1. Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan kedua orang tua dan murka Allah pun terletak pada murka kedua orang tua. (HR. Al Hakim)
2.
Seorang datang kepada Nabi Saw. Dia mengemukakan hasratnya untuk ikut berjihad.
Nabi Saw bertanya kepadanya, "Apakah kamu masih mempunyai kedua orangg
tua?" Orang itu menjawab, "Masih." Lalu Nabi Saw bersabda,
"Untuk kepentingan mereka lah kamu berjihad." (Mutafaq'alaih)
Penjelasan:
Nabi
Saw melarangnya ikut berperang karena dia lebih diperlukan kedua orang tuanya
untuk mengurusi mereka.
3.
Rasulullah Saw pernah berkata kepada seseorang, "Kamu dan hartamu adalah
milik ayahmu." (Asy-Syafi'i dan Abu Dawud)
Keterangan:
Terdapat
satu riwayat yang cukup panjang berkaitan dengan hal ini. Dari Jabir Ra
meriwayatkan, ada laki-laki yang datang menemui Nabi Saw dan melapor. Dia
berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku ingin mengambil hartaku
...." "Pergilah Kau membawa ayahmu kesini", perintah beliau.
Bersamaan dengan itu Malaikat Jibril turun menyampaikan salam dan pesan Allah
kepada beliau. Jibril berkata: "Ya, Muhammad, Allah 'Azza wa Jalla
mengucapkan salam kepadamu, dan berpesan kepadamu, kalau orangtua itu datang,
engkau harus menanyakan apa-apa yang dikatakan dalam hatinya dan tidak
didengarkan oleh teliganya. Ketika orang tua itu tiba, maka nabi pun bertanya
kepadanya: "Mengapa anakmu mengadukanmu? Apakah benar engkau ingin
mengambil uangnya?" Lelaki tua itu menjawab: "Tanyakan saja
kepadanya, ya Rasulullah, bukankah saya menafkahkan uang itu untuk beberapa
orang ammati (saudara ayahnya) atau khalati (saudara ibu) nya, atau untuk
keperluan saya sendiri?"
Rasulullah
bersabda lagi: "Lupakanlah hal itu. Sekarang ceritakanlah kepadaku apa
yang engkau katakan di dalam hatimu dan tak pernah didengar oleh
telingamu!" Maka wajah keriput lelaki itu tiba-tiba menjadi cerah dan
tampak bahagia, dia berkata: "Demi Allah, ya Rasulullah, dengan ini Allah
Swt berkenan menambah kuat keimananku dengan ke-Rasul-anmu. Memang saya pernah
menangisi nasib malangku dan kedua telingaku tak pernah mendengarnya ..."
Nabi mendesak: "Katakanlah, aku ingin mendengarnya." Orang tua itu
berkata dengan sedih dan airmata yang berlinang: "Saya mengatakan
kepadanya kata-kata ini: 'Aku mengasuhmu sejak bayi dan memeliharamu waktu
muda. Semua hasil jerih-payahku kau minum dan kau reguk puas. Bila kau sakit di
malam hari, hatiku gundah dan gelisah, lantaran sakit dan deritamu, aku tak
bisa tidur dan resah, bagai akulah yang sakit, bukan kau yang menderita. Lalu
airmataku berlinang-linang dan meluncur deras. Hatiku takut engkau disambar
maut, padahal aku tahu ajal pasti akan datang. Setelah engkau dewasa, dan
mencapai apa yang kau cita-citakan, kau balas aku dengan kekerasan, kekasaran
dan kekejaman, seolah kaulah pemberi kenikmatan dan keutamaan. Sayang..., kau
tak mampu penuhi hak ayahmu, kau perlakukan daku seperti tetangga jauhmu.
Engkau selalu menyalahkan dan membentakku, seolah-olah kebenaran selalu
menempel di dirimu ..., seakanakan kesejukann bagi orang-orang yang benar sudah
dipasrahkan.' Selanjutnya Jabir berkata: "Pada saat itu Nabi langsung
memegangi ujung baju pada leher anak itu seraya berkata: "Engkau dan
hartamu milik ayahmu!" (HR. At-Thabarani dalam "As-Saghir" dan
Al-Ausath).
4.
Jangan mengabaikan (membenci dan menjauhi) orang tuamu. Barangsiapa mengabaikan
orang tuanya maka dia kafir. (HR. Muslim)
Penjelasan:
Yang
dimaksud kufur nikmat dan bukan kufur akidah.
5.
Barangsiapa menisbatkan keturunan dirinya kepada selain ayahnya sendiri dan dia
mengetahuinya bahwa dia bukan ayah yang sebenarnya maka surga diharamkan
baginya. (HR. Muslim)
6.
Seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, siapa yang paling berhak
memperoleh pelayanan dan persahabatanku?" Nabi Saw menjawab,
"ibumu...ibumu...ibumu, kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat
kepadamu dan yang lebih dekat kepadamu." (Mutafaq'alaih).
7.
Ibu dan Bapak berhak makan dari harta milik anak mereka dengan cara yang
makruf. Seorang anak tidak boleh makan dari harta ibu bapaknya kecuali dengan
ijin mereka. (HR. Ad-Dailami).
8.
Barangsiapa berhaji untuk kedua orang tuanya atau melunasi hutang-hutangnya
maka dia akan dibangkitkan Allah pada hari kiamat dari golongan orang-orang
yang mengamalkan kebajikan. (HR. Ath-Thabrani dan Ad-Daar Quthni).
9.
Rasulullah Saw ditanya tentang peranan kedua orang tua. Beliau lalu menjawab,
"Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu atau nerakamu." (HR. Ibnu
Majah)
Penjelasan:
Kalau
berbakti masuk surga dan kalau bersikap durhaka kepada mereka masuk neraka.
10.
Apabila seorang meninggalkan do'a bagi kedua orang tuanya maka akan terputus
rezekinya. (HR. Ad-Dailami)
11.
Termasuk dosa besar seorang yang mencaci-maki ibu-bapaknya. Mereka bertanya,
"Bagaimana (mungkin) seorang yang mencaci-maki ayah dan ibunya
sendiri?" Nabi Saw menjawab, "Dia mencaci-maki ayah orang lain lalu
orang itu (membalas) mencaci-maki ayahnya dan dia mencaci-maki ibu orang lain
lalu orang lain itupun (membalas) mencaci-maki ibunya. (Mutafaq'alaih)
12.
Kedudukan seorang paman sebagai (pengganti) kedudukan ayahnya. (HR. Adarqothani)
13.
Warisan bagi Allah 'Azza wajalla dari hambaNya yang beriman ialah puteranya
yang beribadah kepada Allah sesudahnya. (HR. Ath-Thahawi).
14.
Salah satu kenikmatan Allah atas seorang ialah dijadikan anaknya mirip dengan
ayahnya (dalam kebaikan). (HR. Ath-Thahawi)
15.
Tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah-Islami). Ayah dan ibunya lah
kelak yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (penyembah api dan
berhala). (HR. Bukhari)
16.
Seorang datang kepada Nabi Saw dan bertanya, " Ya Rasulullah, apa hak
anakku ini?" Nabi Saw menjawab, "Memberinya nama yang baik, mendidik
adab yang baik, dan memberinya kedudukan yang baik (dalam hatirnu)." (HR.
Aththusi).
17.
Cintailah anak-anak dan kasih sayangi lah mereka. Bila menjanjikan sesuatu
kepada mereka tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui hanya kamulah yang
memberi mereka rezeki. (HR. Ath-Thahawi).
18.
Bertakwalah kepada Allah dan berlakulah adil terhadap anak-anakmu. (HR. Bukhari
dan Muslim)
19.
Sama ratakan pemberianmu kepada anak-anakmu. Jika aku akan mengutamakan yang
satu terhadap yang lain tentu aku akan mengutamakan pemberian kepada yang
perempuan. (HR. Ath-Thabrani)
20.
Barangsiapa mempunyai dua anak perempuan dan diasuh dengan baik maka mereka
akan menyebabkannya masuk surga. (HR. Bukhari)
21.
Anak menyebabkan kedua orang tuanya kikir dan penakut. (HR. Ibnu Babawih dan
Ibnu 'Asakir).
22.
Barangsiapa memelihara (mengasuh) tiga anak perempuan atau tiga saudara
perempuan wajib baginya masuk surga. (HR. Ath-Thahawi).
23.
Seorang ibu yang kematian tiga orang puteranya lalu berserah diri (pasrah)
kepada Allah, rela dan ikhlas, maka dia akan masuk surga. (HR. Muslim)
24.
Ajarkan putera-puteramu berenang dan memanah. (HR. Ath-Thahawi).
25.
Setiap anak tergadai dengan (tebusan) akikahnya (seekor atau dua ekor kambing)
yang disembelih pada umur tujuh hari dan dicukur rambut kepalanya (sebagian
atau seluruhnya) dan diberi nama. (HR. An-Nasaa'i)
26.
Barangsiapa menjamin untukku satu perkara, aku jamin untuknya empat perkara.
Hendaklah dia bersilaturrahim (berhubungan baik dengan keluarga dekat) niscaya
keluarganya akan mencintainya, diperluas baginya rezekinya, ditambah umurnya
dan Allah memasukkannya ke dalam surga yang dijanjikanNya. (HR. Ar-Rabii').
27.
Ibu mertua kedudukannya sebagai ibu. (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
28.
Abang yang tertua (sulung) kedudukannya sebagai ayah. (HR. Al-Baihaqi dan
Ath-Thabrani)
29.
Orang yang memutus hubungan kekeluargaan tidak akan masuk surga.
(Mutafaq'alaih)
30.
Rahim adalah cabang dari nama Arrahman (Arrahman Arrahim). Rahim mengucapkan
keluhan dan pengaduan: "Ya Robbi, aku telah diputus (hubungan
kekeluargaanku), aku telah diperlakukan dengan buruk oleh keluarga dekatku. Ya
Robbi, aku telah dizalimi mereka, ya Robbi, ya Robbi." Lalu Allah
menjawab: "Tidakkah kamu ridha Aku menyambung hubunganKu dengan orang yang
menghubungimu dan Aku putus hubunganKu dengan orang yang memutus hubungannya
dengan kamu. (HR. Bukhari)
31.
Rasulullah Saw memberi uang belanja kepada keluarga beliau dari bagian rampasan
perang yang menjadi hak beliau untuk kebutuhan rumah tangga selama setahun.
Apabila ternyata ada kelebihannya maka uang itu diminta kembali dan dimasukkan
ke dalam perbendaharaan negara (baitul maal). (HR. Ahmad)
33.
Cukup berdosa orang yang menyia-nyiakan tanggungjawab keluarga. (HR. Abu
Dawud).
32.
Bukanlah dari golongan kami orang yang diperluas rezekinya oleh Allah lalu
kikir dalam menafkahi keluarganya. (HR. Ad-Dailami)
Kewajiban
Anak kepada Orang Tua
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Artinya
: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu
bapaknya ; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan
kepada dua orang tuamu ibu bapakmu, hanya kepadaKu-lah kembalimu. Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepadaKu”. [Luqman : 14-15]
Allah
mewasiatkan agar berterima kasih kepada kedua orang tua disamping bersyukur
kepadaNya. Allah juga memerintahkan agar sang anak memperlakukan kedua orang
tua dengan cara yang baik walaupun mereka memaksanya berbuat kufur terhadap
Allah. Berdasarakan ini anda tahu, bahwa yang disyariatkan bagi anda adalah
tetap memperlakukan ayah anda dengan baik, tetap berbuat baik kepadanya
walaupun ia bersikap buruk terhadap anda. Terus berusaha mengajaknya kepada
al-haq. Kendati demikian, anda tidak boleh mematuhinya dalam hal kemaksiatan.
Bentuk
perbuatan, hendaknya seseorang bersikap santun dihadapan kedua orang tuanya
serta bersikap sopan dan penuh kepatuhan karena status mereka sebagai
orang
tuanya, demikian berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya
: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah, ‘Wahai Rabbku, kasihinilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil”. [Al-Isra : 24]
Lain
dari itu, hendaknya pula berbakti dengan memberikan harta, karena kedua orang
tua berhak memperoleh nafkah, bahkan hak nafkah mereka merupakan hal yang
paling utama, sampai-sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersada.
“Artinya
: Engkau dan hartamu adalah milik ayahmu”. [1]
Lain
dari itu, juga mengabdi dengan bentuk berbuat baik, yaitu berupa perkataan dan
perbuatan seperti umumnya yang berlaku, hanya saja mengabdi dalam perkara
yang
haram tidak boleh dilakukan, bahkan yang termasuk bakti ini adalah menahan diri
dari hal tersebut, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yaitu
memberikan infak (shadaqah) kepada kedua orang tua. Semua harta kita adalah
milik orang tua. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat Al-Baqarah ayat 215.
“Artinya
: Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka infakkan. Jawablah, “Harta
yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapakmu, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan. Dan apa saja kebajikan yang kamu perbuat sesungguhnya Allah maha
mengetahui”
Jika
seseorang sudah berkecukupan dalam hal harta hendaklah ia menafkahkannya yang
pertama adalah kepada kedua orang tuanya. Kedua orang tua memiliki hak tersebut
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Baqarah di atas.
Kemudian kaum kerabat, anak yatim dan orang-orang yang dalam perjalanan.
Berbuat baik yang pertama adalah kepada ibu kemudian bapak dan yang lain,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut.
“Artinya
: Hendaklah kamu berbuat baik kepada ibumu kemudian ibumu sekali lagi ibumu
kemudian bapakmu kemudian orang yang terdekat dan yang terdekat” [Hadits
Riwayat
Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 3, Abu Dawud No. 5139 dan Tirmidzi 1897, Hakim
3/642 dan 4/150 dari Mu'awiyah bin Haidah, Ahmad 5/3,5 dan berkata
Tirmidzi,
"Hadits Hasan"]
Sebagian
orang yang telah menikah tidak menafkahkan hartanya lagi kepada orang tuanya
karena takut kepada istrinya, hal ini tidak dibenarkan. Yang mengatur harta
adalah suami sebagaimana disebutkan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi kaum
wanita. Harus dijelaskan kepada istri bahwa kewajiban yang utama bagi anak
laki-laki adalah berbakti kepada ibunya (kedua orang tuanya) setelah Allah dan
Rasul-Nya. Sedangkan kewajiban yang utama bagi wanita yang telah bersuami
setelah kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kepada suaminya. Ketaatan kepada
suami akan membawanya ke surga. Namun demikian suami hendaknya tetap memberi
kesempatan atau ijin agar istrinya dapat berinfaq dan berbuat baik lainnya
kepada kedua orang tuanya.
Mendo’akan
orang tua. Sebagaimana dalam ayat “Robbirhamhuma kamaa rabbayaani shagiiro”
(Wahai Rabb-ku kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku diwaktu kecil). Seandainya orang tua belum mengikuti dakwah yang
haq dan masih berbuat syirik serta bid’ah, kita harus tetap berlaku lemah
lembut kepada keduanya. Dakwahkan kepada keduanya dengan perkataan yang lemah
lembut sambil berdo’a di malam hari, ketika sedang shaum, di hari Jum’at dan di
tempat-tempat dikabulkannya do’a agar ditunjuki dan dikembalikan ke jalan yang
haq oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.