanan menuju kepada Allah. sebab
tanpa adanya nafsu itu, tak ada lagi jarak yang memisahkan antara engkau dengan
Allah, dan juga tak ada lagi sekat yang harus dibuka antara engkau dan Allah.
جَعَلَكَ في العالَمِ المُتَوَسِّطِ بَينَ
مُلْكِهِ وَمَلَكوتِهِ لِيُعَلِّمَكَ جَلالَةَ قَدْرِكَ بَيْنَ مَخْلوقاتِهِ،
وَأنَّكَ جَوْهَرَةٌ تَنْطَوي عَلَيْكَ أصْدافُ مُكَوَّناتِهِ.
Allah menempatkanmu di alam pertengahan,
diantara alam nyata (kerajaan-Nya) dan alam gaib (makhluk-Nya). Ini untuk
membuatmu mengerti akan tingginya kedudukanmu di antara semua makhluk-Nya. Dan
bahwa engkau adalah permata yang tersembunyi dalam alam raya ciptaan-Nya
إنَّما وَسِعَكَ الكَونُ مِنْ حَيْثُ
جُثْمانِيَّتُكَ وَلَمْ يَسَعْكَ مِنْ حَيْثُ ثُبوتِ رُوحانيَّتِكَ.
Alam ini hanya memuaskan jasmanimu, tapi
tidak memuaskan rohanimu
الكائِنُ في الكَونِ، وَلَمْ تُفْتَحْ لَهُ
مَيادينُ الغُيوبِ، مَسْجونٌ بِمُحيطاتِهِ، وَمَحْصورٌ في هَيْكَلِ ذاتِهِ.
Mereka yang ada di alam ini ada yang
belum terbuka alam gaib baginya, hingga mereka terkurung oleh kesenangan dunia
(syahwat) yang ada di sekelilingnya, dan terpenjara dalam kerangka tubuhnya
أنْتَ مَعَ الأكْوانِ ما لَمْ تَشْهَدِ
المُكَوِّنَ، فَإذا شَهِدْتَهُ كانَتِ الأكْوانُ مَعَكَ.
Engkau tetap terikat dengan alam materi,
selama engkau belum menyaksikan Sang Pencipta alam itu. Namun, apabila engkau
telah menyaksikan-Nya, maka alamlah yang akan mengikutimu.
لا يَلْزَمُ مِنْ ثُبوتِ الخُصوصِيَّةِ
عَدَمُ وَصْفِ البَشَريَّةِ، إنَّما مَثَلُ الخُصوصِيَّةِ كإشْراقِ شَمْسِ
النَّهارِ ظَهَرَتْ في الأُفُقِ وَلَيْسَتْ مِنْهُ. تارَةً تُشْرِقُ شُموسُ
أوصْافِهِ عَلى لَيْلِ وُجودِكَ. وَتارَةً يَقْبِضُ ذلِكَ عَنْكَ فَيَرُدُّكَ إلى
حُدودِكَ، فَالنَّهارُ لَيْسَ مِنْكَ وَإلَيْكَ، وَلكِنَّهُ وارِدٌ عَلَيْكَ.
Diperolehnya keistimewaan sifat kewalian
(khususiyah) itu bukan berarti lalu hilang sifat kemanusiaannya. Sifat
khususiyah tersebut laksana pancaran sinar matahari di siang hari. Ia tampak di
cakrawala, namun bukan bagian darinya. Terkadang matahari (cahaya) dari
sifat-sifat Allah menyinari malam wujudmu. Dan terkadang Allah menariknya
darimu, lalu mengembalikanmu pada keterbatasanmu. Cahaya siang itu bukan
berasal darimu dan bukan untukmu, namun ia menyinarimu