Perihal rezeki memang selalu menarik untuk diperbincangkan, bahkan dari kalangan petani, pedagang hingga cendekiawan sering menjadikan topik pembahasan. Rezeki juga seringkali menjadi satu permohonan yang dipanjatkan di dalam doa, hal itu menunjukkan bagaimana pentingnya rezeki bagi kita manusia. Namun sayangnya, banyak terjadi kesalahkaprahan ketika perihal rezeki ini menjadi topik bahasan.
Ada sebagian kalangan yang terjebak ke dalam
satu area yang keliru sehingga membuat mereka kemudian mengambil jalan yang
berbeda yang tidak berpedoman kepada al-Qur’an dan al-Hadits. kaum muslim
seringkali “rela” meninggalkan apa yang sudah menjadi kewajibannya hanya untuk
mengejar rezeki.
Kata rezeki atau rizki sendiri dipercaya
merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa Arab “razaqa” yang artinya
memberi sesuatu.
Ada dua bagian di dalam rezeki yaitu rezeki
yang halal dan rezeki yang haram. Baik halal maupun haram memang adalah hasil
pemberian Allah SWT, karena bagaimanapun juga mereka yang berupaya untuk
mendapatkannya telah bersusah payah dan rela berkeringat, sehingga Allah
mengganjarnya dengan rezeki tersebut.
Saat ini banyak orang yang mengira bahwa
rezeki yang mereka dapatkan adalah hasil jerih payah mereka sendiri atau hasil
dari pekerjaan yang mereka jalani. Misalnya saja, ada seorang karyawan yang
menerima gaji setiap bulan karena telah bekerja keras selama satu bulan penuh.
Ketika mereka menerima uang gaji tersebut,
mereka mengira bahwa itu semata – mata adalah hasil jerih payah mereka karena
telah bekerja selama sebulan penuh.
Contoh lainnya adalah seorang pedagang yang
mendapatkan keuntungan dari perdagangan yang dia lakukan, namun kemudian
mengira bahwa apa yang dia dapatkan adalah murni hasil kerja keras dia. Banyak
lagi contoh yang lain yang menunjukkan kekeliruan dalam menyikapi rezeki yang
diterima.
Sebagai muslim, kita diwajibkan dan “dipaksa”
untuk meyakini bahwa segala yang kita miliki dan dapatkan adalah hasil
pemberian Allah SWT. Kita harus percaya dan yakin bahwa besar kecilnya rezeki
yang kita dapatkan bukan semata – mata karena apa yang telah kita kerjakan,
namun juga berkah dari Allah SWT.
Di dalam al-Qur’an surat:
Adh- Dzariyat ayat 22-23: “Dan di langit ada
(sebab-sebab) rezeki kamu, juga apa saja yang telah dijanjikan kepada kalian.
Maka, demi Tuhan, langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah
benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan”.
Surat Hud ayat 6: “Dan tidak ada satupun hewan
melata di muka bumi ini, kecuali rezekinya telah ditetapkan oleh Allah. Dan Dia
mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”
Dari kedua ayat tersebut jelas diterangkan
bahwa Allah memang adalah pemilik dari segala rezeki. Di dalam surat Hud
tersebut bahkan Allah SWT secara gambling menegaskan bahwa binatang melata
sekalipun diberikan-Nya rezeki, apalagi kita sebagai manusia.
Selain kedua surah di atas, ada pula beberapa
surah lain yang menegaskan bahwa rezeki adalah mutlak milik Allah dan manusia
tidak perlu mengkhawatirkannya, seperti:
Al Isra ayat 31: “Dan janganlah kamu membunuh
anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberikan rezeki kepada
mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar.”
Al-An’am ayat 151: “…Dan janganlah kamu
membunuh anak – anakmu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki
kepadamu dan juga kepada mereka…”
Kesimpulannya, keyakinan mengenai rezeki di
tangan Allah adalah keyakinan yang wajib dimiliki oleh setiap muslim, tanpa
terkecuali. Kaum muslim juga harus yakin bahwa segala sesuatu yang diberikan
oleh Allah SWT, baik berupa materi maupun non – materi adalah murni
pemberian-Nya bukan semata – mata hasil dari usaha kita.
Pekerjaan yang kita lakukan bukanlah penyebab
datangnya rezeki namun hanya merupakan satu media agar Allah berkenan untuk
memberikan sedikit yang dimiliki-Nya kepada kita.
Meski demikian, kita sebagai manusia juga
tetap diwajibkan untuk tetap berusaha sekuat tenaga dalam upayanya mencari
ridho Allah. Jadi, dalam hal ini manusia juga sekaligus diwajibkan untuk selalu
bersikap tawakal dan istiqomah, dalam artian mengembalikan segala sesuatunya
hanya kepada pemilik alam semesta ini, yaitu Allah SWT.