Sejak awal, kami telah menekankan pentingnya berpikir, manfaat-manfaatnya bagi manusia dan sarana yang membedakan manusia dari makhluk lain. Kami telah menyebutkan pula sebab-sebab yang menghalangi manusia dari berpikir. Semua ini mempunyai tujuan utama mendorong manusia untuk berpikir dan membantu mereka mengetahui tujuan penciptaan dirinya; serta agar manusia mengagungkan ilmu dan kekuasaan Allah yang tak terbatas.
Di
halaman-halaman berikutnya, kami akan mencoba menjelaskan bagaimana orang yang
beriman kepada Allah berpikir tentang segala sesuatu yang dijumpainya sepanjang
hari dan mendapatkan pelajaran dari peristiwa-peristiwa yang ia saksikan;
bagaimana ia seharusnya bersyukur dan menjadi semakin dekat kepada Allah
setelah menyaksikan keindahan dan ilmu Allah di segala sesuatu.
Sudah pasti
apa yang disebutkan di sini hanya mencakup sebagian kecil dari kapasitas
berpikir seorang manusia. Manusia memiliki kemampuan untuk setiap saat (dan
bukan setiap jam, menit atau detik, tapi satuan waktu yang lebih kecil dari
itu, yakni setiap saat) dalam hidupnya. Ruang lingkup berpikir manusia
sedemikian luasnya sehingga tidak mungkin untuk dibatasi. Oleh karena itu,
uraian di bawah ini bertujuan untuk sekedar membukakan pintu bagi mereka yang
belum menggunakan sarana berpikir mereka sebagaimana mestinya.
Perlu diingat
bahwa hanya mereka yang berpikir secara mendalam lah yang mampu memahami dan
berada pada posisi lebih baik dibandingkan makhluk lain. Mereka yang tidak
dapat melihat keajaiban dari peristiwa-peristiwa di sekitarnya dan tidak dapat
memanfaatkan akal mereka untuk bepikir adalah sebagaimana diceritakan dalam
firman Allah berikut:
"Dan
perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti
penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan
seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak
mengerti." (QS. Al-Baqarah, 2: 171)
"… Mereka
mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)
dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang
lalai." (QS. Al-A'raaf, 7: 179)
Baca juga: Kumpulan Al Mahfudzat, Syair, Kata Mutiara, Peribahasa Berbahasa Arab; dilengkapi penjelasan dan terjemah
"Atau apakah
kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu
tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
jalannya (dari binatang ternak itu)." (QS. Al-Furqaan, 25: 44)
Hanya mereka
yang mau berpikir yang mampu melihat dan kemudian memahami tanda-tanda
kebesaran Allah, serta keajaiban dari obyek dan peristiwa-peristiwa yang Allah
ciptakan. Mereka mampu mengambil sebuah kesimpulan berharga dari setiap hal,
besar ataupun kecil, yang mereka saksikan di sekeliling mereka.
Ketika
seseorang bangun dari tidurnya di pagi hari…
Tidak
diperlukan kondisi khusus bagi seseorang untuk memulai berpikir. Bahkan bagi
orang yang baru saja bangun tidur di pagi hari pun terdapat banyak sekali
hal-hal yang dapat mendorongnya berpikir.
Terpampang
sebuah hari yang panjang dihadapan seseorang yang baru saja bangun dari
pembaringannya di pagi hari. Sebuah hari dimana rasa capai atau kantuk seakan
telah sirna. Ia siap untuk memulai harinya. Ketika berpikir akan hal ini, ia
teringat sebuah firman Allah:
"Dialah
yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan
Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha." (QS. Al-Furqaan, 25: 47)
Setelah
membasuh muka dan mandi, ia merasa benar-benar terjaga dan berada dalam kesadarannya
secara penuh. Sekarang ia siap untuk berpikir tentang berbagai persoalan yang
bermanfaat untuknya. Banyak hal lain yang lebih penting untuk dipikirkan dari
sekedar memikirkan makanan apa yang dipunyainya untuk sarapan pagi atau pukul
berapa ia harus berangkat dari rumah. Dan pertama kali ia harus memikirkan
tentang hal yang lebih penting ini.
Pertama-tama,
bagaimana ia mampu bangun di pagi hari adalah sebuah keajaiban yang luar biasa.
Kendatipun telah kehilangan kesadaran sama sekali sewaktu tidur, namun di
keesokan harinya ia kembali lagi kepada kesadaran dan kepribadiannya.
Jantungnya berdetak, ia dapat bernapas, berbicara dan melihat. Padahal di saat
ia pergi tidur, tidak ada jaminan bahwa semua hal ini akan kembali seperti
sediakala di pagi harinya. Tidak pula ia mengalami musibah apapun malam itu.
Misalnya, kealpaan tetangga yang tinggal di sebelah rumah dapat menyebabkan
kebocoran gas yang dapat meledak dan membangunkannya malam itu. Sebuah bencana
alam yang dapat merenggut nyawanya dapat saja terjadi di daerah tempat
tinggalnya.
Ia mungkin
saja mengalami masalah dengan fisiknya. Sebagai contoh, bisa saja ia bangun
tidur dengan rasa sakit yang luar biasa pada ginjal atau kepalanya. Namun tak
satupun ini terjadi dan ia bangun tidur dalam keadaan selamat dan sehat.
Memikirkan yang demikian mendorongnya untuk berterima kasih kepada Allah atas
kasih sayang dan penjagaan yang diberikan-Nya.
Baca Juga: Ringkasan Kitab Minhajul Muslim ((Panduan Hidup Seorang Muslim); Karya Syekh Abu Bakar Al Jazairy
Memulai hari
yang baru dengan kesehatan yang prima memiliki makna bahwa Allah kembali
memberikan seseorang sebuah kesempatan yang dapat dipergunakannya untuk
mendapatkan keberuntungan yang lebih baik di akhirat.
Ingat akan
semua ini, maka sikap yang paling sesuai adalah menghabiskan waktu di hari itu
dengan cara yang diridhai Allah. Sebelum segala sesuatu yang lain, seseorang
pertama kali hendaknya merencanakan dan sibuk memikirkan hal-hal semacam ini.
Titik awal dalam mendapatkan keridhaan Allah adalah dengan memohon kepada Allah
agar memudahkannya dalam mengatasi masalah ini. Doa Nabi Sulaiman adalah
tauladan yang baik bagi orang-orang yang beriman:
"Ya
Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri ni'mat Mu yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan
amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam
golongan hamba-hamba-Mu yang saleh" (QS. An-Naml, 27 : 19)
Bagaimana
kelemahan manusia mendorong seseorang untuk berpikir?
Tubuh manusia
yang demikian lemah ketika baru saja bangun dari tidur dapat mendorong manusia
untuk berpikir: setiap pagi ia harus membasuh muka dan menggosok gigi. Sadar
akan hal ini, ia pun merenungkan tentang kelemahan-kelemahannya yang lain.
Keharusannya untuk mandi setiap hari, penampilannya yang akan terlihat
mengerikan jika tubuhnya tidak ditutupi oleh kulit ari, dan ketidakmampuannya
menahan rasa kantuk, lapar dan dahaga, semuanya adalah bukti-bukti tentang
kelemahan dirinya.
Bagi orang
yang telah berusia lanjut, bayangan dirinya di dalam cermin dapat memunculkan
beragam pikiran dalam benaknya. Ketika menginjak usia dua dekade dari masa
hidupnya, tanda-tanda proses penuaan telah terlihat di wajahya. Di usia yang
ketigapuluhan, lipatan-lipatan kulit mulai kelihatan di bawah kelopak mata dan
di sekitar mulutnya, kulitnya tidak lagi mulus sebagaimana sebelumnya, perubahan
bentuk fisik terlihat di sebagian besar tubuhnya. Ketika memasuki usia yang
semakin senja, rambutnya memutih dan tangannya menjadi rapuh.
Bagi orang
yang berpikir tentang hal ini, usia senja adalah peristiwa yang paling nyata
yang menunjukkan sifat fana dari kehidupan dunia dan mencegahnya dari kecintaan
dan kerakusan akan dunia. Orang yang memasuki usia tua memahami bahwa
detik-detik menuju kematian telah dekat. Jasadnya mengalami proses penuaan dan
sedang dalam proses meninggalkan dunia ini. Tubuhnya sedikit demi sedikit mulai
melemah kendatipun ruhnya tidaklah berubah menjadi tua. Sebagian besar manusia
sangat terpukau oleh ketampanan atau merasa rendah dikarenakan keburukan wajah
mereka semasa masih muda. Pada umumnya, manusia yang dahulunya berwajah tampan
ataupun cantik bersikap arogan, sebaliknya yang di masa lalu berwajah tidak
menarik merasa rendah diri dan tidak bahagia. Proses penuaan adalah bukti nyata
yang menunjukkan sifat sementara dari kecantikan atau keburukan penampilan
seseorang. Sehingga dapat diterima dan masuk akal jika yang dinilai dan dibalas
oleh Allah adalah akhlaq baik beserta komitmen yang diperlihatkan seseorang
kepada Allah.
Setiap saat
ketika menghadapi segala kelemahannya manusia berpikir bahwa satu-satunya Zat
Yang Maha Sempurna dan Maha Besar serta jauh dari segala ketidaksempurnaan
adalah Allah, dan iapun mengagungkan kebesaran Allah. Allah menciptakan setiap
kelemahan manusia dengan sebuah tujuan ataupun makna. Termasuk dalam tujuan ini
adalah agar manusia tidak terlalu cinta kepada kehidupan dunia, dan tidak
terpedaya dengan segala yang mereka punyai dalam kehidupan dunia. Seseorang
yang mampu memahami hal ini dengan berpikir akan mendambakan agar Allah
menciptakan dirinya di akhirat kelak bebas dari segala kelemahan.
Segala
kelemahan manusia mengingatkan akan satu hal yang menarik untuk direnungkan:
tanaman mawar yang muncul dan tumbuh dari tanah yang hitam ternyata memiliki
bau yang demikian harum. Sebaliknya, bau yang sangat tidak sedap muncul dari
orang yang tidak merawat tubuhnya. Khususnya bagi mereka yang sombong dan
membanggakan diri, ini adalah sesuatu yang seharusnya mereka pikirkan dan ambil
pelajaran darinya.
Bagaimana
beberapa karakteristik tubuh manusia membuat anda berpikir?
Ketika melihat
diri sendiri di dalam cermin, seseorang berpikir tentang berbagai hal yang
sebelumnya tak pernah muncul dalam benaknya. Sebagai contoh: bulu mata, alis,
tulang belulang dan gigi-giginya tidak tumbuh memanjang terus menerus. Dengan
kata lain, di bagian tubuh dimana pertumbuhan anggota badan yang terus menerus
akan menjadi sesuatu yang menyusahkan dan menghalangi pandangannya, maka
anggota tubuh tersebut berhenti tumbuh. Sebaliknya, rambut yang kelihatan indah
jika tumbuh memanjang, tidak berhenti tumbuh. Disamping itu, ada keseimbangan
yang sempurna dalam pertumbuhan tulang-belulang. Misalnya tulang anggota bagian
atas tidak akan tumbuh memanjang begitu saja sehingga menyebabkan badan
kelihatan lebih pendek. Semua tulang ini berhenti pada saat tertentu seakan-akan
tiap-tiap tulang tersebut tahu seberapa panjang mereka harus tumbuh.
Sudah barang
tentu, semua yang telah disebutkan di sini terjadi akibat dari reaksi-reaksi
fisika dan kimia yang terjadi dalam tubuh. Orang yang merenungkan hal ini akan
juga bertanya-tanya bagaimana reaksi-reaksi ini terjadi. Siapa yang memasukkan
hormon-hormon dan enzim-enzim yang bertanggung jawab atas pertumbuhan ke dalam
tubuh sesuai dengan dosis yang dibutuhkan? Dan siapakah yang mengontrol kadar
dan waktu sekresi dari hormon dan enzim tersebut?
Tidak dapat
dipungkiri bahwa mustahil untuk mengatakan bahwa ini semua terjadi secara
kebetulan. Tidaklah mungkin sel-sel atau atom-atom pembentuk manusia yang tidak
mempunyai kesadaran tersebut melakukan hal yang demikian dengan sendirinya. Ini
adalah bukti bahwa fenomena tersebut terjadi karena kekuasaan Allah yang
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Ketika dalam
perjalanan…
Setelah bangun
tidur dan bersiap-siap di pagi hari, orang-orang kemudian berangkat ke kantor,
sekolah atau melakukan pekerjaan mereka di luar rumah. Bagi orang yang beriman,
keberangkatan ini adalah awal dari melakukan amal kebaikan yang mendatangkan
ridha Allah. Ketika meninggalkan rumah dan bepergian ke luar, seseorang akan
menjumpai banyak hal yang dapat ia pikirkan, misalnya ribuan manusia,
kendaraan, pohon, besar dan kecil, dan beragam hal yang terdapat di banyak
tempat. Dalam hal ini, pandangan orang yang beriman sudah jelas, yakni bahwa ia
berusaha untuk mendapatkan sebanyak mungkin manfaat dari yang ia jumpai di
sekelilingnya. Ia memikirkan tentang sebab-sebab dari peristiwa-peristiwa yang
ada. Karena apa yang sedang ia saksikan terjadi dengan pengetahuan dan kehendak
Allah, maka pasti ada sebuah makna di balik peristiwa atau pemandanga itu. Karena
Allah lah yang memampukannya untuk pergi ke luar rumah serta meletakkan semua
pemandangan ini di depan matanya, maka sudah pasti dari pemandangan-pemandangan
tersebut ada yang mesti dilihat dan dipikirkan. Sejak bangun tidur, ia
bersyukur kepada Allah yang telah memberinya umur satu hari lagi di dunia yang
dapat digunakannya sebagai modal untuk mendapatkan pahala dari Allah. Kini, ia
tengah memulai perjalanan yang dapat mendatangkan pahala baginya. Menyadari hal
ini, ia teringat akan firman Allah: "Dan Kami jadikan siang untuk
mencari penghidupan", (QS. An-Naba', 78 :11).
Berpedomankan
ayat tersebut, ia membuat rencana tentang bagaimana menghabiskan waktunya di
siang hari dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak hanya bermanfaat
untuk orang lain akan tetapi juga mendatangkan ridha Allah.
Ketika berada
dalam mobilnya atau di atas kendaraan apapun dengan pola pikir yang demikian,
ia pun kembali bersyukur kepada Allah. Tidak menjadi masalah, betapapun jauhnya
jarak perjalanan yang harus ia tempuh, ia masih memiliki sarana untuk pergi ke
sana. Untuk memudahkan manusia, Allah telah menciptakan beragam sarana
transportasi untuk membantu manusia dalam melakukan perjalanan. Bahkan kemajuan
teknologi saat sekarang telah menyediakan sarana transportasi baru berupa
mobil, kereta api, pesawat terbang, kapal laut, helikopter, bus…Ketika
merenungkan hal ini, seseorang akan kembali teringat: Allah lah yang telah
menciptakan teknologi untuk membantu manusia.
Setiap hari,
para ilmuwan membuat penemuan-penemuan dan inovasi-inovasi baru yang dapat
memudahkan hidup kita. Mereka menghasilkan ini semua melalui sarana yang
diciptakan Allah di bumi. Seseorang yang memikirkan tentang masalah tersebut
akan menikmati perjalanannya sambil bersyukur kepada Allah atas kemudahan yang
diberikan kepadanya.
Dalam
perjalanan menuju tempat tujuan, ia menyaksikan tumpukan sampah dengan bau yang
tak sedap, tempat-tempat kumuh di sepanjang jalan. Hal ini menimbulkan beragam
pikiran dalam benaknya:
Ketika masih
berada di dunia, Allah telah memberikan informasi kepada kita yang membantu
kita memperoleh gambaran tentang surga dan neraka; atau mengira-ngira keadaan
kedua tempat ini dengan menggunakan perbandingan. Tumpukan sampah, bau yang
tidak sedap dan daerah-daerah kumuh dapat menimbulkan stres atau tekanan dalam
jiwa seseorang. Tak seorangpun ingin tinggal di tempat tersebut. Keadaan ini
mengingatkan seseorang tentang neraka dan ayat-ayat yang mengisahkan neraka. Di
banyak ayat-ayat Al-Qur'an Allah telah menceritakan segala sesuatu yang tidak menyenangkan,
gelap serta menjijikkan tentang neraka:
Dan golongan
kiri, siapakah golongan kiri itu?
Dalam (siksaan) angin yang amat panas, dan air panas yang mendidih,
dan dalam naungan asap yang hitam.
Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.
(QS. Al-Waaqi'ah, 56: 41-44)
Dan apabila
mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu,
mereka di sana mengharapkan kebinasaan. (Akan dikatakan kepada mereka):
"Jangan kamu sekalian mengharapkan satu kebinasaan, melainkan harapkanlah
kebinasaan yang banyak." (QS. Al-Furqaan, 25: 13-14)
Dengan
memikirkan ayat-ayat di atas, orang tersebut berdoa agar Allah menjauhkannya
dari siksa neraka dan mengampuni segala kesalahannya.
Sebaliknya,
seseorang yang tidak menggunakan cara berpikir yang demikian akan menghabiskan
waktunya dengan menggerutu, kesal dan selalu mencari kambing hitam dari setiap
permasalahan. Ia marah sekali kepada orang-orang yang menumpuk sampah tersebut
dan pihak pemerintahan daerah setempat yang terlambat untuk mengumpulkan dan membuangnya.
Sepanjang hari pikirannya disibukkan dengan hal-hal seperti: jalan raya yang
penuh dengan lubang; orang-orang yang menyebabkan lalu lintas macet; badannya
yang basah kuyup kehujanan akibat ulah badan meteorologi yang salah dalam
memperkirakan cuaca; cemoohan kasar dari bossnya, dan lain sebagainya. Namun,
pikiran yang sia-sia ini tidaklah bermanfaat dalam kehidupan akhiratnya nanti.
Seseorang mungkin berhenti sejenak kemudian berpikir apakah ia seharusnya
menghiraukan banyak hal. Sungguh, banyak orang mengatakan bahwa alasan utama
yang mencegah mereka dari berpikir adalah segala kesibukan yang mengharuskan
mereka bekerja keras terus-menerus di dunia. Mereka berdalih bahwa mereka tidak
mampu berpikir karena sibuk dengan masalah pangan, perumahan dan kesehatan.
Akan tetapi ini hanyalah sekedar alasan untuk mengelak. Tanggung jawab dan
kondisi tersebut tidak ada hubungannya dengan berpikir sebagaimana yang
dikehendaki di sini. Seseorang yang berusaha untuk berpikir dalam rangka
mencari ridha Allah akan mendapatkan pertolongan dari Allah. Ia akan melihat
bahwa, seiring dengan bergantinya hari, beragam persoalan yang biasanya menjadi
masalah baginya satu demi satu terselesaikan; hingga ia dapat meluangkan waktu
untuk berpikir dan berpikir lagi. Hanya orang-orang yang beriman sajalah yang
sadar, paham dan mengalami hal yang demikian.
Bagaimana
dunia yang berwarna-warni mendorong seseorang berpikir?
Masih dalam
perjalanannya, ia terus berusaha melihat keajaiban dari ayat-ayat ataupun
ciptaan Allah di sekitarnya, dan memuji Allah ketika memikirkan ini semua.
Ketika melihat ke luar melalui jendela mobilnya, ia menyaksikan dunia yang
penuh dengan beragam warna. Lalu ia pun berpikir: "Bagaimana segala
sesuatu akan terlihat seandainya dunia ini tidak berwarna?"
Lihatlah
gambar-gambar di bawah dan anda pun mulai berpikir. Apakah kenikmatan yang kita
rasakan dari memandang laut, pegunungan atau bunga yang tidak berwarna
sebanding dengan sebagaimana yang anda lihat sekarang? Apakah pemandangan
langit, buah, kupu-kupu, pakaian dan wajah-wajah manusia sebagaimana yang
terlihat oleh anda sekarang memberikan kepuasan? Adalah nikmat dari Tuhan bahwa
kita hidup di sebuah dunia yang cerah ceria dan memiliki beragam warna. Setiap
warna yang kita lihat di alam, keseimbangan yang sempurna dari warna-warna
makhluk hidup, semuanya adalah tanda-tanda tentang karya cipta dan seni khas
Allah yang tak tertandingi. Beragam warna dari bunga atau burung; dan
keharmonisan atau corak yang anggun antara warna-warna yang ada; bahwa tak satupun
warna di alam ini yang mengganggu penglihatan kita; warna lautan, langit,
pohon-pohon yang demikian serasi sehingga menimbulkan kedamaian dan tidak
melelahkan mata kita, semua ini menunjukkan kesempurnaan ciptaan Allah. Dengan
merenungkan beberapa fenomena tersebut, seseorang akan paham bahwa setiap
sesuatu yang ia lihat di sekelilingnya adalah hasil dari ilmu dan kekuasaan
Allah yang tak terbatas dan absolut. Setelah sadar akan segala nikmat yang
Allah anugerahkan ini, ia pun menjadi hamba yang takut kepada Allah dan memohon
perlindungan kepada-Nya agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang
tidak bersyukur. Dalam Al-Qur'an, Allah mengisahkan fenomena warna-warna, dan
berfirman bahwa hanya mereka yang memiliki pengetahuan, yakni mereka yang menyelami
lebih jauh dengan berpikir dan menarik kesimpulan serta pelajaran dari fenomena
ini lah yang memiliki rasa takut kepada Allah:
"Tidakkah
kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan
dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara
gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya
dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia,
binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam
warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun." (QS. Faathir, 35: 27-28).
Bagaimana
sebuah mobil jenazah yang melintas di jalan mendorong seseorang untuk berpikir?
Seseorang yang
sedang bergegas menuju ke suatu tempat secara tiba-tiba berpapasan dengan mobil
jenazah. Sungguh ini adalah kesempatan yang baik untuk berhenti sejenak dan
menenangkan diri. Pemandangan yang ia temui mengingatkannya akan kematian.
Suatu hari ia juga akan berada di mobil jenazah itu. Tiada keraguan tentang
terhadapnya, tak peduli seberapa besar usaha untuk menghindarinya, cepat atau
lambat kematian pasti akan datang menghampirinya. Tak peduli apakah ia sedang
berada di tempat tidurnya, ketika dalam perjalanan, atau ketika berlibur, ia
pasti akan meninggalkan dunia ini. Kematian adalah kenyataan yang tidak dapat
dihindari.
Di saat yang
demikian, seorang mukmin teringat akan ayat Allah berikut:
"Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu
dikembalikan. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang
saleh, sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi
di dalam syurga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di
dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal, (yaitu)
yang bersabar dan bertawakkal kepada Tuhannya." (QS. Al-Ankabuut, 29:
57-59).
Keyakinan
seseorang bahwa jasadnya akan juga dimasukkan dalam peti mati, ditimbun tanah
oleh kerabatnya, namanya akan diukir diatas kuburan, akan menghilangkan
kecintaannya kepada dunia. Seseorang yang dengan ikhlas dan secara sadar
berpikir tentang hal ini paham bahwa tidaklah masuk akal untuk mengklaim
kepemilikan tubuh yang suatu hari akan membusuk di dalam tanah.
Dalam ayat di
atas, Allah memberikan kabar gembira berupa surga setelah kematian kepada
mereka yang sabar dan bertawakal kepada Allah. Oleh karenanya, dengan berpikir
bahwa suatu hari ia akan mati, seorang mukmin akan berusaha menjalani hidup
dengan akhlaq yang baik sebagaimana yang diperintahkan Allah untuk meraih
surga. Setiap saat ia teringat akan dekatnya kematian, tekadnya untuk
mendapatkan surga semakin menguat dan mendorongnya untuk senantiasa berusaha
bertingkah laku sesuai dengan akhlaqnya yang semakin lama semakin baik.
Sebaliknya,
orang-orang yang condong memikirkan hal-hal yang lain, dan menghabiskan hidup
dengan angan-angan kosong, tidak berpikir bahwa suatu hari hal yang sama pasti
akan menimpa mereka meskipun mereka berpapasan dengan mobil jenazah, setiap
hari melewati kuburan atau bahkan salah satu orang yang paling dicintai
meninggal dunia di samping mereka sendiri.
Di siang hari…
Ketika
menyaksikan segala peristiwa yang ditemuinya sepanjang hari, orang beriman
selalu berpikir tentang tanda-tanda kebesaran Allah dan berusaha untuk memahami
makna-makna yang terkandung dalam peristiwa-peristiwa tersebut.
Ia menanggapi
setiap kebaikan ataupun malapetaka sebagai sesuatu yang memiliki kebaikan
sebagaimana dikehendaki Allah. Di mana saja ia berada, di sekolah, di tempat
kerja ataupun di pasar, dan dengan berprasangka dan berpikir bahwa Allahlah
yang menciptakan setiap sesuatu, ia selalu berusaha memahami
keindahan-keindahan dan makna tersembunyi di balik peristiwa-peristiwa yang
diciptakan-Nya untuk kemudian menjalani hidup dengan mematuhi ayat-ayat Allah.
Sikap orang mukmin ini digambarkan dalam Al-Qur'an:
"Laki-laki
yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan
zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan
menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan
balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah
memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas." (QS. An-Nuur,
24: 37-38)
Bagaimana
orang berpikir ketika menghadapi kesulitan-kesulitan yang ditemuinya dalam
pekerjaan?
Manusia
mungkin menghadapi berbagai macam kesulitan selama satu hari penuh. Namun
apapun kesulitan tersebut, hendaklah ia berkeyakinan kepada Allah dan berpikir
bahwa "Allah menguji kita dengan sesuatu yang kita kerjakan dan pikirkan
dalam hidup di dunia. Ini adalah kenyataan yang sangat penting yang seharusnya
tidak pernah kita lupakan sekejap pun. Oleh karenanya, ketika menemui kesulitan
dalam setiap hal yang kita lakukan atau pikirkan, sehingga tidak berjalan
sebagaimana mestinya, kita hendaknya selalu ingat bahwa semua kesulitan ini
telah dihadapkan oleh Allah kepada kita untuk menguji perbuatan kita."
Pikiran-pikiran
yang muncul dalam benak seseorang ini berlaku untuk semua peristiwa, besar atau
kecil, yang ia jumpai sepanjang hari. Sebagai contoh, seseorang membayar lebih
tanpa sengaja akibat salah pengertian atau kecerobohan; sebuah file yang telah
diselesaikan dalam waktu berjam-jam dengan menggunakan komputer dapat hilang
begitu saja akibat terputusnya aliran listrik; seorang pelajar gagal dalam
ujian universitas meskipun ia telah belajar secara sungguh-sungguh; seseorang
terpaksa menghabiskan harinya menunggu dalam antrian untuk mendapatkan
pekerjaan akibat birokrasi yang terlalu rumit; dokumen yang hilang dapat
menjadi masalah yang menyebabkan pekerjaan seseorang tidak karuan; seseorang
ketinggalan pesawat, atau bus ketika hendak pergi ke suatu tujuan yang mesti
dihadirinya seawal mungkin…Ada banyak sekali peristiwa-peristiwa yang dialami
seseorang dalam hidup yang dianggapnya merupakan sebuah kesulitan atau
"masalah".
Ketika
mengalami semua peristiwa tersebut, orang yang beriman akan berpikir dan ingat
bahwa Allah menguji perilaku dan kesabarannya; sehingga tidaklah masuk akal
bagi orang yang yakin bahwa ia akan mati dan mempertanggung jawabkan
perbuatannya di akhirat terpengaruh dengan hal-hal serupa dan menghabiskan
waktunya dengan perasaan takut dan khawatir akan hal tersebut. Ia paham bahwa
ada sebuah kebaikan di balik semua peristiwa ini. Ia tak pernah mengatakan
"Aduh" terhadap kejadian apapun. Ia berdoa kepada Allah untuk
memudahkan pekerjaan-pekerjaannya dan menjadikan segala sesuatunya sebagai
kebaikan.
Ketika kesulitan tersebut telah berlalu dengan datangnya kemudahan, ia berpikir
bahwa ini adalah jawaban dari doanya kepada Allah, Allah mendengarkan dan,
kemudian, mengabulkan doa-doanya. Pada akhirnya ia pun bersyukur kepada Allah.
Ketika
menjalani hari dengan prinsip berpikir seperti ini, maka seseorang tak akan
pernah putus harapan, merasa khawatir, menyesal ataupun menderita terhadap
apapun yang dialaminya. Ia tahu bahwa Allah telah menciptakan semua ini untuk
sebuah kebaikan dan keberkahan. Tidak hanya itu, ia berpikir yang demikian
tidak hanya ketika terjadi peristiwa-peristiwa besar yang menimpanya, namun
juga di semua hal yang rumit, besar ataupun kecil, yang ia jumpai dalam
kehidupan sehari-hari.
Coba pikirkan,
ada orang yang tidak mendapati urusannya yang penting terselesaikan sebagaimana
yang ia kehendaki. Ataupun orang yang ketika hampir saja meraih tujuan,
dihadapkan pada sebuah masalah yang serius. Orang ini mendadak menjadi sangat
kecewa, merasa khawatir dan tertekan. Pendek kata, dirinya dipenuhi dengan
pikiran-pikiran buruk. Sebaliknya, seseorang yag berpikir bahwa ada sesuatu
kebaikan pada semua hal, akan berusaha menemukan makna-makna tersembunyi yang
Allah tunjukkan padanya melalui peristiwa tersebut. Ia berpikir bahwa mungkin
Allah telah melakukan ini semua untuk memberinya peringatan agar lebih
berhati-hati dan serius dalam menangani masalah. Dengan demikian, ia pun
kembali melakukan persiapan-persiapan yang lebih matang, serta bersyukur kepada
Allah sambil mengatakan "mungkin ini membantu mencegah timbulnya malapetaka
yang lebih besar lagi".
Seseorang yang
ketinggalan bus ketika hendak menuju suatu tempat, berpikir: "mungkin
keterlambatan dan ketertinggalan saya dari bus tersebut telah menyelamatkan
saya dari kecelakaan atau bahaya yang lain". Ia berpikir lagi: "mungkin
masih banyak lagi hikmah-hikmah tersembunyi yang serupa". Banyak sekali
contoh-contoh semisal yang dapat ditemukan dalam kehidupan manusia. Yang paling
penting adalah rencana-rencana seseorang tidak harus selalu terlaksana sesuai
dengan yang ia kehendaki. Secara mendadak ia mungkin mendapati dirinya berada
dalam situasi yang sangat berbeda dari apa yang ia rencanakan. Dalam kondisi
yang demikian, seseorang yang berkepribadian dan berperilaku secara tenang
serta senantiasa mencari kebaikan dari sebuah peristiwa akan memperoleh
keberuntungan. Hal ini dikarenakan Allah berfirman dalam ayat-Nya:
"Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah, 2: 216)
Sebagaimana
firman Allah di atas, kita tidak mengetahui tetapi Allah mengetahui. Karena
itu, hanya Allahlah yang mengetahui apa yang baik dan yang tidak baik untuk
kita. Segala yang menimpa manusia hanyalah agar manusia mengambil Allah Yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang sebagai tempat mengadu dan meminta
pertolongan, serta menyerahkan diri kepada Allah sepenuhnya.
Hal-hal yang
terpikirkan ketika sedang mengerjakan sesuatu…
Manakala
sedang mengerjakan sesuatu, seharusnya seseorang tidak membiarkan akalnya
kosong, akan tetapi senantiasa memikirkan segala sesuatu yang baik. Otak
manusia memiliki kemampuan untuk berpikir lebih dari satu hal pada saat yang
bersamaan. Seseorang yang sedang mengendarai mobil, membersihkan rumah, bekerja
mencari nafkah, berjalan di jalan raya, pada saat yang sama dapat berpikir
hal-hal yang baik.
Ketika
membersihkan rumah, ia bersyukur kepada Allah yang telah memberinya sarana
seperti air dan detergen. Sadar bahwa Allah menyukai kebersihan dan orang yang
membersihkan diri, ia memandang pekerjaan yang sedang ia lakukan sebagai bentuk
ibadah sehingga dengan melakukan hal tersebut ia mengharapkan ridha Allah. Di
samping itu, ia merasa bahagia karena telah mempersiapkan tempat yang nyaman untuk
orang lain dengan membersihkan tempat tinggalnya.
Seseorang yang
tengah mengerjakan sesuatu, terus-menerus berdoa kepada Allah dan memohon agar
dimudahkan dalam pekerjaannya karena yakin bahwa ia tidak dapat melakukan suatu
pekerjaan dengan baik tanpa pertolongan Allah. Kita mengetahui di dalam
Al-Qur'an bahwa para Nabi memberikan contoh kepada kita dengan terus menerus
menghadapkan diri mereka kepada Allah dalam kesendirian, dan selalu mengingat
Allah ketika mengerjakan sesuatu. Diantara contoh ini adalah Nabi Musa. Beliau
menolong dua orang wanita yang ditemuinya dalam perjalanan. Setelah membantu
memberikan minum untuk binatang gembalaan mereka, beliau berdoa kepada Allah:
"Dan
tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan
orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang
banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata:
"Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" Kedua wanita itu menjawab:
"Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala
itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah
lanjut umurnya". Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong)
keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdo'a: "Ya
Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau
turunkan kepadaku". (QS. Al-Qashas, 28: 23-24)
Contoh lain
yang kita temui dalam Al-Qur'an yang berkenaan dengan masalah ini adalah Nabi
Ibrahim dan Nabi Isma'il. Allah menceritakan bahwa kedua Nabi ini memikirkan
kemaslahatan orang-orang mukmin yang lain pada saat keduanya sedang
melaksanakan suatu pekerjaan. Mereka berdoa kepada-Nya sehubungan dengan
pekerjaan yang sedang mereka lakukan:
"Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama
Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan
kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan
(jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan
tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan
terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan
mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan
kepada mereka Al Kitab (Al Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan
mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana." (QS.
Al-Baqarah, 2: 127-129)
Bagaimana
sarang laba-laba mendorong seseorang untuk berpikir?
Banyak hal
yang dapat dipikirkan oleh seseorang yang menghabiskan harinya dalam rumah.
Ketika sedang membersihkan rumah, ia menjumpai seekor laba-laba yang merajut
sarangnya di sebuah sudut rumah tersebut. Jika ia menyadari keharusan untuk
memikirkan binatang yang seringkali tidak dihiraukan orang ini, ia akan
mengerti bahwa pintu pengetahuan telah dibuka untuknya. Serangga kecil yang
sedang disaksikannya adalah sebuah keajaiban. Sarang laba-laba tersebut
memiliki bentuk simetri yang sempurna. Ia pun kagum terhadap seekor laba-laba
yang mungil tetapi memiliki kemampuan dalam membuat sebuah disain sempurna yang
sedemikian menakjubkan. Setelah itu ia membuat sebuah pengamatan singkat hingga
mendapatkan beberapa fakta lain: serat yang digunakan laba-laba ternyata 30%
lebih fleksibel dari serat karet dengan ketebalan yang sama. Serat yang
diproduksi oleh laba-laba ini memiliki mutu yang demikian tinggi sehingga
ditiru oleh manusia dalam pembuatan jaket anti peluru. Sungguh luar biasa,
sarang laba-laba yang dianggap sederhana oleh kebanyakan manusia, ternyata
terbuat dari bahan yang mutunya setara dengan bahan industri paling ideal di
dunia.
Ketika
menyaksikan disain yang sempurna pada makhluk hidup di sekitarnya, manusia
terus menerus berpikir hingga kemudian mendorongnya untuk menemukan lebih
banyak fakta-fakta yang menakjubkan. Ketika mengamati sebuah lalat yang setiap
saat dijumpainya namun belum pernah diperhatikannya atau bahkan merasa sangat
terganggu dan ingin sekali membunuhnya, ia melihat bahwa serangga tersebut
memiliki kebiasaan membersihkan diri sampai bagian-bagian yang terkecil dari
tubuhnya sekalipun. Lalat tersebut seringkali hinggap di suatu tempat lalu
membersihkan tangan dan kakinya secara terpisah. Setelah itu lalat ini
membersihkan debu yang menempel pada sayap dan kepalanya dengan menggunakan
tangan dan kakinya secara menyeluruh. Lalat ini terus saja melakukan yang demikian
sampai yakin akan kebersihannya. Semua lalat dan serangga membersihkan tubuh
mereka dengan cara yang sama: dengan penuh perhatian dan ketelitian sampai ke
hal-hal yang kecil sekalipun. Ini menunjukkan adanya satu-satunya Pencipta yang
mengajarkan kepada mereka cara membersihkan diri mereka sendiri.
Ketika
terbang, lalat mengepakkan sayapnya kurang lebih 500 kali setiap detik. Padahal
tak satupun mesin buatan manusia yang mampu memiliki kecepatan yang luar biasa
ini. Kalaulah ada, mesin itu akan hancur dan terbakar akibat gaya gesek. Namun
sayap, otot ataupun persendian lalat ini tidak mengalami kerusakan. Lalat dapat
terbang ke arahmanapun tanpa terpengaruh oleh arah dan kecepatan angin. Dengan
teknologi yang paling mutakhir sekalipun, manusia masih belum mampu membuat
mesin yang memiliki spesifikasi dan teknik terbang yang luar biasa sebagaimana
lalat. Begitulah, makhluk hidup yang cenderung diremehkan dan tidak terlalu
mendapat perhatian manusia, dapat melakukan pekerjaan yang tak mampu dilakukan
manusia. Tidak diragukan lagi, tidaklah mungkin mengklaim bahwa seekor lalat
melakukan ini semua semata-mata karena kemampuan dan kecerdasan yang ia miliki.
Semua karakteristik istimewa dari lalat adalah kemampuan yang Allah berikan
kepadanya.
Segala sesuatu
yang terlihat sepintas oleh manusia ternyata didalamnya terdapat kehidupan,
baik yang terlihat ataupun tidak. Tak satu sentimeter persegi pun di bumi ini
yang di dalamnya tidak terkandung kehidupan. Manusia, tumbuh-tumbuhan dan
hewan-hewan adalah makhluk yang mampu dilihat oleh manusia. Namun, masih ada
makhluk-makhluk lain yang tidak terlihat oleh manusia akan tetapi manusia sadar
akan keberadaannya. Misalnya rumah yang ia diami yang penuh dengan
makhluk-makhluk mikroskopis yang disebut "tungau". Demikian pula
halnya dengan udara yang ia hirup, di dalamnya mengandung virus yang tak
terhingga banyaknya, atau tanah kebunnya yang mengandung bakteri yang sangat
banyak.
Seseorang yang
merenung tentang keanekaragaman yang luar biasa dari kehidupan di bumi, akan
mengetahui kesempurnaan makhluk-makhluk ini. Tiap makhluk yang ia lihat adalah
tanda-tanda keagungan karya seni ciptaan Allah, demikian pula halnya dengan
keajaiban luar biasa yang tersembunyi dalam makhluk-makhluk mikroskopis
tersebut. Virus, bakteri ataupun tungau yang tidak terlihat oleh mata telanjang
memiliki mekanisme tubuh yang unik. Habitat, cara makan, sistim reproduksi dan
pertahanan mereka semuanya diciptakan oleh Allah. Seseorang yang memikirkan
secara mendalam tentang fenomena ini teringat ayat Allah:
"Dan
berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri.
Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui." (QS. Al-Ankabuut, 29: 60)
Bagaimana
penyakit mendorong seseorang untuk berpikir?
Manusia adalah
makhluk yang memiliki banyak kelemahan dan harus selalu terus-menerus berusaha
untuk mengatasi kelemahan tersebut. Adanya penyakit yang diderita manusia
adalah gambaran paling jelas tentang kelemahan tersebut. Oleh karenanya, ketika
seseorang atau sahabatnya jatuh sakit, ia hendaknya berpikir tentang makna yang
terkandung dari musibah ini. Ketika sedang berpikir, ia memahami bahwa flu yang
dianggap sebagai penyakit yang biasa pun memiliki pelajaran-pelajaran yang
darinya manusia dapat mengambil hikmah ataupun peringatan. Ketika terjangkiti
penyakit tersebut, ia memikirkan hal-hal seperti: pertama, penyebab utama flu
adalah virus yang teramat kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. Akan
tetapi, makhluk yang kecil ini sudah cukup untuk membuat manusia yang bobotnya
60-70 kg menjadi kehilangan kekuatan, membuatnya sedemikian lemah sehingga tak
mampu berjalan ataupun berbicara sekalipun. Seringkali obat atau makanan yang
ia makan tidak membantu meringankan penderitaannya. Satu-satunya yang dapat ia
lakukan adalah beristirahat dan menunggu. Dalam tubuhnya, berlangsung sebuah
peperangan yang ia tak pernah mampu untuk campur tangan, dengan kata lain ia
dibuat lumpuh tak berdaya melawan organisme yang sangat kecil. Dalam keadaan
yang demikian, ia hendaknya mengingat ayat Allah:
"(Yaitu
Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku,
dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku,
dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku,
dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali),
dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat".
(Ibrahim
berdo'a): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke
dalam golongan orang-orang yang saleh". (QS. Asy-Syu'araa, 26: 78-83)
Seseorang yang
terjangkiti penyakit apapun hendaknya membandingkan sikapnya ketika sehat dan
setelah pulih dari sakit, kemudian berpikir tentang hal tersebut. Seharusnya ia
menyadari keadaanya yang lemah ketika sakit, perasaan ketergantungan kepada
Allah yang sangat. Hal ini tercermin, misalnya, dalam keikhlasan dan
kekhusu'annya ketika berdoa kepada Allah menjelang dioperasi.
Sebaliknya,
ketika mengetahui orang lain sedang menderita sakit, ia hendaknya segera
bersyukur kepada Allah sambil berpikir tentang keadaannya yang sehat. Manakala
melihat orang yang cacat kaki, misalnya, orang beriman memikirkan bahwa kakinya
adalah nikmat yang sangat besar dan penting bagi dirinya. Ia memahami bahwa
kemampuannya untuk berjalan atau berlari ke manapun serta melakukan segala
sesuatu tanpa bantuan orang lain sejak bangun tidur di pagi hari adalah nikmat
dari Allah. Dengan membuat perbandingan seperti ini, ia akan lebih memahami
besarnya nikmat yang telah didapatkannya.
Bagaimana
seseorang berpikir ketika bertemu dengan orang yang arogan, tidak sopan, suka
menyinggung perasaan orang lain dan berperangai buruk?
Ketika berada
di kantor atau sekolah sepanjang hari, seseorang akan bertemu dengan berbagai
tipe manusia. Sebagian dari mereka mungkin tidak berakhlaq baik dan tidak takut
kepada Allah. Seorang mukmin yang bertemu dengan orang-orang ini tidak akan
terpengaruh oleh keadaan mereka, sebaliknya tetap istiqomah dengan akhlaq
luhurnya sebagaimana yang diajarkan Allah. Ia memahami bahwa penyebab perilaku
buruk mereka adalah ketiadaan rasa takut kepada Allah serta ingkar kepada hari
akhir. Gambaran berikut ini lalu muncul dalam benaknya: Allah telah
memperingatkan tentang siksa neraka dan memerintahkan manusia agar memikirkan
adzabnya yang kekal, sehingga manusia mau memperbaiki perilaku mereka dalam
kehidupan dunia, kembali kepada Allah dengan merendahkan diri dan melaksanakan
ajaran agama secara ikhlas. Seandainya seseorang menyadari bahwa ia sedang
berhadapan dengan ancaman yang sedemikian berat dan serius, ia pasti akan
melakukan segala sesuatu agar dapat meloloskan diri dari ancaman tersebut.
Sebaliknya mereka yang tidak memikirkannya, sehingga tidak memahami betapa
seriusnya ancaman tersebut, akan berperilaku seolah-olah tempat yang penuh
dengan bara dan siksaan yang dipersiapkan untuk mereka itu tidak lah ada.
Sadar akan
kenyataan ini, beberapa hal penting lain terlintas dalam pikirannya: ketika
dikumpulkan di tepi jurang neraka, perilaku orang-orang yang berperangai buruk
tersebut akan berbeda sama sekali dengan perilaku mereka ketika di dunia. Orang
yang ketika masih hidup di dunia berperangai buruk, tidak malu untuk bertindak
yang semena-mena dan arogan akan memiliki ekspresi muka, sikap dan cara
berbicara yang tidak seperti biasanya pada hari penghisaban, yakni ketika ia
diseret ke depan jurang neraka dan terus menerus disiksa.
Atau jika
orang yang agresif, kasar dan seringkali melakukan tindak kejahatan dan tidak
memiliki rasa kemanusiaan dibawa ke tepi jurang neraka, ia akan merasakan
penyesalan yang abadi ketika melihat adzab neraka.
Seseorang
selalu mengemukakan berbagai macam alasan untuk tidak menjalankan agama dan
tidak melaksanakan ibadah dalam hidupnya di dunia. Namun ia tidak akan dapat
mengatakan alasan-alasan tersebut ketika diperintah melaksanakan sholat pada
saat sedang menanti di depan gerbang neraka.
Orang yang
takut kepada Allah tidak pernah melupakan kenyataan ini. Karena senantiasa
memikirkan siksa neraka, ia mengetahui mana perilaku, kata-kata yang benar
serta akhlaq yang baik. Dengan keyakinan yang kuat dan senantiasa mengingat
keberadaan neraka, ia selalu berbuat seolah-olah ia berada sangat dekat dengan
neraka, dan memikirkan bahwa ia akan dimintai pertanggungjawaban atas segala
sesuatu yang ia kerjakan.
Allah menyeru
manusia untuk memikirkan neraka dan hari penghisaban:
"Pada
hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya),
begitu juga kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara
ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap
diri (siksa)-Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya". (QS.
Aali 'Imraan, 3: 30)