Di dalam Islam, ibadah dibagi menjadi dua berdasarkan jenisnya, yaiu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah adalah ibadah secara langsung kepada Allah.
Ibadah mahdhah memiliki empat prinsip, yaitu
keberadaan ibadah tersebut berdasarkan dalil yang jelas, tata cara
pelaksanaannya berdasarkan tata cara yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW,
di atas jangkauan akal (bersifat supra rasional), berazas ketaatan (kepatuhan
atau ketaatan adalah hal yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah
ini).
Secara sederhana, ibadah mahdhah dapat
dipahami sebagai ibadah ritual. Rumus dari ibadah mahdhah adalah karena Allah
dan sesuai syariat. Contoh ibadah mahdhah, antara lain wudhu, tayammum, azan,
iqamat, shalat, puasa, dan haji.
Jenis ibadah yang kedua adalah ibadah ghairu
mahdhah,yaitu ibadah yang di samping berhubungan dengan Allah SWT juga
melibatkan interaksi dengan sesama manusia dan makhluk lain.
Sebagaimana ibadah mahdhah, ibadah ghairu
mahdhah pun memiliki 4 prinsip. Keempat prinsip tersebut adalah tidak ada dalil
yang melarang, pelaksanaannya tidak harus selalu berpola pada contoh Nabi
Muhammad, bersifat rasional, dan berazas manfaat (sepanjang membawa manfaat,
boleh dilakukan). Rumus dari ibadah ghairu mahdhah adalah berbuat baik karena
Allah.
Bentuk-bentuk ibadah ghairu mahdhah tidak
terbatas. Sepanjang itu perbuatan baik yang membawa manfaat dan dilakukan
karena Allah, maka perbuatan tersebut Insya Allah bernilai ibadah. Di antara
lautan bentuk ibadah ghairu mahdhah, bekerja adalah salah satunya. Ya, bekerja
sebagai ibadah. Bahkan, bentuk ibadah ini memiliki kedudukan yang sangat mulia
di dalam Islam.
Al-Qur’an banyak menerangkan perintah untuk
bekerja, antara lain Surat At- Taubah: 105, Qashash: 26, dan Al Jumuah: 10.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW
menyampaikan yang intinya adalah kelelahan karena mencari nafkah dapat
menghapus dosa yang bahkan dosa tersebut tidak dapat dihapus dengan shalat,
puasa, zakat, dan haji. Mencari nafkah tentu sama dengan bekerja. Masih banyak
hadis lain yang menerangkan kewajiban untuk bekerja.
Hanya saja, agar bekerja dapat bernilai
ibadah, tentu ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Sebab, tidak mungkin
jenis pekerjaan yang bertentangan dengan akidah dan syariat Islam dapat
memiliki nilai ibadah di dalamnya.
Syarat-syarat yang mesti dipenuhi untuk
menjadikan bekerja sebagai ibadah, antara lain sebagai berikut.
a. Niat yang benar
Bekerja akan bernilai ibadah jika niatnya
lurus ingin mencari nafkah karena Allah. Jangan sampai kita bekerja niat kita
terbatas pada urusan dunia semata-mata, atau bahkan ada niat tidak baik yang
melandasi kita dalam bekerja.
b. Bekerja dilakukan dengan cara yang benar
Ketika kita sudah memiliki niat yang lurus
dalam bekerja, tetapi cara yang kita lakukan tidak benar, pekerjaan kita tentu
tidak akan mendapatkan nilai ibadah.
Misalnya, kita meniatkan kerja karena Allah,
tetapi di lingkungan kerja kita melakukan hal-hal yang tidak terpuji, seperti
menerima suap, melakukan korupsi, atau mengambil milik orang lain.
c. Jenis pekerjaan yang baik
Bekerja kita dipastikan tidak akan menjadi
ibadah jika pekerjaan kita adalah jenis pekerjaan buruk yang dilarang oleh
agama.
d. Perilaku yang terjaga
Kita dapat menjadikan bekerja sebagai ibadah,
salah satunya dengan menjaga perilaku ketika bekerja. Melakukan hal-hal yang
berdosa, seperti bergunjing, menjegal rekan kerja, menjilat atasan, menginjak
bawahan, tentu akan merusak nilai ibadah dari aktivitas bekerja.
e. Dilakukan dengan tulus dan ihklas
Salah satu syarat ibadah diterima Allah SWT
adalah harus ikhlas. Demikian pula dengan bekerja. Agar dapat bernilai ibadah,
bekerja harus dilakukan dengan ikhlas.